Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh, Selamat datang di blogku ^_^ BINGKAI HATI: Oktober 2011

Hujan Pembawa Hikmah

30/10/2011
Pak Budi adalah seorang ayah yang kesehariannyabekerja sebagai guru. Suatu minggu pagi dia bersama anaknya mencuci mobil dihalaman rumahnya. Dengan penuh kegembiraan ayah dan anak tersebut mencuci mobil kesayangannya. Mobil yang sudah cukup lama menyertai keluarga pak budi. Dengan mobil satu – satunya itulah seluruh aktifitas keluarga dapat diselesaikan dengan baik. Setiap pagi mobil itu bergerak gesit untuk mengantar anak – anaknya ke sekolah. Setelah waktunya tiba, pak budi pun pergi mengajar kesekolah dengan mobil itu pula. Ketika sang istri minta diantar untuk belanja kepasar, mobil itu pula yg digunakan. Kondisi semacam ini sudah berjalan selama 10 tahun.

Cukup lama rasanya pak budi tidak mengganti mobilnya. Pendapatannya sebagai guru hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keseharian beliau dan keluarga saja. Sampai dengan saat itu ia belum bisa mengganti mobilnya dengan mobil yg lebih bagus. Ketika pak budi mencuci mobil dihari minggu itu, berulang kali pak budi disapa oleh para tetangga yang keluar masuk kampong ditempat mereka tinggal. Kebetulan mobil – mobil tetangga itu lebih baru dan lebih bagus disbanding mobil pak budi. Ketika pak budi membersihkan bagian ban mobil, saat itu mobil tetangga sebelah rumah lewat. Mobil itu berjalan pelan hamper berhenti didepan rumah pak budi.

‘’Pak Budi, mari ya.. saya ada keperluan mau pergi keluar kota’’ Demikian antara Pak Ahmad menyapa Pak Budi, sambil ia membelokkan mobil kearah jalan besar. ‘’ Owh, iya Pak Ahmad, silahkan pak.. Selamat jalan, hati – hati dijalan’’ Sahut Pak Budi. Tanpa terasa pandangan pak Budi tertuju pada ban mobil milik pak Ahmad yang kelihatannya masih baru itu. Tiba – tiba pak Budi menarik nafas panjang sambil mengeluh pada diri sendiri. ‘’ Ah, kapan ya, saya bisa mengganti ban mobil yang sudah tidak layak pakai ini..?? Gumamnya sambil membersihkan ban mobil yang memang sudah waktunya harus diganti. Ketika pak Budi membersihkan bagian belakang mobilnya, kembali ia mengeluh’’ Kapan lagi saya bisa memperbaiki bodi belakang mobil ini ?? Kata pak budi. Sambil membersihkan bagian belakang mobil yang memang sudah rusak sekitar tiga bulan lalu, akibat menyerempet tembok garasi, ketika dipinjam familinya yang lain.

Ketika pak Budi masuk kedalam mobil untuk membersihkan bagian dalamnya, kembali ia mengeluh. Jok mobil sudah lama tidak diganti, sampai ada yang robek, warnanya juga sudah agak memudar sehingga kelihatan kotor. Ketika ia mau menyetel radio tapenya untuk sekedar santai , ia lupa ternyata radio tapenya juga sudah lama rusak dan belum diperbaiki.

Saat pak budi melamun sedih dan nelangsa akibat memikirkan kondisi mobilnya, tiba – tiba hujan deras mengguyur dengan lebat, bahkan beberapa kali terdengar suara guruh menggelegar. Sehingga membubarkan lamunan pak budi seketika itu juga. Dengan terburu – buru ia menutup pintu mobil rapat – rapat. Selanjutnya pak budi berlindung didalam mobil sambil menunggu redanya hujan angina yang begitu mengkhawatirkan hati itu. Ketika didalam mobil, tiba – tiba terlihat melintas dua orang, laki – laki dan perempuan setengah baya. Mereka menumpangi sepeda motor butut. Saat itu mereka cepat – cepat berhenti, sambil tergopoh – gopoh dengan raut muka tampak pucat karena kedinginan. Mereka berusaha berlindung dibawah pohon yang terletak diseberang rumah pak budi dari derasnya hujan angina tersebut . wajah mereka tampak kusut, bajunya basah kuyup, celana yang laki – lakinya dilipat sebatas lutut, kedua tangannya menggigil bersedekap didepan dada. Bahkan, sepeda motor yang sudah butut itu, bertambah tampak tua karena tanah dan lumpur yang menempel pada kedua rodanya dengan begitu tebal.

Yang membuat pak budi terhenyak adalah ternyata mereka membawa anak kecil berumur sekitar 3 tahunan, mungkin saja itu adalah buah hati mereka. Saat berhenti itu anak digendong ibunya. Melihat adegan spontan itu, pak budi merenung, ia pandangi mobilnya , kemudian ia pandangi lagi pengendara yang berhenti tak jauh dari rumahnya itu. Lalu ia pandangi lagi mobilnya kembali, tiba – tiba saja mata pak budi tanpa terasa berkaca – kaca. Napasnya agak memburu menutupi rasa emosi.

Sungguh betapa malunya ia kepada diri sendiri, baru saja ia mengeluh dengan berbagai persoalan tentang kondisi mobilnya. Tiba – tiba saja ada orang yang kedinginan, mencari perlindungan dari derasnya air hujan dengan kondisi yang cukup membuat hatinya iba. Tanpa terasa pak budi melayangkan pandangan kea tap mobil yang ternyata masih tampak kokoh dan kuat untuk melindungi dirinya dan anak – istrinya dari derasnya hujan. Setelah itu ia memandangi pintu – pintu mobil yang masih bagus dan bisa melindunginya dari dinginnya udara. Tidak terasa ia melihat ada beberapa potong kue diantara jok mobil, ada air mineral dibotol kecil yang selalu tersedia didalam mobil untuk minuman mereka sewaktu – waktu jika dibutuhkan. Bahkan, dipojok kursi belakang ada sebuah bantal yang juga sering dibawa kemana – mana untuk melepas lelah dan kantuk bila keluarga pak budi pergi keluar kota.

Sungguh betapa banyaknya keluarga pak budi berutang budi pada mobil tersebut. Betapa nyaman nya mobil itu, bertahun – tahun mereka berhasil melakukan aktifitas karena jasa mobil tersebut. Sambil mengusap sedikit air yang meleleh disudut matanya, pak budi pun bangkit dari lamunanya. Tiba – tiba hujan deras itu reda bersamaan dengan selesainya lamunan pak budi yang masih terpaku didalam mobilnya. Satu kata yang terdengar dari mulut pak Budi adalah Alhamdulillah ..

Dan sesungguhnya kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka dapat mengambil pelajaran (daripadanya), maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (Nikmat). (QS. Al Furqaan(25):50).

Ketika kita mengikuti peristiwa yang dialami pak budi diatas, apa yang bisa terpikirkan oleh kita? Saya yakin, dengan kondisi dan skala yang berbeda mungkin kita pernah mengalami hal yang sama. Kita pun pernah mengeluh dengan keadaan kita. Tetapi, kalau kita mau membandingkan kondisi kita dengan orang yang jauh lebih sengsara dari keadaan kita, Insya Allah kita akan mampu mengucapkan Alhamdulillah.

Lihatlah dengan peristiwa sederhana itu, pak budi bertemu dengan Allah didalam mobilnya. Berkat hujan deras yang turun tiba – tiba itu, pak Budi mampu melihat kelebihan yang ada pada mobilnya. Berkat dua orang pengendara sepeda motor bersama anaknya yang berteduh dibawah pohon itu, pak Budi mampu melihat kedalam dirinya.

Pertanyaannya ???
1. Siapakah yg mengirimkan angin kencang sehingga hujan deras turun didaerah rumah pak Budi ?
2. Mengapa hujannya turun tiba – tiba dan begitu deras ?
3. Mengapa ada dua pengendara yang tepat berteduh didekat rumah pak Budi yang lagi mengeluh ?
4. Mengapa hujan deras turun, tepat ketika pengendara itu melintasi jalan didaerah rumah pak Budi?
5. Mengapa ada pohon cukup besar didekat rumah pak budi ?
6. Mengapa sepeda motor yg sudah butut itu, melewati jalan tanah yg mengakibatkan rodanya penuh dengan tanah . sehingga menambah kesan dramatis nya keadaan sepeda motor itu??
7. Mengapa hujan turun hanya sebentar ? Seolah – olah hujan turun diperuntukkan untuk menjawab lamunan dari pak Budi ??

Apakah semua itu berjalan secara kebetulan saja?? Subanallah, tidak ada sesuatu pun didunia ini yang sia – sia. Semua peristiwa diciptakan oleh Allah dengan nilai guna dan manfaat yang luar biasa bagi kepentingan manusia.

(Yaitu) orang – orang yg mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘’ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia – sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’’. QS. Ali Imran (3):191

Insya Allah dengan merenungi peristiwa yang tampaknya sederhana ini kita akan bertemu dengan Allah SWT. Dialah Sang Maha Pengasih dan Penyayang terhadap para hamba – Nya.

Memaknai Cobaan Hidup

28/10/2011
Hakikat kehidupan adalah medan ujian dan cobaan untuk membuktikan kualitas amal manusia di hadapan Tuhannya. Ini merupakan ketentuan yang berlaku sepanjang kehidupan dunia berlangsung. Perhatikanlah firman Allah SWT berikut ini:

"Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa yang paling baik amalnya?" (QS. al-Mulk/67:2)

"Dan sungguh, Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan "innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun" (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami pasti akan kembali kepadaNya)." (Qs. al-Baqarah/2:155-156)

Kesadaran akan hakikat dunia sebagai medan ujian pembuktian amal manusia di hadapan Allah SWT dan bahwa cobaan hidup adalah ketentuanNya yang pasti Dia berlakukan kepada hamba-hambaNya, penting kita miliki sehingga mampu menghadapi semua cobaan itu dengan kesabaran. Adakalanya cobaan tersebut berupa kejadian yang menyakitkan dan penderitaan, namun tidak jarang cobaan itu juga berupa hal-hal yang secara umum difahami sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan. Nabi Sulaiman adalah tipe manusia yang diberi cobaan hidup berupa kekayaan dan kekuasaan dan sukses menyikapinya dengan kualitas amal terbaik sebagai hamba Allah : bersyukur!

"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, 'Ini adalah karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau malah mengingkari nikmatNya? Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia’." (QS. an-Naml/27:40)

Sikap yang berbeda tampak pada Qarun yang juga mendapatkan cobaan berupa kekayaan. Ia merasa mampu melakukan segalanya dengan hartanya dan menolak perintah Tuhannya. Ia rendahkan manusia karena merasa mulia dengan kekayaannya. Ibadah ia tinggalkan, peringatan kebaikan ia abaikan. Harta telah membutakan mata hatinya.

Tanpa disadarinya, harta telah dipertuhankannya. Ya, ia telah menjadi hamba harta, bukan hamba Tuhannya, Allah SWT. Maka Allah SWT menghinakannya. Ia ditelan bumi hingga binasa bersama tumpukan hartanya. Simaklah kisah Qarun ini dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 76 sampai 84.

Model manusia lain yang juga diungkap oleh al-Qur’an adalah Fir’aun. Ia mewakili model manusia yang diberi cobaan berupa kekuasaan yang tinggi, namun kesombongan lah yang lebih mengemuka hingga ia pun binasa karenanya.

Allah SWT menenggelamkannya ke dalam samudera. Musnah sudah kekuasaannya yang tidak seberapa dibanding kekuasaanNya. Perhatikan kisah kejatuhan Fir’aun dari kekuasaannya akibat kesombongannya sendiri dalam surat al-Qashash ayat 38 sampai 42 dan surat Yunus ayat 90 sampai 92.

Makna Cobaan Hidup
Bukan peristiwa yang menentukan kualitas kemanusiaan kita di hadapan Allah SWT, namun kemampuan memaknainya secara positif dan menindaklanjutinya dengan ketaatan kepadaNya-lah yang akan menentukannya. Pemaknaan yang positif akan membuahkan sikap dan perilaku yang positif, begitu pula sebaliknya, pemaknaan secara negatif terhadap berbagai peristiwa hanya akan melahirkan sikap dan perilaku yang negatif pula.

Sebuah keberuntungan jika kita mampu memaknai setiap peristiwa dan kejadian secara positif, dan hanya kerugian saja jika sudut pandang negatif semata yang kita gunakan untuk memaknainya. Pemaknaan positif akan mengajarkan kita untuk melihat berbagai kesulitan hidup sebagai tantangan dan peluang untuk memperoleh kemuliaan.

Sedangkan pemaknaan yang negatif akan mengajarkan kita untuk melihat beragam kesulitan hidup tersebut sebagai kesialan dan kegagalan hingga menenggelamkan kita dalam kehinaan. Menarik sekali komentar yang dikemukakan oleh Asy-Syahid Sayyid Quthb rahimahullah tatkala menafsirkan ayat 155-156 surat al-Baqarah dalam kitab Tafsirnya Fii Zhilaalil Qur’aan:

"...Semakin berat ujian dan pengorbanan akan semakin meninggikan nilai akidah keyakinan dalam hati dan jiwa penganutnya. Bahkan makin besar penderitaan dan pengorbanan yang diminta oleh suatu akidah, bertambah berat juga seseorang untuk berkhianat atau meninggalkannya. Yang terpenting dari pelajaran di atas adalah kembalinya kita mengingat Allah ketika menghadapi segala keraguan dan kegoncangan, serta berusaha mengosongkan hati dari segala hal kecuali ditujukan semata kepada Allah. Kemudian, agar terbuka hati kita bahwa tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah, tidak ada daya kecuali daya Allah, dan tidak ada keinginan kecuali keinginan mengabdi kepada Allah. Ketika itu, akan bertemulah ruh dengan sebuah hakikat yang menjadi landasan tegaknya tashawwur (pandangan) yang benar."

Uraian di atas saya kira cukup menjelaskan bahwa berbagai cobaan hidup sesungguhnya akan mengajarkan kita banyak hal, betapa kekuasaan Allah SWT mutlak sehingga manusia terbebas dari penyakit kesombongan yang akan membinasakan dirinya, bersandar semata kepada Allah SWT dan tidak kepada dunia yang sesungguhnya begitu lemah dan pasti akan musnah.

Cobaan hidup juga menjadikan kita mengoreksi perbuatan yang telah kita lakukan sehingga kita bisa memperbaikinya, menyadarkan kesalahan yang telah kita lakukan sehingga kita kembali ke jalan hidup yang benar, cobaan hidup juga akan menempa jiwa dan hati kita sehingga keimanan di dalamnya semakin kokoh yang memampukan kita untuk bersabar menghadapi segala tantangan kehidupan yang menghadang hingga meningkat kualitas kemanusiaan dan penghambaan diri kita dihadapan Allah SWT.

Walloohu a’lam bishshowwaab
sumber:harian jogja

Air Mata Kehidupan

16/10/2011
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi.
Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti…." Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya.

"Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah menjawab, "Semua wanita memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban
yang bisa diberikan ayahnya.

Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"

Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita, Aku
membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh
beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa.

Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau
sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya.

Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan
menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling
menyayangi.

Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air
mata ini adalah air mata kehidupan".

Sumber : Kisah - kisah Hikmah

SEBUAH KISAH CINTA YANG TERSAMPAIKAN

13/10/2011
Pemuda itu hanya termangu diam disamping pohon kurma ditepi padang pasir di kota madinah. Betapa
hatinya tergoncang manakala dia tahu bahwa wanita itu akan dipersunting oleh sahabat seniornya sendiri yang bernama Abu Bakar. Seorang sahabat yang tidak diragukan lagi kesetiaannya pada rasul. Sahabat senior yang menemani rasul saat berhijrah dan pria soleh itu pula yang menyumbangkan seluruh hartanya untuk Islam ini tanpa sisa sedikitpun.

Ia mencoba untuk tetap tersenyum. Sejak dari dulu seharusnya ia sadar harus menepis apa yang dirasakannya itu, cukuplah hanya sebatas kagum kepada wanita ahli surga yang juga putri dari orang yang sangat dikasihinya. Akhirnya ia putuskan untuk menyimpan didalam hatinya saja. Cukup dia dan Allah yang tahu. Apalagi sekarang sudah ada Abu Bakar, sekarangpun ia bisa tenang karena ada lelaki yang lebih siap dan lebih baik darinya yang meminang bidadari dunia itu.

Dialah Ali Bin Abi Thalib. Seorang pemuda yang cerdas dan bahkan Nabi pun memuji karena
kecerdasannya itu sendiri. Butiran pasir terus beterbangan dengan indahnya dipadang pasir tempat
pemuda itu merenung. Tak berapa lama kemudian, tersiarlah kabar bahwa lamaran Abu Bakar ditolak oleh rasul. Entah seperti ada setetes embun yang menyejukan hatinya. Ternyata harapan itu masih ada. Maka dia mencoba merekatkan kembali puing- puing harapannya kembali untuk membangun nyali
keberanian dan semangatnya lagi untuk bertemu sang rasul. Ia pikir setiap manusia memang layak
mendapatkan kesempatan kedua.

Tapi ternyata ia terlambat. Ada seorang sahabat senior kembali yang mendahului geraknya untuk
meminang wanita solehah itu. Dia bernama Umar Bin Khatab. Ali menelan kepahitan sekali lagi. “Apa yang kurang dari Umar?” Ia adalah lelaki yang sangat kuat imannya bahkan sampai setan yang bertugas menggodanya pun sangat takut dengannya. “Mungkin dialah orang yang dicari rasul”, kata
hatinya. Sebagai seorang manusia, ia mencoba merasionalisasikan pikirannya kembali. Ya,
sebenarnya itu dia lakukan agar ia bisa tenang didalam hatinya untuk tetap dapat berdzikir ikhlas kepada Allah. Tidak ada alasan untuk menolak lelaki kuat seperti diri Umar Bin Khatab. Tapi lagi-lagi Allah berkehendak lain. Lamaran Umar pun ditolak oleh rasul. Entah si cerdas itu setengah percaya atau setengah tidak, tapi yang pasti itulah
yang terjadi.

Siapakah sebenarnya yang rasul cari. Apakah keimanan sang Abu Bakar dan Umar Bin Khatab beserta kekayaannya masih belum cukup bagi rasul? Didalam kamarnya, wanita ahli syurga itu masih bisa tenang dan berpikir. Fatimah belum mengerti maksud ayahnya. Sudah dua lelaki soleh yang ditolak. Fatimah tidak tahu apakah ayahnya dapat membaca isi hatinya atau tidak. Tetapi sebenarnya Fatimah saat ini pun memendam decak-decak kagumnya kepada seorang pemuda soleh diluar sana.
Seorang pemuda yang sangat luar biasa keimanannya, yang lidahnya terus dibasahi oleh dzikir-dzikir cinta kepada Allah.

Saat ini, seandainya dia mau, mungkin ia dapat dengan mudah mengisahkan perasaannya pada ayahnya yang sangat menyayanginya. Namun karena kesucian dirinya, sepenuh jiwanya berjihad menahan perasaannya kepada pemuda yang bernama Ali Bin Abi Thalib itu. Disekitar padang pasir sana masih sering terlihat Ali yang sedang merenung, namun Ali tampaknya kini sudah lebih kokoh. Walaupun ia sudah tahu bahwa Umar kini mencoba meminang diri Fatimah. Baginya, kecintaan kepada seorang insan tidak akan bisa mengalahkan rasa cinta murninya kepada Allah. Karena Allah mudah sekali membolak-balikan hati seorang hambanya. Maka tak perlulah ia terlalu gusar, karena satu yang ia fahami. Bahwa kematian, rezeki dan pasangan hidup telah diputuskan sebelum ia lahir ke bumi ini oleh pencipta dirinya. Tampak sekawanan pemuda Anshar itu tergopoh- gopoh menuju ketempat Ali berada. Raut wajah mereka tampak senang sekali seakan-akan ingin menyampaikan kabar gembira kepada Ali.
Ali mengira bahwa mereka akan menyampaikan kabar gembira bahwa rasul telah menyambut seruan Umar Bin Khatab untuk mendampingi wanita itu. Kalaupun benar kabar itu, kini ia telah siap menerima kabar itu. “Rasul menolak pinangan dari Umar, Ali”, teman Ansharnya berkata kepada dirinya. “Ali, mungkin engkaulah yang dinanti sang Rasul”, temannya kembali menegaskan. Ali terdiam sejenak. Mungkin ia bisa senang saat ini, tapi ia masih bertanya-tanya, siapakah sebenarnya yang dicari lelaki agung itu, apakah benar dirinya. ”Ah tak mungkin”, keras hatinya. “Engkau adalah pemuda yang soleh dan selalu menjaga dzikirmu kepada Allah, mungkin rasul sangat menginginkanmu datang kepadanya”, temannya mencoba terus mendorong.

Ada celah-celah langit hatinya yang bersinar kembali, setelah awan ketidakyakinan menutupi relung jiwanya. “Inikah kesempatan keduaku?” Ali mencoba memantapkan keyakinannya kembali. Saat itu pula Ali belum yakin apakah ia akan memenuhi celah langit didalam hatinya. Namun berkat dorongan teman-teman dan kemantapan hatinya akhirnya ia temui lelaki agung itu, Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasalam.

Suasana rumah rasul hening untuk sesaat. Mungkin saat itulah yang paling mendebarkan didalam hidup Ali Bin Abi Thalib, seorang pemuda yang kini mencoba meminang diri Fatimah Az Zahra. Fatimah pun dengan segenap ketegangannya berada dibalik tabir kamarnya mendengar secara sayup-sayup percakapan mereka berdua. Tiba-tiba mulut rasul mulai mengeluarkan kata-kata “Ahlan wa Sahlan wahai Ali”. Kata-katanya cukup sampai disana. Tidak kurang dan tidak lebih. Apakah itu pertanda Iya atau Tidak itu masih belum jelas.

Makna kalimat yang begitu luas seperti lautan tadi membuat Ali disana dan Fatimah didalam kamarnya tenggelam pada kebingungan. Lambat-laun akhirnya Ali faham maksud dari sang rasul. Namun kini ia sampai pada pertanyaaan yang sangat menohok tenggorokannya. “Apakah mahar yang kau bisa berikan Ali kepada anakku Fatimah?”. Suasana menjadi hening kembali. ia coba merangkai- rangkai alasan untuk tidak menjawabnya secara langsung.

Meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap- siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas
pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Akhirnya dia hanya bisa berkata bahwa hanya baju perang tua kesayangannya lah yang dapat ia jadikan mahar untuk meminang wanita yang dikaguminya itu. Dan dengan ekspresi senangnya, rasul pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Ali. Dan akhirnya dua tali kekaguman yang tak tersampaikan itupun mampu terlilit kuat dan rapi.

Allah lah yang melilitkan ikatan cinta suci itu. Inilah kisah kesabaran dan ketegaran Ali, sahabatku, Kisah ini terus menjadi inspirasi untuk setiap insan beriman yang ingin menjaga hatinya. Betapapun kamu kagum kepada seseorang, Allah pasti tahu itu. Maka izinkanlah hatimu itu untuk menjaganya kawan.

Senandung Mutiara Hikmah

KEUTAMAAN DZIKIR kepada ALLAH

13/10/2011
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya.” [QS Al Ahzab 33:41]
Tidak berzikir akan mengakibatkan seseorang
jadi orang yang rugi.

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat
Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS Al
Munaafiquun 63:9]

Allah mengingat orang yang mengingatNya.
“Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al
Baqarah:152]

Orang yang beriman selalu ingat kepada Allah
dalam berbagai keadaan :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
[QS Ali ‘Imran 3:190-191]

Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.” [QS 13:28]
Menyebut Allah dapat membawa ketenangan
dan menyembuhkan jiwa :
Menyebut-nyebut Allah adalah suatu penyembuhan
dan menyebut-nyebut tentang manusia adalah
penyakit (artinya penyakit akhlak). (HR. Al-Baihaqi)
Nabi berkata: Tiada amal perbuatan anak Adam
yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah
daripada zikrullah. (HR. Ahmad)

Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, kalau
kamu selamanya bersikap seperti saat kamu ada
bersamaku dan mendengarkan zikir, pasti para
malaikat akan bersalaman dengan kamu di tempat
tidurmu dan di jalan-jalan yang kamu lalui. Tetapi,
wahai Hanzhalah (nama seorang sahabat)
kadangkala begini dan kadangkala begitu. (Beliau
mengucapkan perkataan itu kepada Hanzhalah
hingga diulang-ulang tiga kali). (HR. Tirmidzi dan
Ahmad)

Perumpamaan orang yang berzikir kepada
Robbnya dan yang tidak, seumpama orang hidup
dan orang mati (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi berkata: ” Nyanyian dan permainan hiburan
yang melalaikan menumbuhkan kemunafikan
dalam hati, bagaikan air menumbuhkan
rerumputan. Demi yang jiwaku dalam
genggamanNya, sesungguhnya Al Qur’an dan zikir
menumbuhkan keimanan dalam hati sebagaimana
air menumbuhkan rerumputan” (HR. Ad-Dailami)

Nabi berkata: ”Maukah aku beritahu amalanmu
yang terbaik, yang paling tinggi dalam derajatmu,
paling bersih di sisi Robbmu serta lebih baik dari
menerima emas dan perak dan lebih baik bagimu
daripada berperang dengan musuhmu yang kamu
potong lehernya atau mereka memotong lehermu?
Para sahabat lalu menjawab, “Ya.” Nabi Saw
berkata,”Zikrullah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Seorang sahabat berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak
bagiku. Beritahu aku sesuatu yang dapat aku
menjadikannya pegangan.” Nabi Saw berkata,
“Biasakanlah lidahmu selalu bergerak menyebut-
nyebut Allah (zikrullah).” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Nabi berkata: Sebaik-baik zikir dengan suara
rendah dan sebaik-baik rezeki yang secukupnya.
(HR. Abu Ya’la)

Di antara ucapan tasbih Rasulullah Saw ialah :
“Maha suci yang memiliki kerajaan dan kekuasaan
seluruh alam semesta, Maha suci yang memiliki
kemuliaan dan kemahakuasaan, Maha suci yang
hidup kekal dan tidak mati.” (HR. Ad-Dailami)
“Dua kalimat ringan diucapkan lidah, berat dalam
timbangan dan disukai oleh Allah yaitu kalimat:
“Subhanallah wabihamdihi, subhanallahil
‘Adzhim” (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya,
Maha suci Allah yang Maha Agung). (HR. Bukhari)
Allah memerintahkan orang yang beriman untuk
berzikir (mengingat dan menyebut nama Allah)
sebanyak-banyaknya:

Nabi berkata: ”Ada empat perkara, barangsiapa
memilikinya Allah akan membangun untuknya
rumah di surga, dan dia dalam naungan cahaya
Allah yang Maha Agung. Apabila pegangan
teguhnya “Laailaha illallah”. Jika memperoleh
kebaikan dia mengucapkan “Alhamdulillah”, jika
berbuat salah (dosa) dia mengucapkan
“Astaghfirullah” dan jika ditimpa musibah dia
berkata “Inna lillahi wainna ilaihi roji’uun.” (HR. Ad-
Dailami)

Nabi berkata: Wahai Aba Musa, maukah aku
tunjukkan ucapan dari perbendaharaan surga? Aku
menjawab, “Ya.” Nabi berkata, “La haula wala
Quwwata illa billah.” (Tiada daya upaya dan tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (HR.
Ibnu Hibban dan Ahmad)

Di antara zikir yang utama adalah Laa ilaaha
illallahu (Tidak ada Tuhan selain Allah)
“Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
‘Zikir yang paling utama adalah Laa ilaaha
illallahu” [HR Turmudzi]

‘Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata
bahwa kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa
Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah,
dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan
kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) itu lebih
kusukai daripada apa yang dibawa oleh matahari
terbit.’ (HR Bukhari dan Muslim)


[''Senandung Mutiara Hikmah'']

BAGAIMANA PENULISAN AAMIIN YANG BENAR???

12/10/2011
Bagaimana penulisan amin yang benar? Ada yang menulis “amin“, “amiin”, “aamin” bahkan tidak jarang juga ada yg menulis “Amien” Seperti kita ketahui Lafaz Aamiin diucapkan didalam dan diluar salat, diluar salat, aamiin diucapkan oleh orang yang mendengar doa orang lain.
Aamiin termasuk isim fiil Amr, yaitu isim yang mengandung pekerjaan. Maka para ulama jumhur mengartikannya dengan Allahummas istajib (ya Allah ijabahlah). Makna inilah yang paling kuat dibanding makna-makna lainnya seperti bahwa aamiin adalah salah satu nama dari asma Allah Subhanahu wata ’alaa.

Membaca aamiin adalah dengan memanjangkan a (alif) dan memanjangkan min, apabila tidak demikian akan menimbulkan arti lain.

Dalam Bahasa Arab, ada empat perbedaan kata “AMIN” yaitu :
1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM
2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN
3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA
4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI

jika akhi dan ukhti memahami bahasa arab...silahkan tulis kata kata itu dalam tulisan arab..maka maknanya akan berbeda..maka dari itu ulama yg mempelajari Alquran dan hadits hati hati..karana jika salah..maka maknanya akan lain..dan bisa menimbulkan salah paham.

Terus Bagaimana dengan pengucapan/Penulisan “ AMIEN“ ???
Sebisa mungkin untuk yang satu ini (Amien) dihindari, karena Ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala (Paganisme) setelah do’a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno:
Amin-Ra (Arab)atau orang Barat menyebutnya Amun-Ra)
Marilah kita biasakan menggunakan kaidah bahasa yang benar dan jangan pernah menyepelekan hal yang sebenarnya besar dianggap kecil.

kata kata ini terlihat sederhana..dan mudah ditulis..namun jika salah dalam penempatannya..maka ia tak sesuai dengan maksud..misalnya Do`a..ini sekedar..info..mudahan mudahan bisa kita perbaiki..

AL MAULANA (NASEHAT WANITA MUSLIMAH)

Kemurahan yang Terlupakan

10/10/2011
Suatu hari saya ngobrol dengan seorang teman ditempat kami bekerja. Rupanya ia kehausan, dan kemudian mengambil segelas air putih yang memang tersedia diruangan tersebut. Seteguk demi seteguk dia nikmati air minum tersebut. Kemudian dia bergumam spontan : sungguh nikmat sekali minum air putih selagi haus.

Mendengar gumaman itu saya jadi merasa aneh sendiri. Ada sesuatu yang janggal dengan ungkapannya. Ia merasakan nikmat minum air putih, ketika sedang dalam keadaan sangat haus. Spontan saya pun bertanya : seandainya sedang tidak haus, apakah air putih itu menjadi tidak nikmat ?? Teman saya kemudian menjawab dengan spontan : Tentu saja tidak senikmat ini. Ia menjawab dengan penuh yakin. Saya tambah kepikiran dan merenung. Kalau tidak haus, maka air putih itu rasanya tidak nikmat. Jika sedang haus, maka air putih yang sama itu rasanya akan menjadi nikmat. Sungguh menarik juga pernyataan teman saya itu.

Jika pernyataan teman saya tadi dapat dibenarkan oleh pendapat umum, maka ada sesuatu yang sangat menarik, yang mungkin tidak pernah terperhatikan sebelumnya. Yaitu : yang menjadi sebab nikmatnya air ternyata bukan rasa air itu sendiri melainkan karena adanya rasa haus. Jadi terasa aneh dan luar biasa.

Berarti rasa haus itu lebih mendassar daripada rasa air. Oleh karena itu yang harus kita cari bukanlah rasa air melainkan rasa haus. Bukankah dengan rasa haus itu kita jadi bisa merasakan nikmatnya segelas air putih. Saya jadi terkejut sendiri. Berarti yang namanya rasa haus itulah sebenarnya yang menjadi penentu nikmat tidaknya seseorang ketika meminum air. Maka rasa haus sebenarnya adalah karunia Allah yang sangat besar kepada kita ummatnya.

Jika hal ini kita teruskan, maka kita akan menemukan sesuatu yang lebih aneh dan luar biasa. Jika rasa lapar adalah rasa yang menyebabkan seseorang menjadi nikmat makan, berarti rasa lapar adalah juga merupakan karunia dan kemurahan Allah SWT. Jika sakit adalah yang menyebabkan seseorang dapat menikmati masa sehatnya, maka sakit juga merupakan karunia dan kemurahan Allah SWT.

Rasa haus, lapar, dan rassa sakit ternyata adalah kemurahan Allah kepada kita hamba – hambanya. Tetapi mampukah kita melihatnya?? Mampukah ketika kita merasa haus kita berucap syukur Alhamdulillah. Karena bukankah itu adalah kemurahan dari Allah yang sangat mahal?? Bisakah ketika lapar, kita juga tersenyum seraya berbisik dengan mengucapkan Alhamdulillah. Sebab kita tahu bahwa lapar juga merupakan kemurahan dari Allah. Dan ketika kita sedang sakit mampukah kita dengan tulus ikhlas melantunkan kalimat indah Alhamdulillah.

Subhanallah, ketika kita sehat bertemu dengan Allah, kita s akitpun bertemu dengan Allah. Kita kenyang bertemu dengan Allah, kita laparpun bertemu dengan Allah. Sungguh setiap saat kita akan berjumpa dengan kasih sayang Allah SWT.

Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah : 115)

Wasiat Agung untuk Wanita Muslimah

10/10/2011
Wahai kaum perempuan,

Jagalah diri kalian dari kemewahan hidup,
Karena kemewahan adalah musuh berbisa Jihad
Kemewahan akan memalingkan
dan membelokkan jiwa kemanusiaan

Hati-hatilah terhadap kenikmatan hidup
Cukuplah dengan makan yang perlu-perlu saja

Didiklah anak-anak kalian
dengan kehidupan yang berat dan keras,
dengan sifat kejantanan dan kepahlawanan
serta berkemauan untuk Jihad

Jadikanlah rumah kalian sebagai kandang singa,
bukannya kandang ayam,
yang setelah gemuk dijadikan sembelihan
oleh penguasa durhaka.

Tanamkanlah dalam jiwa putra-putra kalian
hobby dan kecintaan berjihad
Mencintai pacuan kuda
dan bertamasya ke medan pertempuran.

Hiduplah dengan selalu menghayati kesulitan kaum muslimin.
Usahakan minimal sekali dalam satu pekan
Untuk hidup seperti hidupnya kaum Muhajirin dan Mujahidin
Hanya dengan sepotong roti kering dan tidak lebih
Beberapa teguk air teh sebagai pembasah tenggorokan.

Abdullah Azzam

SEPENGGAL WASIAT GENERASI SALAF KEPADA PUTRINYA SAAT MENIKAH

Sebuah nasehat penuh makna dari seorang Ibu kepada putrinya saat menikah:

Amamah bintu Al-Harits berpesan kepada putrinya ketika mengantarkan putrinya kepada suaminya, dia mengatakan:

“Wahai putriku…!

Seandainya wasiat itu jika ditinggalkan akan menjadi lebih beradab dan lebih luhur, niscaya aku akan menyingkirkannya darimu. Akan tetapi wasiat adalah penggugah ingatan bagi orang yang mulia dan penolong bagi orang yang berakal.
08/10/2011
Wahai putriku…!

Kalau seandainya wanita tidak butuh kepada suami, niscaya kedua orang tuanya akan menjadi kaya dan lebih membutuhkan kepadanya. Niscaya aku orang yang tidak butuh akan hal itu. Akan tetapi untuk laki-laki wanita diciptakan dan untuk wanita laki-laki diciptakan.

Wahai putriku…!

Jagalah sepuluh perilaku:

Pertama dan Kedua : Bersahabat dengan sifat qana’ah dan bergaul dengan membaguskan pendengaran dan ketaatan. Sebab dalam sifat qana’ah terdapat ketenangan dan ketenteraman hati,dan dalam ketaatan terdapat keridhaan Allah ‘azza wajalla.

Ketiga dan Keempat : Perhatikanlah tempat yang menjadi sasaran matanya dan carilah tempat penciuman hidungnya! Jangan sampai matanya melihat pemandangan buruk darimu! Dan jangan sampai hidungnya mencium darimu kecuali bau yang paling wangi!

Kelima dan Keenam : Carilah waktu yang tepat untuk makannya dan tenanglah ketika dia tengah tidur! Sebab panasnya dahaga menimbulkan rasa haus/lapar dan lelapnya tidur menimbulkan kemarahan.

Ketujuh dan Kedelapan : Janganlah kamu tamak terhadap hartanya dan jagalah kehormatan dan keluarganya. Aturlah urusan dalam masalah harta dengan pengaturan yang baik, dan dalam masalah keluarga dengan penghormatan yang luhur!

Kesembilan dan Kesepuluh : Janganlah menyebarkan rahasianya dan jangan mendurhakai perintahnya! Sebab, kalau kamu menyebarkan rahasianya, maka kamu tidak akan merasa aman dari pengkhianatannya. Dan apabila kamu mendurhakai perintahnya niscaya akan menimbulkan kemarahannya” (Ahkamun Nisa, Ibnul Jauzi hal 80)

Semakin kamu mengagungkannya semakin besar pula penghormatan dia kepadamu. Semakin kamu sering mencocokinya semakin bagus pula kelembutannya padamu.

Ketahuilah…!

Kamu tidak akan mampu melakukan hal itu hingga kamu lebih mengutamakan keinginannya di atas keinginanmu, dan ridhanya di atas keridhaanmu, baik dalam hal yang kamu sukai maupun yang engkau benci.

Hati-hati kamu, jangan sampai bergembira di hadapannya tatkala dia sedih, dan jangan merasa sedih di hadapannya tatkala dia sedang bergembira.’

————————————————————————————————-

Tatkala Ibnul Ahwash mengantarkan putrinya, Nailah kepada Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, dimana beliau telah mempersuntingnya, dia pun dinasehati oleh ayahnya :

“Wahai putriku…! Sesungguhnya kamu akan datang kepada wanita di antara wanita-wanita Quraisy, dimana mereka lebih lihai darimu dalam berhias, Maka jagalah pesan dariku dua hal : Pakailah celak dan berhiaslah dengan air hingga baumu seperti bau qirbah ( alat-alat yang terbuat dari tanah) terguyur air hujan!”

————————————————————————————————-

‘Ummu Mu’aasharah menasehati putinya dengan beberapa nasehat berikut ini, dalam keadaan telah bercampur perasaan harunya denga tetesan air mata :

“Wahai putriku….!

Kamu akan menyongsong kehidupan yang baru….

Kehidupan yang tidak ada tempat padanya bagi ayah dan ibumu atau salah seorang dari saudarimu….

Esok hari engkau akan menjadi sahabat bagi suamimu, dimana dia tidak menginginkan ada seorang pun yang turut serta memilikimu, meskipun dari darah dagingmu sendiri.

Jadilah istri baginya wahai putriku…!

Jadilah kamu tempat tinggal baginya, kemudian jadikanlah dia merasa bahwa dirimu segala sesuatu dalam kehidupannya, kamu adalah segala sesuatu dalam dunianya! Ingatlah selalu, bahwa laki-laki mana saja-lelaki dewasa- sedikit kalimat manis saja telah membahagiakannya. Janganlah kamu menampakkan imej bahwasanya dengan dia menikahimu berarti dia telah menghalangimu dari keluarga dan keluargamu! Sebab perasaan yang seperti itu juga dirasakan olehnya, dia juga meninggalkan rumah dan kedua orang tuanya, dan meninggalkan keluarganya dikarenakan kamu. Hanya saja, perbedaan antara dia dengan kamu adalah perbedaan antara laki-laki dan wanita. Sedang wanita selalu ingin dekat dengan keluarganya, dekat dengan rumahnya, tempat lahir, tempat dia tumbuh, berkembang dan belajar….Akan tetapi, mau tidak mau ia harus mempersiapkan diri untuk menyongsong kehidupan yang baru ini. Mau tidak mau,dia harus merancang kehidupannya bersama laki-laki yang kini telah menjadi suami dan pemimpin baginya, serta ayah dari anak-anaknya. Inilah duniamu yang baru….!

Wahai putriku….!

Inilah kehidupanmu sekarang ini dan yang akan datang. Inilah keluargamu yang kamu rintis bersama-sama suamimu. Adapun ayahmu, dia telah berlalu. Bukan berarti aku menuntutmu untuk melupakan ayah, ibu, dan saudara-saudaramu, sebab mereka tidak akan pernah melupakanmu selama-lamanya wahai kekasih hatiku…! Bagaimana mungkin seorang ibu bisa melupakan potongan hatinya, akan tetapi aku menuntutmu agar kamu mencintai suamimu, kamu hidup untuknya dan agar kamu membahagiakan kehidupanmu bersamanya…!”

————————————————————————————————-

Demikian pula ada seorang wanita yang telah menasehati putrinya, dia berpesan : “Wahai putriku….! Jangan lupa menjaga kebersihan jasmanimu! Sebab kebersihan badanmu akan menyebabkan suamimu lebih cinta kepadamu. Dan kebersihan rumahmu, niscaya akan lapang dadamu, bagus perangaimu, bersinar wajahmu, dan menjadikan kamu cantik, dicintai dan dimuliakan suamimu, dan dipuji oleh keluarga,teman, saudara-saudaramu, serta orang-orang yang mengunjungimu. Setiap orang yang melihat kebersihan badan dan rumahmu akan merasa sejuk jiwanya dan merasa senang hatinya”

Sumber : Bingkisan untuk kedua mempelai, Abu ‘Abdirrahman Sayyid bin ‘Abdirrahman Ash-Shubaihi hal 307-311

Makna Yang Tergerus Masa

05/10/2011
Ada sebuah fenomena unik yang kini sering sekali terjadi di sekitar kita. Tentu kita setidaknya pernah beberapa kali mendengar orang-orang non-muslim begitu akrab dengan kalimat-kalimat Islami dan pujian kepada Allah, seperti Alhamdulillah, Insya Allah, bismillah, dan Assalamualaykum. Mereka dengan spontannya mengucap Insya Allah ketika berjanji. Dengan tanpa beban berucap salam ketika bertemu, mengucap basmallah ketika memulai pekerjaan, atau mengucap hamdalah ketika mendapat kebahagiaan.

Ada beberapa sudut pandang yang bisa kita pakai dalam memaknai fenomena ini. Hal yang harus kita syukuri adalah bahwa umat Islam ternyata sudah akrab dengan kalimat-kalimat Islami ini sehingga orang-orang non-muslim ikut latah menggunakannya dalam kehidupan keseharian mereka secara refleks.

Namun, di satu sisi, ada hal lain yang harus coba kita renungi. Sangat mungkin fenomena ini terjadi karena kita telah kehilangan (atau menghilangkan?) makna dari kalimat-kalimat Islami yang kita ucapkan tadi. Salam yang memiliki makna begitu besar, kini seperti tereduksi menjadi tanpa beda dengan ucapan selamat pagi, halo, dan seterusnya.

Kalimat Insya Allah pun sekarang telah sering disalahartikan dan disalahgunakan. Seharusnya jika sebuah janji sudah kita labeli dengan kata Insya Allah, yang harus kita lakukan adalah benar-benar berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menepatinya. Bukan malah menjadikan kalimat Insya Allah sebagai apologi untuk tidak menepati janji. Ketika ditanya kenapa tidak menepati janji, dengan entengnya kita menjawab : Kan aku bilang, Insya Allah. Kalau nggak jadi ya berarti Allah nggak mengizinkan.

Demikian juga dengan ucapan lainnya seperti hamdalah dan bismillah. Kita mengucapkannya tanpa memahami maknanya, tanpa nyawa. Ucapan dahsyat itu kemudian menjadi mati tanpa makna di ujung bibir kita.

Kalimat mulia yang seharusnya menjadi pembeda kita umat Islam dengan umat non–Islam menjadi tanpa fungsi. Kita tetap tidak punya beda dengan mereka. Sama saja. Mereka juga mengucapkan kalimat-kalimat tersebut tanpa nyawa, tanpa makna. Hamdalah bagi mereka hanyalah kata lain untuk pekikan hore ketika mendapt kebahagiaan. Insya Allah bagi mereka hanyalah sebuah kosakata baru yang cocok ditempatkan sebagai pengiring sebuah janji. Salam bagi mereka hanya sebuah alternatif untuk menyapa. Tanpa nyawa, tanpa makna.

Hal ini jelas bukan suatu hal yang patut dibiarkan begitu saja. Kalimat-kalimat tersebut harus kembali mendapatkan ruh dan nyawanya. Kalimat-kalimat itu harus kembali menjadi pembeda, mejadi karakter umat Islam. Ia harus terucap dari hati yang paham makna, bukan dari hati yang lalai yang membuat kalimat itu hanya sebatas lip service saja, sebuah pemanis bibir.

Kesungguhan kita dalam menggunakan dan memaknai ucapan-ucapan kita akan terlihat jelas. Mana salam yang diucapkan karena kita memang ingin mendoakan keselamatan pada saudara kita, atau sekadar salam basa-basi untuk menyapa supaya terkesan lebih Islami. Kalimat bismillah yang terucap karena ingin mendapat barakah dan kemudahan dari pekerjaan yang akan dilakukan akan terasa berbeda. Ucapan hamdallah ketika mendapat kebahagiaan akan bagitu nyata bedanya jika diiringi tekad untuk menjadikan nikmat itu sebagai sarana untuk memberi kebaikan pada sekitar kita, sebagai bentuk syukur kepada-Nya.

Apa yang keluar dari hati pada kedalaman makna akan menjelma tetes embun pagi yang menyegarkan setiap pendengarnya, yang menentramkan jiwa, yang menghentakkan gelora semangat di dada. Dan itulah ucapan seorang muslim. Setiap kata dari mulutnya adalah mutiara. Tiada keluar dari bibirnya kecuali kata-kata indah berlumur kebaikan. Dan itu pula yang seharusnya menjadi ucapan kita. Bukankah kita muslim?

Purwokerto, 20 Maret 2010 (05.55 WIB)
Aditya Putra Priyahita

BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN

03/10/2011
Oleh : Dr. ‘Aidh al-Qarni
Wahai manusia,
Setelah lapar ada kenyang,
Setelah haus ada kepuasan,
Setelah bergadang ada tidur pulas,
Dan setelah sakit ada kesembuhan.

Setiap yang hilang pasti ketemu,
Dalam kesesatan akan datang petunjuk,
Dalam kesulitan ada kemudahan,
Dan setiap kegelapan akan terang benderang.

“Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan
(kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya.”
(QS. Al-Maidah: 52)

Sampaikan kabar gembira kepada malam hari
Bahwa sang fajar pasti datang mengusirnya
dari puncak-puncak gunung dan dasar-dasar lembah.

Kabarkan juga kepada orang yang dilanda kesusahan,
Bahwa pertolongan akan datang secepat kelebat cahaya dan kedipan mata.

Kabarkan juga kepada orang yang ditindas,
Bahwa kelembutan dan dekapan hangat akan segera tiba.

Saat Anda melihat hamparan padang sahara
yang seolah memanjang tanpa batas,
Ketahuilah bahwa dibalik kejauhan itu
terdapat kebun yang rimbun penuh hijau dedaunan.

Ketika Anda melihat seutas tali meregang kencang,
Ketahuilah bahwa, tali itu akan segera putus.

Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman,
Ketakutan akan berakhir dengan rasa aman,
Dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.



Kobaran api tidak mampu membakar tubuh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Dan itu, karena pertolongan Ilahi membuka “jendela” seraya berfirman:
“Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”
(QS. Al-Anbiya’ : 69)

Lautan luas tak kuasa menenggelamkan Kalimur Rahman (Musa ‘Alaihissalam).
Itu, karena suara agung kala itu telah bertitah,
“Sekali-kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya, Rabb-ku besertaku,
kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
(QS. Asy-Syu’ara: 62).

Ketika bersembunyi dari kaum kafir dalam sebuah gua,
Nabi Muhammad Saw yang ma’shum mengabarkan kepada Abu Bakar
bahwa Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Tinggi ada bersama mereka.
Sehingga, rasa aman, tentram dan tenang pun datang menyelimuti Abu Bakar.

Mereka yang terpaku pada waktu yang terbatas
dan pada kondisi yang (mungkin) sangat kelam,
Umumnya hanya akan merasa kesusahan, kesengsaraan,
dan keputusasaan dalam hidup mereka.
Itu, karena mereka hanya menatap dinding-dinding kamar
dan pintu rumah-rumah mereka.
Padahal, mereka seharusnya menembuskan pandangan sampai kebelakang tabir
dan berpikir lebih jauh tentang hal-hal yang berada di luar pagar rumahnya.

Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun,
Karena setiap keadaan pasti berubah.

Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar.
Betapapun, hari demi hari akan terus bergulir,
Tahun demi tahun akan selalu berganti,
Malam demi malam pun datang silih berganti.
Meski demikian, yang gaib tetap tersembunyi,
Dan sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifat-Nya.
Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua.
Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan.

Wallahu a’lam,
Semoga bermanfaat.

(Sumber: La Tahzan)

Indahnya Saling Memberi

o1/10/2011
Zaman kini semakin bertambah maju. Demikian ungkapan tentang zaman sekarang ini. Secara umum hal ini diakibatkan oleh keadaan masyarakat kita. Kondisi sekarang memang relative lebih baik di banding zaman dahulu… sebut saja era 1990an. Ketika itu dari sekian keluarga yang ada ditempat saya berada, yang mempunyai televise hanya ada 6 orang saja. Sehingga kalu ada pertandingan sepak bola dunia misalnya, atau ada pertandingan tinju kelas dunia, atau acara menarik lainnya yang ada di televise, sebagian besar penduduk yang ingin melihat akan berbondong – bonding menuju rumah yang mempunyai televise tersebut.

Saya masih teringat kenangan itu. Sekitar satu jam sebelum pertandingan dimulai, saya dan para pemuda, bapak – bapak, dan ibu – ibu, serta tidak ketinggalan adek-adek, dan orang – orang tua sudah berjubel mencari tempat duduk yang enak didekat televise agar bisa melihat dengan jelas. Demikian sekedar gambaran betapa sekarang ini zaman sudah semakin maju. Kini, ditempat tinggal saya dulu setiap keluarga tidak satupun yang tidak mempunyai televise. Apakah rumah mewah yang didalamnya terdapat lebih dari satu televise, ataukah gubuk – gubuk kecil sederhana yang hanya punya satu ruangan saja, kini semua rumah telah ada televisinya. Sungguh zaman sudah berubah.
Bersamaan dengan kemajuan zaman, maka situasi dan kondisi juga berubah secara drastic dan mengejutkan. Tetapi perubahan demi perubahan itu menjadi tidak terasa karena kita semua mengikuti perubahan yang terjadi, sehingga terjadilah penyesuaian perubahan pada masing – masing orang.

Sebagai contoh sederhana, kita mengetahui bahwa bumi tempat kita berpijak ini bergerak mengelilingi matahari dengan kecepatan yang sangat tinggi yaitu sekitar 107.000 km/jam. Dan pada saat yang bersamaan pula bumi kita juga berputar pada sumbunya dengan kecepatan sekitar 1.600 km/jam. Baik secara revolusi maupun secara rotasi bumi mengalami perubahan posisi yang sangat cepat dan bermakna. Jawabannya adalah kare na kita mengikuti perubahan itu. Kita telah lengket dibumi tempat kita berpijak, disebabkan adanya gravitasi bumi. Dan kita berada pada posisi bebas, padahal bumi terus berputar dan bergerak dengan begitu cepat nya.

Kira kira apa yang akan terjadi?? Tentu kita manusia akan hancur berantakan dan ludes, karena akan tertabrak dan tertampar oleh ribuan bangunan dan ribuan bahkan mungkin jutaan pohon – pohon besar, gunung – gunung, dll, yang ada disekitar kita yang ikut berputar karena mengikuti rotasi bumi. Untung saja dengan penuh kasih saying-Nya Allah memberlakukan gravitasi bumi bagi manusia. Sehingga manusia tidak ikut berputar mengikuti rotasi bumi dengan nyaman.
Berhubungan dengan kemajuan zaman yang semakin modern ini, marilah kita simak sebuah kejadian lain.

Ternyata kehidupan disekitar kita semuanya juga berubah. Termasuk pasar tempat kita belanja. Yang dulu kita belanja dipasar tradisional, kini perilaku kita juga berubah. Kita kini sering belanja ditempat – tempat belanja modern yaitu di supermarket. Saat ini sudah demikian menjamur dan banyak bermunculan disetiap kota besar maupun kota kecil diseluruh pelosok negeri.

Jika kita bandingkan kedua pasar tersebut ada suatu perbedaan yang sangat mencolok dan cukup signifikan antara situasi pasar tradisional dengan supermarket sebagai pasar modern. Belanja disupermarket lebih praktis, lebih efektif, serta lebih bersih keadaannya. Sehingga waktu pun menjadi lebih efisien. Sehingga suasana belanja akan menjadi lebih nyaman. Disupermarket semua barang sudah ada label harganya. Sudah ditimbang sesuai dengan ukuranya. Tidak ada tawar menawar antara penjual dan pembeli, mungkin itulah ciri dari masyarakat modern. Semuanya serba cepat dan praktis.

Tetapi pada kondisi itu jika kita merenungkan dan kita cermati dengan seksama, ada sesuatu yang hilang. Mari kita kenang kembali, suasana ketika masing – masing dari diri kita pernah belanja dipasar tradisional yang sampai sekarangpun masih banyak dan sering kita jumpai. Sekitar tahun 2000-an pernah saya belanja dipassar pagi ditempat saya. Pada saat itu saat melihat suatu kejadian yang cukup menarik untuk saya bagikan lewat catatan ini. Yaitu seorang ibu setengah baya, membeli buah jeruk disalah satu penjual yang ada dipasar tersebut.

Setelah terjadi dialog kecil dalam proses jual beli yang cukup akrab, ibu tersebut menawar dengan harga tertentu. Selanjutnya sipenjual mengambilkan buah jeruk yang bagus – bagus sebanyak 10 buah ditambah satu. Sehingga buah jeruk yang dibeli menjadi sebelas buah dengan harga kesepakatan untuk sepuluh buah jeruk.

Ada 3 point penting yang cukup menarik untuk diperhatikan dalam proses jual beli tersebut, yang dipasar modern mungkin tidak pernah terjadi.
1. Niat baik sipenjual (yang sudah merupakan tradisi) memberi bonus kepada si pembeli.
2. Niat baik sipenjual ketika memilihkan buah yang bagus
3. Proses komunikasi yang sangat akrab dan saling menghargai yang terjadi antara penjual dan pembeli.

Dalam waktu yang hamper bersamaan terjadi pula disebelahnya sebuah kejadian yang tidak kalah menariknya. Seorang ibu muda membeli gula pasir sebanyak satu kilogram. Yang menarik adalah ketika si penjual menimbang gula pasir, daun timbanganya sangat mantap, melebihi berat 1 kg sebagai kesepakatan gula yang dibeli. Disini terjadi sebuah tradisi budaya yang sangat indah, yaitu budaya memberi dari seorang penjual kepada pembeli.

Dan yang lebih menarik lagi adalah, dikarenakan sipenjual mempunyai niat yang baik ketika melakukan proses penimbangan. Maka saya juga melihat sipembeli juga tidak mau kalah dalam hal berbuat baik. Ketika sipenjual berusaha mencari uang kecil sebagai uang kembaliannya dari jual beli tersebut, sipembeli tidak mau menerimanya.

Kata pembeli : Biarlah bu, tidak usah pakai uang kembalian. Toh, ibu juga telah memberi cukup banyak kelebihan timbangan gula ini untuk saya.

Kata penjual : Terimakasih bu, mohon keikhlasan hati ya !?!?

Balas pembeli: Owh, iya Bu, sama – sama.

Inilah sebuah adegan sederhana dalam proses jual beli dipasar tradisional yang sangat menarik dan sangat islami, yang tentu tidak akan kita jumpai di supermarket. Point yang yang menarik dari kejadian sederhana itu adalah :

1. Adanya niat baik sipenjual ketika memberi lebih banyak dari berat timbangan yang ditentukan.
2. Niat baik sipembeli ketika membalas pemberian sipenjual.
3. Permohonan maaf untuk saling mengikhlaskan
4. Terjadinya proses saling memberi yang sangat indah.

Saling memberi adalah kata kunci dalam sebuah kehidupan social yang sangat harmonis, islami, yang pada saat ini sudah semakin pudar dan semakin langka saja. Allah begitu menghargai orang – orang yang mempunyai semangat untuk memberi. Bahkan kata Allah dalam Alquran Al-Karim, salah satu sifat dari orang yang bertakwa adalah suka memberi, baik ia dalam kondisi senang maupun sedih.

Yaitu orang – orang yang menafkahkan hartanya, baik baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang – orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran:134).

Kejadian diatas tampak sederhana. Suatu peristiwa keseharian yang mungkin sepele dan merupakan hal yang rutin. Tetapi kalau diperhatikan dengan sesungguhnya, akan tampaklah keindahan yang sesungguhnya. Maka bagi seseorang yang beriman dia akan selalu merasa bahwa Allah Yang Maha Kuasa, ternyata selalu hadir dimana saja dan kapan saja untuk memberi pelajaran berharga kepada hamba-Nya.

Timur dan barat adalah kepunyaan Allah, oleh karena itu kemana pun kita hadapkan wajah, disana akan bertemu dengan Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas kekuasaan-Nya dan Dia Maha Mengetahui .. Subhanallah .... Allahu Akbar ..!!!!