28/10/2011
Hakikat kehidupan adalah medan ujian dan cobaan untuk membuktikan kualitas amal manusia di hadapan Tuhannya. Ini merupakan ketentuan yang berlaku sepanjang kehidupan dunia berlangsung. Perhatikanlah firman Allah SWT berikut ini:
"Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa yang paling baik amalnya?" (QS. al-Mulk/67:2)
"Dan sungguh, Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan "innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun" (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami pasti akan kembali kepadaNya)." (Qs. al-Baqarah/2:155-156)
Kesadaran akan hakikat dunia sebagai medan ujian pembuktian amal manusia di hadapan Allah SWT dan bahwa cobaan hidup adalah ketentuanNya yang pasti Dia berlakukan kepada hamba-hambaNya, penting kita miliki sehingga mampu menghadapi semua cobaan itu dengan kesabaran. Adakalanya cobaan tersebut berupa kejadian yang menyakitkan dan penderitaan, namun tidak jarang cobaan itu juga berupa hal-hal yang secara umum difahami sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan. Nabi Sulaiman adalah tipe manusia yang diberi cobaan hidup berupa kekayaan dan kekuasaan dan sukses menyikapinya dengan kualitas amal terbaik sebagai hamba Allah : bersyukur!
"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, 'Ini adalah karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau malah mengingkari nikmatNya? Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia’." (QS. an-Naml/27:40)
Sikap yang berbeda tampak pada Qarun yang juga mendapatkan cobaan berupa kekayaan. Ia merasa mampu melakukan segalanya dengan hartanya dan menolak perintah Tuhannya. Ia rendahkan manusia karena merasa mulia dengan kekayaannya. Ibadah ia tinggalkan, peringatan kebaikan ia abaikan. Harta telah membutakan mata hatinya.
Tanpa disadarinya, harta telah dipertuhankannya. Ya, ia telah menjadi hamba harta, bukan hamba Tuhannya, Allah SWT. Maka Allah SWT menghinakannya. Ia ditelan bumi hingga binasa bersama tumpukan hartanya. Simaklah kisah Qarun ini dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 76 sampai 84.
Model manusia lain yang juga diungkap oleh al-Qur’an adalah Fir’aun. Ia mewakili model manusia yang diberi cobaan berupa kekuasaan yang tinggi, namun kesombongan lah yang lebih mengemuka hingga ia pun binasa karenanya.
Allah SWT menenggelamkannya ke dalam samudera. Musnah sudah kekuasaannya yang tidak seberapa dibanding kekuasaanNya. Perhatikan kisah kejatuhan Fir’aun dari kekuasaannya akibat kesombongannya sendiri dalam surat al-Qashash ayat 38 sampai 42 dan surat Yunus ayat 90 sampai 92.
Makna Cobaan Hidup
Bukan peristiwa yang menentukan kualitas kemanusiaan kita di hadapan Allah SWT, namun kemampuan memaknainya secara positif dan menindaklanjutinya dengan ketaatan kepadaNya-lah yang akan menentukannya. Pemaknaan yang positif akan membuahkan sikap dan perilaku yang positif, begitu pula sebaliknya, pemaknaan secara negatif terhadap berbagai peristiwa hanya akan melahirkan sikap dan perilaku yang negatif pula.
Sebuah keberuntungan jika kita mampu memaknai setiap peristiwa dan kejadian secara positif, dan hanya kerugian saja jika sudut pandang negatif semata yang kita gunakan untuk memaknainya. Pemaknaan positif akan mengajarkan kita untuk melihat berbagai kesulitan hidup sebagai tantangan dan peluang untuk memperoleh kemuliaan.
Sedangkan pemaknaan yang negatif akan mengajarkan kita untuk melihat beragam kesulitan hidup tersebut sebagai kesialan dan kegagalan hingga menenggelamkan kita dalam kehinaan. Menarik sekali komentar yang dikemukakan oleh Asy-Syahid Sayyid Quthb rahimahullah tatkala menafsirkan ayat 155-156 surat al-Baqarah dalam kitab Tafsirnya Fii Zhilaalil Qur’aan:
"...Semakin berat ujian dan pengorbanan akan semakin meninggikan nilai akidah keyakinan dalam hati dan jiwa penganutnya. Bahkan makin besar penderitaan dan pengorbanan yang diminta oleh suatu akidah, bertambah berat juga seseorang untuk berkhianat atau meninggalkannya. Yang terpenting dari pelajaran di atas adalah kembalinya kita mengingat Allah ketika menghadapi segala keraguan dan kegoncangan, serta berusaha mengosongkan hati dari segala hal kecuali ditujukan semata kepada Allah. Kemudian, agar terbuka hati kita bahwa tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah, tidak ada daya kecuali daya Allah, dan tidak ada keinginan kecuali keinginan mengabdi kepada Allah. Ketika itu, akan bertemulah ruh dengan sebuah hakikat yang menjadi landasan tegaknya tashawwur (pandangan) yang benar."
Uraian di atas saya kira cukup menjelaskan bahwa berbagai cobaan hidup sesungguhnya akan mengajarkan kita banyak hal, betapa kekuasaan Allah SWT mutlak sehingga manusia terbebas dari penyakit kesombongan yang akan membinasakan dirinya, bersandar semata kepada Allah SWT dan tidak kepada dunia yang sesungguhnya begitu lemah dan pasti akan musnah.
Cobaan hidup juga menjadikan kita mengoreksi perbuatan yang telah kita lakukan sehingga kita bisa memperbaikinya, menyadarkan kesalahan yang telah kita lakukan sehingga kita kembali ke jalan hidup yang benar, cobaan hidup juga akan menempa jiwa dan hati kita sehingga keimanan di dalamnya semakin kokoh yang memampukan kita untuk bersabar menghadapi segala tantangan kehidupan yang menghadang hingga meningkat kualitas kemanusiaan dan penghambaan diri kita dihadapan Allah SWT.
Walloohu a’lam bishshowwaab
sumber:harian jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar