01/12/2011
Kalau kita hanya seorang petani, namun terbersit ingin jadi raja, jangan salahkan siap-siapa. Jangan tanya, “Kenapa orangtuaku bukan raja? Kenapa Tuhanku tidak menjadikanku raja?” Itu pertanyaan yang tiada guna. Takkan pernah ada jawabnya.
Saat sesuatu terjadi di luar harapan kita, hentikan berprasangka, dan mulailah bertafakur. Tengoklah lebih dalam. Pasti di sana ada harapan. Ada serpih-serpih kebaikan. Ada kunci-kunci kebahagiaan.
Allah Maha Mendengar isi hati. “Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (Al Mulk 67:13) Allah pasti mengabulkan doa kita, harapan kita, meskipun bisa jadi dalam bentuk yang berbeda dari apa yang kita bayangkan.
Kita meminta kekuatan,
Dia memberi berbagai kesulitan agar kita jadi tegar.
Kita meminta kebijaksanaan,
Dia memberi berbagai masalah untuk diselesaikan.
Kita meminta kekayaan,
Dia memberi tenaga dan pikiran untuk bekerja.
Kita meminta keberanian,
Dia memberi rintangan untuk diterjang.
Kita meminta kasih sayang,
Dia memberi orang susah untuk diberi pertolongan.
Kita meminta kesuksesan,
Dia memberi kita peluang dan kesempatan.
Kita meminta jadi raja supaya hidup enak, Allah malah menjadikan kita petani. Kenapa? Supaya tak usah pusing memikirkan rakyat dan peperangan. Nah, bukanlah Allah Maha Memudahkan?
Kita meminta jadi petani supaya bisa tidur nyenyak, Allah malah menjadikan kita raja. Kenapa? Supaya terhindar dari badai yang menimpa ladang dan tempat peristirahatan.
Kita diberi amanah yang berbeda satu sama lain, supaya kita menghadapi berbagai ujian hidup dengan tangan-tangan kita sendiri, dengan kemampuan yang kita punyai, bukan dengan sesuatu yang kita tidak dibekali.
Kita meminta apa yang kita inginkan, Dia memberi apa yang kita butuhkan. Allah tak pernah salah memberikan segala sesuatu pada hamba-Nya. Dialah yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita.
“…Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang tidak bersyukur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Luqman 31:12)
Syukur itu indah, Syukur itu rahmah, Syukur itu mudah, Syukur itu Alhamdulillah !
Mencegah Suatu Keburukan Memerlukan Keberanian, Namun Harus Diiringi Dengan Kesabaran. Tidak Ada Keberanian Yang Sempurna Jika Tidak Disertai Dengan Kesabaran.
Tujuan Hidup Manusia
30/11/2011
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;
Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka bumi. Al-Qur’an menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan ciptaan-Nya. Ia telah menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit, yang kesemuanya dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia. Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan. Demikian juga dengan realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia, Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kelaman sebagai pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta. Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar (pelajaran), menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal”.
Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat 27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan dengan perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan atau aktivitas riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya membentuk rentetan peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya. Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan di hadapatn Tuhannya.
Urain dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah; pertama, menyembah kepada Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan peradabannya yang bermartabat (berilmu). Dengan kata lain, menurut al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”, “beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda dari makhluk Allah lainnya.
Oleh Mukhtar Salim, M.Ag
Direktur LKIM Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;
Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka bumi. Al-Qur’an menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan ciptaan-Nya. Ia telah menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit, yang kesemuanya dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia. Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan. Demikian juga dengan realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia, Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kelaman sebagai pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta. Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar (pelajaran), menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal”.
Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat 27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan dengan perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan atau aktivitas riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya membentuk rentetan peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya. Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan di hadapatn Tuhannya.
Urain dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah; pertama, menyembah kepada Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan peradabannya yang bermartabat (berilmu). Dengan kata lain, menurut al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”, “beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda dari makhluk Allah lainnya.
Oleh Mukhtar Salim, M.Ag
Direktur LKIM Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak
Ilmu Tanpa Iman Seperti Mata Tanpa Cahaya !
28/11/2011
Tiada yang lebih aneh dari segala zaman, kecuali zaman ini. Masyarakat manusia tumbuh, berkembang, berinteraksi, dan berkreasi dengan penemuan - penemuan yang mengagumkan. Semuanya berawal dari kemajuan ilmu dan teknologi. Tetapi, meskipun manusia telah mampu menciptakan berbagai fasilitas yang menjamin kenyamanan hidupnya, mereka tak mampu menciptakan fasilitas yang menjamin kebahagiaan dan ketentraman dalam hidupnya.
Sungguh manusia sekarang, berkat ilmu dan teknologi, mampu menyelam seperti ikan dan terbang bagai burung. Tetapi mereka lupa berjalan didarat sebagai manusia. Dilaut, ia menyelam kemudian menciptakan kerusakan disana. Diudara, mereka terbang dan juga membuat kerusakan disana. Dan didarat, tidak ada secuilpun bumi yang tak mereka rusakkan.
Firman Allah : Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (Akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (Kejalan yang benar).
(QS. Ar-Ruum {30}:41)
Semua ini terjadi karena ilmu manusia ibarat mata tanpa cahaya. Bagaimanapun awasnya mata, jika ia tak memperoleh cahaya, mata itu tidak akan berfungsi. Bagaimana keadaan manusia yang berjalan dalam kegelapan ? Tentu mereka akan menabrak, jatuh, dan tersesat.
Maka begitulah ilmu manusia jika tanpa sinar hidayah. Hanya akan membuahkan kerusakan. Maka, dalam pandangan islam, orang berilmu bukan semata - mata orang yang dalam otaknya penuh program dan memori data seperti harddisk sebuah komputer. Tetapi, orang berilmu adalah mereka yang takut kepada Allah SWT.
Al Walid bin Mughirah adalah prototipe manusia berilmu yang tak sudi menggunakan cahaya Illahi. Akhirnya ia tersesat. Jaman sekarang, Al Walid lebih banyak lagi. Dengan ilmu yang hanya setitik air ditengah laut saja mereka menentang Allah. Bahkan dengan jumawa, ia mencari Allah dengan ilmunya. Tentu mereka akan tersesat, seperti Yuri Gagarin, Astronot Uni Soviet yang karena Sputnick pesawatnya telah berhasil mencapai bulan, ia berkata bahwa disana tak ada Tuhan. Astagfirullah Al Adzim !
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada mu (Kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (Kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (Kepada orang lain) Sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (Muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang - orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Al-Qashash{28}:77)
Semoga Bermanfaat !
Tiada yang lebih aneh dari segala zaman, kecuali zaman ini. Masyarakat manusia tumbuh, berkembang, berinteraksi, dan berkreasi dengan penemuan - penemuan yang mengagumkan. Semuanya berawal dari kemajuan ilmu dan teknologi. Tetapi, meskipun manusia telah mampu menciptakan berbagai fasilitas yang menjamin kenyamanan hidupnya, mereka tak mampu menciptakan fasilitas yang menjamin kebahagiaan dan ketentraman dalam hidupnya.
Sungguh manusia sekarang, berkat ilmu dan teknologi, mampu menyelam seperti ikan dan terbang bagai burung. Tetapi mereka lupa berjalan didarat sebagai manusia. Dilaut, ia menyelam kemudian menciptakan kerusakan disana. Diudara, mereka terbang dan juga membuat kerusakan disana. Dan didarat, tidak ada secuilpun bumi yang tak mereka rusakkan.
Firman Allah : Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (Akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (Kejalan yang benar).
(QS. Ar-Ruum {30}:41)
Semua ini terjadi karena ilmu manusia ibarat mata tanpa cahaya. Bagaimanapun awasnya mata, jika ia tak memperoleh cahaya, mata itu tidak akan berfungsi. Bagaimana keadaan manusia yang berjalan dalam kegelapan ? Tentu mereka akan menabrak, jatuh, dan tersesat.
Maka begitulah ilmu manusia jika tanpa sinar hidayah. Hanya akan membuahkan kerusakan. Maka, dalam pandangan islam, orang berilmu bukan semata - mata orang yang dalam otaknya penuh program dan memori data seperti harddisk sebuah komputer. Tetapi, orang berilmu adalah mereka yang takut kepada Allah SWT.
Al Walid bin Mughirah adalah prototipe manusia berilmu yang tak sudi menggunakan cahaya Illahi. Akhirnya ia tersesat. Jaman sekarang, Al Walid lebih banyak lagi. Dengan ilmu yang hanya setitik air ditengah laut saja mereka menentang Allah. Bahkan dengan jumawa, ia mencari Allah dengan ilmunya. Tentu mereka akan tersesat, seperti Yuri Gagarin, Astronot Uni Soviet yang karena Sputnick pesawatnya telah berhasil mencapai bulan, ia berkata bahwa disana tak ada Tuhan. Astagfirullah Al Adzim !
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada mu (Kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (Kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (Kepada orang lain) Sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (Muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang - orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Al-Qashash{28}:77)
Semoga Bermanfaat !
Kisah Al Walid bin Mughirah
27/11/2011
Al-Walid bin Mughirah adalah salah seorang tokoh utama kaum Quraisy di Makkah. Dia adalah salah seorang hakim masyarakat Arab sebelum Islam datang. Dia adalah salah seorang pemimpin Quraisy di Darun Nadwah. Pendek kata, dia adalah salah seorang tokoh papan atas di kalangan kaum Quraisy.
Al-Walid adalah orang yang berjiwa pemimpin dan memiliki pendirian yang teguh. Akalnya mengarahkannya kepada beberapa bentuk kebenaran, di antaranya dia menyadari bahwa khamr itu tidak pantas diminum oleh pria terhormat. Karena itu, dia mengharamkan khamr untuk dirinya, dan bahkan dia memukul anaknya yang bernama Hisyam karena anaknya itu meminum khamr.
Ketika kaum Quraisy sedang membangun kembali Ka'bah yang sempat rusak karena banjir, al-Walid bin Mughirah berdiri untuk memberi nasihat kepada kaumnya, "Hai kaum Quraisy, janganlah menyertakan dana ke dalam pembangunan Ka'bah ini kecuali dana yang baik-baik. Janganlah memasukkan dana dari hasil prostitusi, perzinaan, dan kezaliman kepada orang lain ke dalam pembangunan ini. " (Al-Bidaayah wan-Nihaayah, II:30).
Allah memberi al-Walid banyak emas, perak, unta, kuda, ladang, dan kebun kurma. Dia sukses dalam berdagang, sehingga meraup kekayaan melalui berbagai jalan. Dia memiliki pelayan, budak laki-laki, dan budak perempuan yang memadai. Karena itu dia digelari Penghidupan Kabilah Quraisy. Di samping itu, dia dianugerahi anak yang banyak. Ada yang mengatakan bahwa anaknya berjumlah 12 orang. Semuanya ada di tengah-tengah dirinya, tidak bepergian untuk berdagang atau bekerja. (Tafsir Imam ath-Thabari, XXIX:153)
Salah seorang anak al-Walid yang terkenal adalah Khalid bin Walid, yang kemudian ternyata masuk Islam dan bahkan menjadi salah seorang panglima perang terbesar yang pernah dimiliki oleh ummat Islam. Khalid bin walid adalah orang yang mendapat gelar Pedang Allah (Saifullah) oleh Rasulullah saw. Dia adalah orang yang dikomentari oleh Abu Bakar as-Shiddiq ra. dengan, "Kaum ibu tidak lagi mampu melahirkan orang seperti Khalid." (Khalid ibnul Walid)
Tentang al-Walid sendiri, suatu hari al-Walid bertemu dengan Abu Bakar ra. dan bertanya kepadanya tentang Al-Qur'an. Setelah Abu Bakar ra menjelaskan, dia berkata, "Sungguh menakjubkan apa yang dikatakan oleh Muhammad. Demi Allah, apa yang dikemukakannya itu bukan syair, bukan sihir, dan bukan pula ocehan orang gila. Apa yang diucapkannya itu benar-benar merupakan firman Allah."
Ketika sekelompok orang Quraisy mendengar ucapan al-Walid, mereka berdiskusi lalu berkata, "Al-Walid adalah salah seorang tokoh kita. Kalau dia masuk Islam, maka akan masuk Islam-lah seluruh kaum Quraisy!".
Abu Jahal bin Hisyam merasa panas ketika mendengar hal itu. Kemudian dia mendatangi al-Walid untuk bertanya tentang ucapan yang telah dia katakan itu. Setelah ditanya apakah dia telah masuk Islam atau tidak, al-Walid menjawab, "Beri aku waktu untuk memikirkannya".
Kemudian, setelah beberapa waktu, akhirnya al-Walid berkata lagi, "Tidaklah Al-Qur'an ini melainkan sihir yang dipelajarinya dari orang lain." (ad-Durul Mantsur, VI:282)
---
Sebelumnya, ayat Al-Qur'an yang kita bahas telah menjelaskan kepada kita untuk bisa memiliki akhlak yang baik, jauh sebelum kita mempelajari hal-hal lainnya dalam agama kita, entah itu akidah maupun ibadah. Dan kali ini, ayat Al-Qur'an yang kita bahas adalah ayat yang menjelaskan tentang beberapa sifat negatif yang harus kita hindari, agar kita tidak terjatuh ke dalam kesombongan yang pada akhirnya bisa menghalangi kita dari cahaya Islam. Dan sifat sombong inilah yang telah menghalangi Al-Walid bin Mughirah untuk masuk Islam.
"Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa,
yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya,
karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala."
Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya)."
(QS. Al-Qalam, surat 68. ayat, 8-16)
Kalau kita benar-benar ingin masuk surga, maka jauhilah sifat-sifat negatif yang telah di sebutkan pada ayat-ayat di atas. Jangan banyak bersumpah. Jangan banyak mencela. Jangan memfitnah. Jangan menghalangi orang yang akan berbuat baik. Jangan berlebih-lebihan (melampaui batas). Jangan kaku dan kasar. Dan terakhir, jangan menyepelekan apa yang tertulis di dalam Al-Qur'an.
Sudahkah kita menjaga diri kita dari sifat-sifat negatif tersebut ?
(Matsumoto, 17 November 2007)
Al-Walid bin Mughirah adalah salah seorang tokoh utama kaum Quraisy di Makkah. Dia adalah salah seorang hakim masyarakat Arab sebelum Islam datang. Dia adalah salah seorang pemimpin Quraisy di Darun Nadwah. Pendek kata, dia adalah salah seorang tokoh papan atas di kalangan kaum Quraisy.
Al-Walid adalah orang yang berjiwa pemimpin dan memiliki pendirian yang teguh. Akalnya mengarahkannya kepada beberapa bentuk kebenaran, di antaranya dia menyadari bahwa khamr itu tidak pantas diminum oleh pria terhormat. Karena itu, dia mengharamkan khamr untuk dirinya, dan bahkan dia memukul anaknya yang bernama Hisyam karena anaknya itu meminum khamr.
Ketika kaum Quraisy sedang membangun kembali Ka'bah yang sempat rusak karena banjir, al-Walid bin Mughirah berdiri untuk memberi nasihat kepada kaumnya, "Hai kaum Quraisy, janganlah menyertakan dana ke dalam pembangunan Ka'bah ini kecuali dana yang baik-baik. Janganlah memasukkan dana dari hasil prostitusi, perzinaan, dan kezaliman kepada orang lain ke dalam pembangunan ini. " (Al-Bidaayah wan-Nihaayah, II:30).
Allah memberi al-Walid banyak emas, perak, unta, kuda, ladang, dan kebun kurma. Dia sukses dalam berdagang, sehingga meraup kekayaan melalui berbagai jalan. Dia memiliki pelayan, budak laki-laki, dan budak perempuan yang memadai. Karena itu dia digelari Penghidupan Kabilah Quraisy. Di samping itu, dia dianugerahi anak yang banyak. Ada yang mengatakan bahwa anaknya berjumlah 12 orang. Semuanya ada di tengah-tengah dirinya, tidak bepergian untuk berdagang atau bekerja. (Tafsir Imam ath-Thabari, XXIX:153)
Salah seorang anak al-Walid yang terkenal adalah Khalid bin Walid, yang kemudian ternyata masuk Islam dan bahkan menjadi salah seorang panglima perang terbesar yang pernah dimiliki oleh ummat Islam. Khalid bin walid adalah orang yang mendapat gelar Pedang Allah (Saifullah) oleh Rasulullah saw. Dia adalah orang yang dikomentari oleh Abu Bakar as-Shiddiq ra. dengan, "Kaum ibu tidak lagi mampu melahirkan orang seperti Khalid." (Khalid ibnul Walid)
Tentang al-Walid sendiri, suatu hari al-Walid bertemu dengan Abu Bakar ra. dan bertanya kepadanya tentang Al-Qur'an. Setelah Abu Bakar ra menjelaskan, dia berkata, "Sungguh menakjubkan apa yang dikatakan oleh Muhammad. Demi Allah, apa yang dikemukakannya itu bukan syair, bukan sihir, dan bukan pula ocehan orang gila. Apa yang diucapkannya itu benar-benar merupakan firman Allah."
Ketika sekelompok orang Quraisy mendengar ucapan al-Walid, mereka berdiskusi lalu berkata, "Al-Walid adalah salah seorang tokoh kita. Kalau dia masuk Islam, maka akan masuk Islam-lah seluruh kaum Quraisy!".
Abu Jahal bin Hisyam merasa panas ketika mendengar hal itu. Kemudian dia mendatangi al-Walid untuk bertanya tentang ucapan yang telah dia katakan itu. Setelah ditanya apakah dia telah masuk Islam atau tidak, al-Walid menjawab, "Beri aku waktu untuk memikirkannya".
Kemudian, setelah beberapa waktu, akhirnya al-Walid berkata lagi, "Tidaklah Al-Qur'an ini melainkan sihir yang dipelajarinya dari orang lain." (ad-Durul Mantsur, VI:282)
---
Sebelumnya, ayat Al-Qur'an yang kita bahas telah menjelaskan kepada kita untuk bisa memiliki akhlak yang baik, jauh sebelum kita mempelajari hal-hal lainnya dalam agama kita, entah itu akidah maupun ibadah. Dan kali ini, ayat Al-Qur'an yang kita bahas adalah ayat yang menjelaskan tentang beberapa sifat negatif yang harus kita hindari, agar kita tidak terjatuh ke dalam kesombongan yang pada akhirnya bisa menghalangi kita dari cahaya Islam. Dan sifat sombong inilah yang telah menghalangi Al-Walid bin Mughirah untuk masuk Islam.
"Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa,
yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya,
karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala."
Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya)."
(QS. Al-Qalam, surat 68. ayat, 8-16)
Kalau kita benar-benar ingin masuk surga, maka jauhilah sifat-sifat negatif yang telah di sebutkan pada ayat-ayat di atas. Jangan banyak bersumpah. Jangan banyak mencela. Jangan memfitnah. Jangan menghalangi orang yang akan berbuat baik. Jangan berlebih-lebihan (melampaui batas). Jangan kaku dan kasar. Dan terakhir, jangan menyepelekan apa yang tertulis di dalam Al-Qur'an.
Sudahkah kita menjaga diri kita dari sifat-sifat negatif tersebut ?
(Matsumoto, 17 November 2007)
Rahmat Allah Mencakupi Kemurkaan - Nya !
27/11/2011
Rahmat Allah melebihi segala keluasan makhluk yang diciptakan - Nya. IA telah menetapkan atas dirinya sebagai Dzat yang Penuh Rahmat. " Tuhan mu telah menetapkan atas Diri - Nya Kasih Sayang. " (QS. Al-An'am (6) : 12 dan 54)
Dalam beberapa hadist juga diterangkan bagaimana keluasan Kasih Sayang dan Rahmat Allah. Imam Ahmad meriwayatkan yang berujung pada Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda :
" Setelah Allah melakukan peradilan terhadap makhluk - Nya, maka DIA menetapkan pada kitab - Nya yang ada disisi-Nya diatas 'Arsy, bahwa sesungguhnya rahmat - Ku mengalahkan murka - Ku. " (HR. Bukhari dan Muslim)
Disamping itu, Ibnu Murdawaih juga meriwayatkan melalui jalur Al-Hakam Ibny Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abas yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda :
" Apabila Allah telah menyelesaikan peradilan-Nya diantara makhluk semuanya, maka DIA mengeluarkan suatu kitab dari bawah 'Arsy (Yang tercantum pada-Nya), Sesungguhnya Rahmat-Ku mendahului murka-Ku, dan AKU adalah yang Maha Pelimpah Rahmat. Lalu Allah menggenggam sekali atau dua kali genggaman dan mengeluarkan dari neraka sejumlah banyak makhluk yang tidak pernah melakukan sesuatu kebaikan apapun, diantara kedua mata mereka (Yakni pada kening mereka) Tertulis: Orang - orang yang dimerdekakan oleh Allah (Dari neraka). "
Hadist tersebut bukan berarti membenarkan seorang hamba untuk bebas melakukan kejahatan dan kedzaliman. Sebab, meskipun Allah mempunyai Sifat Rahmat yang demikian besar, seorang hamba tidak mengetahui apakah dirinya yang termasuk dalam golongan manusia yang mendapatkan kebebasan itu.
“Dan barangsiapa berhijrah di jalan ALLAH Niscaya mereka akan mendapatkan dibumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa berhijrah kepada ALLAH dan Rasul-NYA,kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat yang dituju),’Maka sungguh pahalanya telah ditetapkan disisi ALLAH. Dan ALLAH Maha Pengampun Maha Penyayang.”(QS. An Nisa : 100).
Jadi, tidak dibenarkan kita mengandalkan Kasih Sayang Allah semata - mata dengan meninggalkan diri untuk berbuat Kebajikan dan Taqwa. Justru kita harus dengan sungguh - sungguh menyambut Kemurahan Allah dengan segala upaya bertaubat yang sebenar - benarnya taubat !
Semoga bermanfaat !
Rahmat Allah melebihi segala keluasan makhluk yang diciptakan - Nya. IA telah menetapkan atas dirinya sebagai Dzat yang Penuh Rahmat. " Tuhan mu telah menetapkan atas Diri - Nya Kasih Sayang. " (QS. Al-An'am (6) : 12 dan 54)
Dalam beberapa hadist juga diterangkan bagaimana keluasan Kasih Sayang dan Rahmat Allah. Imam Ahmad meriwayatkan yang berujung pada Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda :
" Setelah Allah melakukan peradilan terhadap makhluk - Nya, maka DIA menetapkan pada kitab - Nya yang ada disisi-Nya diatas 'Arsy, bahwa sesungguhnya rahmat - Ku mengalahkan murka - Ku. " (HR. Bukhari dan Muslim)
Disamping itu, Ibnu Murdawaih juga meriwayatkan melalui jalur Al-Hakam Ibny Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abas yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda :
" Apabila Allah telah menyelesaikan peradilan-Nya diantara makhluk semuanya, maka DIA mengeluarkan suatu kitab dari bawah 'Arsy (Yang tercantum pada-Nya), Sesungguhnya Rahmat-Ku mendahului murka-Ku, dan AKU adalah yang Maha Pelimpah Rahmat. Lalu Allah menggenggam sekali atau dua kali genggaman dan mengeluarkan dari neraka sejumlah banyak makhluk yang tidak pernah melakukan sesuatu kebaikan apapun, diantara kedua mata mereka (Yakni pada kening mereka) Tertulis: Orang - orang yang dimerdekakan oleh Allah (Dari neraka). "
Hadist tersebut bukan berarti membenarkan seorang hamba untuk bebas melakukan kejahatan dan kedzaliman. Sebab, meskipun Allah mempunyai Sifat Rahmat yang demikian besar, seorang hamba tidak mengetahui apakah dirinya yang termasuk dalam golongan manusia yang mendapatkan kebebasan itu.
“Dan barangsiapa berhijrah di jalan ALLAH Niscaya mereka akan mendapatkan dibumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa berhijrah kepada ALLAH dan Rasul-NYA,kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat yang dituju),’Maka sungguh pahalanya telah ditetapkan disisi ALLAH. Dan ALLAH Maha Pengampun Maha Penyayang.”(QS. An Nisa : 100).
Jadi, tidak dibenarkan kita mengandalkan Kasih Sayang Allah semata - mata dengan meninggalkan diri untuk berbuat Kebajikan dan Taqwa. Justru kita harus dengan sungguh - sungguh menyambut Kemurahan Allah dengan segala upaya bertaubat yang sebenar - benarnya taubat !
Semoga bermanfaat !
Berhati - hatilah !
26/11/2011
Bersikap hati - hati dan berusaha yang disertai dengan tawakal kepada Allah merupakan salah satu jalan menuju kebahagiaan. Rasulullah sendiri ketika turun kemedan perang, masih harus mengenakan baju perang. Padahal kita tahu bahwa Rasulullah SAW adalah yang terbaik diantara orang - orang yang bertawakal. Salah seorang sahabat bertanya kepada-Nya : Apakah saya harus mengikat unta saya, wahai Rasulullah, atau harus bertawakal saja ? Rasulullah menjawab : Ikatlah untamu, dan bertawakallah !
Berusaha dan bertawakal kepada Allah adalah Prinsip Tauhid. Meninggalkan usaha dan hanya bertawakal kepada Allah adalah sebuah kekeliruan dalam memahami syariat. Sedangkan berusaha saja tanpa tawakal kepada Allah adalah kekeliruan dalam memahami tauhid.
Ibnu Jauzi punya cerita berkaitan dengan masalah tawakal ini, yakni tentang seorang laki - laki yang sedang memotong kukunya. Karena ia tidak hati - hati maka kemudian jarinya terpotong, dan ia meninggal dunia.
Suatu ketika, ada seorang yang masuk kandang keledai Sardan. Karena tidak hati - hati maka ia terseruduk oleh keledai itu, dan kemudian langsung meninggal.
Diceritakan pula bahwa Thaha Husein, Penulis terkenal itu, selalu berkata kepada sopirnya : Jangan mengendarai mobil ini terlalu cepat, supaya lebih cepat sampai ketempat tujuan. Ini merupakan terjemahan praktis dari sebuah peribahasa yang berbunyi : Terburu - buru itu justru sering menciptakan kelambanan.
Seorang Penyair, mengatakan : Orang yang berhati - hati akan berhasil mendapatkan keinginannya. Sedangkan, Orang yang terburu - buru mungkin akan jatuh tergelincir.
Berhati - hati sama sekali tidak menentang qadar, berhati - hati justru merupakan bagian dari qadar itu, dan bahkan inti dari qadar tersebut.
(" Berlaku lemah - lembutlah " => QS. Al-Kahfi : 19)
" Dan, DIA jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (Baju Besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. " (QS. An-Nahl :81)
=> Orang yang bersabar dan berhati - hati akan mendapatkan yang terbaik <=
(Dr. 'Aidh Al-Qarni)
Bersikap hati - hati dan berusaha yang disertai dengan tawakal kepada Allah merupakan salah satu jalan menuju kebahagiaan. Rasulullah sendiri ketika turun kemedan perang, masih harus mengenakan baju perang. Padahal kita tahu bahwa Rasulullah SAW adalah yang terbaik diantara orang - orang yang bertawakal. Salah seorang sahabat bertanya kepada-Nya : Apakah saya harus mengikat unta saya, wahai Rasulullah, atau harus bertawakal saja ? Rasulullah menjawab : Ikatlah untamu, dan bertawakallah !
Berusaha dan bertawakal kepada Allah adalah Prinsip Tauhid. Meninggalkan usaha dan hanya bertawakal kepada Allah adalah sebuah kekeliruan dalam memahami syariat. Sedangkan berusaha saja tanpa tawakal kepada Allah adalah kekeliruan dalam memahami tauhid.
Ibnu Jauzi punya cerita berkaitan dengan masalah tawakal ini, yakni tentang seorang laki - laki yang sedang memotong kukunya. Karena ia tidak hati - hati maka kemudian jarinya terpotong, dan ia meninggal dunia.
Suatu ketika, ada seorang yang masuk kandang keledai Sardan. Karena tidak hati - hati maka ia terseruduk oleh keledai itu, dan kemudian langsung meninggal.
Diceritakan pula bahwa Thaha Husein, Penulis terkenal itu, selalu berkata kepada sopirnya : Jangan mengendarai mobil ini terlalu cepat, supaya lebih cepat sampai ketempat tujuan. Ini merupakan terjemahan praktis dari sebuah peribahasa yang berbunyi : Terburu - buru itu justru sering menciptakan kelambanan.
Seorang Penyair, mengatakan : Orang yang berhati - hati akan berhasil mendapatkan keinginannya. Sedangkan, Orang yang terburu - buru mungkin akan jatuh tergelincir.
Berhati - hati sama sekali tidak menentang qadar, berhati - hati justru merupakan bagian dari qadar itu, dan bahkan inti dari qadar tersebut.
(" Berlaku lemah - lembutlah " => QS. Al-Kahfi : 19)
" Dan, DIA jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (Baju Besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. " (QS. An-Nahl :81)
=> Orang yang bersabar dan berhati - hati akan mendapatkan yang terbaik <=
(Dr. 'Aidh Al-Qarni)
Kisah yang Dapat diambil Pelajaran !
25/11/2011
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadist panjang tentang kembalinya seorang dari kedzaliman. Meskipun kejahatan orang tersebut sangat luar biasa, tetapi ALLAH tetap menerima taubatnya. Secara lengkap matan hadist tersebut adalah:
Abu Said (Sa'ad bin Malik bin Sinan) Alkhudry berkata : Bersabda Nabi Muhammad SAW: Dahulu pada ummat - ummat terdahulu, terjadi seorang telah membunuh 99 jiwa, kemudian ia ingin bertaubat. Maka ia mencari seorang Alim (Kyai), dan ditunjukkan pada seorang pendeta, maka ia bertanya: Bahwa ia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada jalan untuk bertaubat ? Jawab Pendeta : Tidak ada. Maka segera dibunuh pendeta itu, sehingga genap 100 orang yang telah dibunuhnya.
kemudian ia mencari orang alim lainnya, dan ketika telah ditunjukkan maka ia menerangkan bahwa ia telah membunuh 100 orang, apakah ada jalan untuk bertaubat ? Jawab si alim : Ya ada, dan siapakah yang dapat menghalanginya untuk bertaubat ? Pergilah ke Dusun itu karena disana banyak orang - orang taat kepada Allah, maka berbuatlah s ebagaimana perbuatan mereka, dan jangan kembali kenegeri mu ini, karena tempat ini tempat penjahat !
Maka, pergilah orang itu. Tatkala ditengah perjalanan, mendadak ia meninggal. Maka bertengkarlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Siksa.
Berkata Malaikat Rahmat : Ia telah berjalan untuk bertaubat kepada ALLAH dengan sepenuh hatinya. Berkata Malaikat Siksa : Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali. Maka datanglah Seorang Malaikat berupa Manusia dan dijadikan sebagai Juri (Hakim) diantara Mereka. Maka Ia berkata : Ukur saja antara dua dusun yang ditinggalkan dan yang dituju, maka kemana ia lebih dekat masukkanlah ia kepada golongan orang yang sama. ( Atas nasehat Malaikat Penengah itu) maka diukurlah (Tempat seorang itu meninggal dengan asal berangkat mulai bertaubat dan tempat tujuan untuk melakukan kebaikan).
Didapatkan lebih dekat kepada dusun baik (Tempat ia akan melaksanakan kebaikan sebagai tanda bertaubat) kira - kira sejengkal, maka dipegang ruhnya oleh Malaikat Rahmat (Sebagai tanda taubatnya diterima karena itu ia memperoleh Rahmat/Syurga).
Dalam riwayat lain, ALLAH memerintahkan kepada bumi yang dituju supaya mendekat, dan menyuruh bumi yang ditinggalkan supaya menjauh. Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan, maka condong dengan dadanya kearah dusun yang dituju, maka diampunkan baginya.
" Meskipun kejahatan orang tersebut sangat luar biasa dan besar, tetapi ALLAH tetap menerima taubatnya, apabila ia sungguh - sungguh dalam bertaubat. " (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahua'lam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadist panjang tentang kembalinya seorang dari kedzaliman. Meskipun kejahatan orang tersebut sangat luar biasa, tetapi ALLAH tetap menerima taubatnya. Secara lengkap matan hadist tersebut adalah:
Abu Said (Sa'ad bin Malik bin Sinan) Alkhudry berkata : Bersabda Nabi Muhammad SAW: Dahulu pada ummat - ummat terdahulu, terjadi seorang telah membunuh 99 jiwa, kemudian ia ingin bertaubat. Maka ia mencari seorang Alim (Kyai), dan ditunjukkan pada seorang pendeta, maka ia bertanya: Bahwa ia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada jalan untuk bertaubat ? Jawab Pendeta : Tidak ada. Maka segera dibunuh pendeta itu, sehingga genap 100 orang yang telah dibunuhnya.
kemudian ia mencari orang alim lainnya, dan ketika telah ditunjukkan maka ia menerangkan bahwa ia telah membunuh 100 orang, apakah ada jalan untuk bertaubat ? Jawab si alim : Ya ada, dan siapakah yang dapat menghalanginya untuk bertaubat ? Pergilah ke Dusun itu karena disana banyak orang - orang taat kepada Allah, maka berbuatlah s ebagaimana perbuatan mereka, dan jangan kembali kenegeri mu ini, karena tempat ini tempat penjahat !
Maka, pergilah orang itu. Tatkala ditengah perjalanan, mendadak ia meninggal. Maka bertengkarlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Siksa.
Berkata Malaikat Rahmat : Ia telah berjalan untuk bertaubat kepada ALLAH dengan sepenuh hatinya. Berkata Malaikat Siksa : Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali. Maka datanglah Seorang Malaikat berupa Manusia dan dijadikan sebagai Juri (Hakim) diantara Mereka. Maka Ia berkata : Ukur saja antara dua dusun yang ditinggalkan dan yang dituju, maka kemana ia lebih dekat masukkanlah ia kepada golongan orang yang sama. ( Atas nasehat Malaikat Penengah itu) maka diukurlah (Tempat seorang itu meninggal dengan asal berangkat mulai bertaubat dan tempat tujuan untuk melakukan kebaikan).
Didapatkan lebih dekat kepada dusun baik (Tempat ia akan melaksanakan kebaikan sebagai tanda bertaubat) kira - kira sejengkal, maka dipegang ruhnya oleh Malaikat Rahmat (Sebagai tanda taubatnya diterima karena itu ia memperoleh Rahmat/Syurga).
Dalam riwayat lain, ALLAH memerintahkan kepada bumi yang dituju supaya mendekat, dan menyuruh bumi yang ditinggalkan supaya menjauh. Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan, maka condong dengan dadanya kearah dusun yang dituju, maka diampunkan baginya.
" Meskipun kejahatan orang tersebut sangat luar biasa dan besar, tetapi ALLAH tetap menerima taubatnya, apabila ia sungguh - sungguh dalam bertaubat. " (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahua'lam
Dahsyatnya Sholawat
25/11/2011
Ditulis oleh Ustadz Nur Rohim Yunus, Lc
Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.
Ada empat perbuatan ringan yang apabila kita lakukan, maka kita termasuk golongan orang yang tidak terpuji.
1. Seseorang yang membuang air kecil sambil berdiri, 2. Seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, 3. Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti apa yang diucapkan muadzin, 4. seseorang yang apabila mendengar nama Nabi Muhammad Saw disebut, tetapi tidak membacakan shalawat atasnya.
Sabda Nabi Muhammad Saw:
أربع من الجَفَاءِ أن يبول الرجل وهو قائم، وأن يمسح جبهته قبل أن يفرغ من الصلاة، وأن يسمع النداء فلا يشهد مثل ما يشهد المؤذّن، وأن أذكر عنده فلا يصلي عليّ. (رواه البزار والطبراني)
Artinya:
“Empat perbuatan termasuk perbuatan yang tidak terpuji, yaitu (1) bila seseorang buang air kecil sambil berdiri, (2) seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, (3). Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, (4) seseorang yang apabila mendengar namaku disebut, tetapi ia tidak membacakan shalawat atasku. (HR. Bazzar dan Tabhrani)
Dalam ibadah sehari-hari, sebenarnya ada sebuah perbuatan ringan yang apabila kita lakukan mendatangkan akibat yang maha dahsyat, dan apabila kita tinggalkan maka kita termasuk golongan orang yang tidak berbalas budi.
Pada saat kita telah diberi bantuan oleh orang lain, sudahlah pasti akan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atau mungkin mengucapkan doa untuk kebaikannya. Begitu pula dengan Rasulullah Saw yang telah mengeluarkan kita dari lembah kegelapan menuju alam terang benderang, maka sudahlah pantas bagi kita untuk selalu mengucapkan sholawat dan salam atas beliau, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kecintaan kita atas segala jasa dan perjuangan yang tak tertandingi di alam jagad ini.
Dalam ibadah-ibadah lain, Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakannya, namun khusus dalam perintah membaca shalawat, Allah Swt menyebutkan bahwa Allah sendiri bershalawat atasnya, kemudian memerintahkan kepada malaikatNya, baru kemudian pada orang-orang yang beriman untuk bershalawat atasnya. Dengan hal ini semakin menunjukkan bahwasanya melakukan shalawat atas Nabi muhammad saw, tidak cuma sekedar ungkapan terima kasih, tetapi ia juga menjadi ibadah yang utama.
Bila kita ingin mengetahui bahwa shalawat termasuk ibadah yang utama, maka perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam al-Quran:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, bershalawat atas Nabi, wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab 56).
Dari ayat tersebut kita mengetahui, Allah Swt saja sang Pencipta jagad raya dan mahkluk seluruh dunia termasuk diri kita yang kecil ini, mau bershalawat terhadap Nabi Muhammad Saw, dan juga para malaikat yang telah dijamin tak akan berbuat kesalahan turut bershalawat terhadap nabi, mengapa diri kita yang telah diselamatkan beliau masih melupakan ibadah yang teramat mulia ini. Sesungguhnya perbuatan seseorang menunjukkan pada perangai dirinya.
سيرة المرء تنبأ عن سريرته
Shalawat adalah sebuah ibadah yang tidak berbatas alam, jarak ataupun waktu. Artinya bila diucapkan maka akan menembus alam langit yang sangat jauh, didengar para malaikat, lalu turut menyampaikan doa bagi manusia yang mengucapkannya, dan menembus Alam kubur menyampaikan salam yang diucapkan manusia kepada Nabi Muhammad Saw.
Nabi Saw bersabda:
ما منكم من أحدٍ سلّم علي إذا متُّ إلا جاءني جبريل فقال جبريل يا محمد هذا فلان ابن فلان يُقرئك السلام، فأقول وعليه السلام ورحمة الله وبركاته. (رواه أبو داود).
Artinya:
“Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku sesudah aku mati melainkan malaikat jibril datang kepadaku seraya mengucapkan: ‘wahai Muhammad, ini Fulan bin Fulan mengucapkan salam untukmu, maka aku menjawab: “dan atasnya salam dan rahmat serta berkah dari Allah”. (HR. Abu Daud)
Lalu apa fadhilah mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw?
Ada beberapa riwayat dari hadist Rasulullah Saw, Atsar sahabat Radiallahu anhum dan pengalaman beberapa ulama yang mengisyaratkan imbalan bagi mereka yang mau bershalawat.
1). Shalawat membersihkan dosa
Sabda Nabi Saw:
صلّو عليّ فإن الصلاة علي زكاةٌ لكم واسألوا الله لي الوسيلة، قالوا وما الوسيلة يا رسول الله؟ قال: أعلى درجةٍ في الجنة لا ينالها إلا رجلٌ واحدٌ وأنا ارجو أن يكون أنا هو. (رواه أحمد في مسنده)
“bacalah shalawat atasku karena sesungguhnya shalawat atasku membersihkan dosa-dosamu, dan mintalah kepada Allah untukku wasilah”. Para sahabat bertanya: “apakah wasilah itu?” beliau menjawab: “derajat yang paling tinggi di sorga yang hanya seorang saja yang akan memperolehnya dan aku berharap semoga akulah orang yang memperolehnya”.
2). Shalawat berpahala sepuluh rahmat Allah dan menghapus sepuluh kesalahan
Sabda Nabi Saw:
من صلّى علي صلاةً واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحطّ عنه عشر خطيآت (رواه النسائي)
“barangsiapa yang membaca shalawat atasku satu shalawat maka Allah akan menurunkan sepuluh rahmat kepadanya dan menghapus sepuluh kesalahannya” (HR. Nasai)
3). Dikabulkan hajat di dunia dan akhirat
Sabda beliau Saw:
من صلى علي في اليوم مائةَ مرّةٍ قضى الله له مائةَ حاجةٍ، سبعين منها في الآخرة وثلاثين في الدنيا
“barangsiapa yang membacakan shalawat untukku pada suatu hari seratus kali, maka Allah akan memenuhi seratus hajatnya, 70 di antaranya nanti di akhirat dan 30 di dunia. (Kitab Jam’ul Jawami’, Hal: 796)
4). Terangkatnya derajat manusia
Sabda beliau Saw:
من صلى عليّ من أمتي مخلصاًَ من قَلبِه صلاةً واحدةً صلّى اللهُ عليه عشر صلواتٍ ورفع عشر درجاتٍ ومحا عنه عشر سيئاتٍ. (رواه النسائ)
“barangsiapa di antara umatku yang membacakan shalawat atasku satu kali dengan ikhlas dari lubuk hatinya, maka Allah menurunkan sepuluh rahmat kepadanya, mengangkat sepuluh derajat kepadanya, dan menghapus sepuluh kesalahan”. (HR. Nasai)
5). Menjadikan doa cepat terkabul
Bahwasanya Umar bin Khattab Ra berkata: “Saya mendengar bahwa doa itu ditahan diantara langit dan bumi, tidak akan dapat naik, sehingga dibacakan shalawat atas nabi Muhammad Saw”. (Atsar Hasan, Riwayat Tirmidzi)
Saudara-saudara kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia.
Ada sebuah cerita, bahwasanya ulama besar Sufyan ats Tsauri sedang thawaf mengelilingi ka’bah dan melihat seseorang yang setiap kali mengangkat kaki dan menurunkannya senantiasa membaca shalawat atas nabi. Sufyan bertanya: “Sesungguhnya engkau telah telah tinggalkan tasbih dan tahlil, sedang engkau hanya melakukan shalawat atas Nabi. Apakah ada bagimu landasan yang khusus? Orang itu menjawab: “Siapakah engkau? Semoga Allah mengampunimu. Sufyan menjawab: “Saya adalah sufyan ats tsauri”. Orang itu berkata: “seandainya kamu bukanlah orang yang istimewa di masamu ini niscaya saya tidak akan memberitahukan masalah ini dan menunjukkan rahasiaku ini”.
Kemudian orang itu berkata kepada sufyan: “sewaktu saya mengerjakan haji bersama ayahku, dan ketika berada di dekat kepalanya ayahku meninggal dan mukanya tampak hitam, lalu saya mengucapkan “innalillah wa inna ilahi rajiun” dan saya menutup mukanya dengan kain. Kemudian saya tertidur dan bermimpi, dimana saya melihat ada orang yang sangat tampan, sangat bersih dan mengusap muka ayahku, lalu muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih. Saat orang yang tampan itu akan pergi, lantas saya pegang pakaiannya sambil bertanya: “wahai hamba Allah siapakah engkau? Bagaimana lantaran kamu Allah menjadikan muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih di tempat yang istimewa ini?. Orang itu menjawab: “apakah kamu tidak mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah yang membawa al-Quran. Sesungguhnya ayahmu itu termasuk orang yang melampaui batas (banyak dosanya) akan tetapi ia banyak membaca shalawat atasku. Ketika ia berada dalam suasana yang demikian, ia meminta pertolongan kepadaku, maka akupun memberi pertolongan kepadanya, karena aku suka memberi pertolongan kepada orang yang banyak memperbanyak shalawat atasku”. Setelah itu saya terbangun dari tidur, dan saya lihat muka ayahku berubah menjadi putih. (Dari Kitab: Tanbihun Ghofilin, as-Samarqhondi, hal: 261)
Begitu dahsyatnya balasan shawalat terhadap Nabi Saw. sehingga bagi siapapun yang mengucapkannya akan melibatkan Allah, para malaikat dan Nabi Muhammad Saw langsung membalasnya, tidak cuma balasan pahala, imbalan atau keselamatan di akhirat, tetapi juga mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.
Orang yang mendengar shalawat atas nabi, tetapi tidak menjawabnya lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari RahmatNya.
Sabda Nabi:
“Jibril datang kepadaku dan berkata: “wahai Muhammad, barangsiapa yang mendapatkan bulan ramadhan namun ia tidak diampuni dosanya, lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah akan menjauhkan dari RahmatNya. Aku menjawab: “amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang masih bertemu dengan kedua orangtuanya atau salah satu diantaranya kemudian tidak berbuat baik pada orang tuanya, lalu mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku menjawab: “Amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang disebutkan namamu (muhammad) namun ia tidak membacakan shalawat lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku mengucapkan “Amin”. (HR. Ibnu Hibban).
Ucapkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, disaat kita senggang, disaat akan menggubah posisi kegiatan kita, disaat kapanpun, dimanapun selagi kita mampu. Dan bila ada yang mengucapkan shalawat:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد
Maka kita menjawab:
اللهم صلى وسلم وبارك على محمد
Jangan lupakan shalawat, karena bila kita lupa berarti kita telah melupakan seseorang yang telah menunjukkan kita kejalan yang lurus yaitu Nabi Muhammad Saw. bila kita telah melupakan shalawat berarti kita telah melupakan dan keliru dari jalan yang seharusnya kita tempuh menuju sorga.
“barangsiapa yang lupa membaca shawalat atasku, berarti ia telah keliru dari jalan ke sorga” (HR. Ibnu majah).
Ditulis oleh Ustadz Nur Rohim Yunus, Lc
Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.
Ada empat perbuatan ringan yang apabila kita lakukan, maka kita termasuk golongan orang yang tidak terpuji.
1. Seseorang yang membuang air kecil sambil berdiri, 2. Seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, 3. Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti apa yang diucapkan muadzin, 4. seseorang yang apabila mendengar nama Nabi Muhammad Saw disebut, tetapi tidak membacakan shalawat atasnya.
Sabda Nabi Muhammad Saw:
أربع من الجَفَاءِ أن يبول الرجل وهو قائم، وأن يمسح جبهته قبل أن يفرغ من الصلاة، وأن يسمع النداء فلا يشهد مثل ما يشهد المؤذّن، وأن أذكر عنده فلا يصلي عليّ. (رواه البزار والطبراني)
Artinya:
“Empat perbuatan termasuk perbuatan yang tidak terpuji, yaitu (1) bila seseorang buang air kecil sambil berdiri, (2) seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, (3). Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, (4) seseorang yang apabila mendengar namaku disebut, tetapi ia tidak membacakan shalawat atasku. (HR. Bazzar dan Tabhrani)
Dalam ibadah sehari-hari, sebenarnya ada sebuah perbuatan ringan yang apabila kita lakukan mendatangkan akibat yang maha dahsyat, dan apabila kita tinggalkan maka kita termasuk golongan orang yang tidak berbalas budi.
Pada saat kita telah diberi bantuan oleh orang lain, sudahlah pasti akan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atau mungkin mengucapkan doa untuk kebaikannya. Begitu pula dengan Rasulullah Saw yang telah mengeluarkan kita dari lembah kegelapan menuju alam terang benderang, maka sudahlah pantas bagi kita untuk selalu mengucapkan sholawat dan salam atas beliau, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kecintaan kita atas segala jasa dan perjuangan yang tak tertandingi di alam jagad ini.
Dalam ibadah-ibadah lain, Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakannya, namun khusus dalam perintah membaca shalawat, Allah Swt menyebutkan bahwa Allah sendiri bershalawat atasnya, kemudian memerintahkan kepada malaikatNya, baru kemudian pada orang-orang yang beriman untuk bershalawat atasnya. Dengan hal ini semakin menunjukkan bahwasanya melakukan shalawat atas Nabi muhammad saw, tidak cuma sekedar ungkapan terima kasih, tetapi ia juga menjadi ibadah yang utama.
Bila kita ingin mengetahui bahwa shalawat termasuk ibadah yang utama, maka perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam al-Quran:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, bershalawat atas Nabi, wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab 56).
Dari ayat tersebut kita mengetahui, Allah Swt saja sang Pencipta jagad raya dan mahkluk seluruh dunia termasuk diri kita yang kecil ini, mau bershalawat terhadap Nabi Muhammad Saw, dan juga para malaikat yang telah dijamin tak akan berbuat kesalahan turut bershalawat terhadap nabi, mengapa diri kita yang telah diselamatkan beliau masih melupakan ibadah yang teramat mulia ini. Sesungguhnya perbuatan seseorang menunjukkan pada perangai dirinya.
سيرة المرء تنبأ عن سريرته
Shalawat adalah sebuah ibadah yang tidak berbatas alam, jarak ataupun waktu. Artinya bila diucapkan maka akan menembus alam langit yang sangat jauh, didengar para malaikat, lalu turut menyampaikan doa bagi manusia yang mengucapkannya, dan menembus Alam kubur menyampaikan salam yang diucapkan manusia kepada Nabi Muhammad Saw.
Nabi Saw bersabda:
ما منكم من أحدٍ سلّم علي إذا متُّ إلا جاءني جبريل فقال جبريل يا محمد هذا فلان ابن فلان يُقرئك السلام، فأقول وعليه السلام ورحمة الله وبركاته. (رواه أبو داود).
Artinya:
“Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku sesudah aku mati melainkan malaikat jibril datang kepadaku seraya mengucapkan: ‘wahai Muhammad, ini Fulan bin Fulan mengucapkan salam untukmu, maka aku menjawab: “dan atasnya salam dan rahmat serta berkah dari Allah”. (HR. Abu Daud)
Lalu apa fadhilah mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw?
Ada beberapa riwayat dari hadist Rasulullah Saw, Atsar sahabat Radiallahu anhum dan pengalaman beberapa ulama yang mengisyaratkan imbalan bagi mereka yang mau bershalawat.
1). Shalawat membersihkan dosa
Sabda Nabi Saw:
صلّو عليّ فإن الصلاة علي زكاةٌ لكم واسألوا الله لي الوسيلة، قالوا وما الوسيلة يا رسول الله؟ قال: أعلى درجةٍ في الجنة لا ينالها إلا رجلٌ واحدٌ وأنا ارجو أن يكون أنا هو. (رواه أحمد في مسنده)
“bacalah shalawat atasku karena sesungguhnya shalawat atasku membersihkan dosa-dosamu, dan mintalah kepada Allah untukku wasilah”. Para sahabat bertanya: “apakah wasilah itu?” beliau menjawab: “derajat yang paling tinggi di sorga yang hanya seorang saja yang akan memperolehnya dan aku berharap semoga akulah orang yang memperolehnya”.
2). Shalawat berpahala sepuluh rahmat Allah dan menghapus sepuluh kesalahan
Sabda Nabi Saw:
من صلّى علي صلاةً واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحطّ عنه عشر خطيآت (رواه النسائي)
“barangsiapa yang membaca shalawat atasku satu shalawat maka Allah akan menurunkan sepuluh rahmat kepadanya dan menghapus sepuluh kesalahannya” (HR. Nasai)
3). Dikabulkan hajat di dunia dan akhirat
Sabda beliau Saw:
من صلى علي في اليوم مائةَ مرّةٍ قضى الله له مائةَ حاجةٍ، سبعين منها في الآخرة وثلاثين في الدنيا
“barangsiapa yang membacakan shalawat untukku pada suatu hari seratus kali, maka Allah akan memenuhi seratus hajatnya, 70 di antaranya nanti di akhirat dan 30 di dunia. (Kitab Jam’ul Jawami’, Hal: 796)
4). Terangkatnya derajat manusia
Sabda beliau Saw:
من صلى عليّ من أمتي مخلصاًَ من قَلبِه صلاةً واحدةً صلّى اللهُ عليه عشر صلواتٍ ورفع عشر درجاتٍ ومحا عنه عشر سيئاتٍ. (رواه النسائ)
“barangsiapa di antara umatku yang membacakan shalawat atasku satu kali dengan ikhlas dari lubuk hatinya, maka Allah menurunkan sepuluh rahmat kepadanya, mengangkat sepuluh derajat kepadanya, dan menghapus sepuluh kesalahan”. (HR. Nasai)
5). Menjadikan doa cepat terkabul
Bahwasanya Umar bin Khattab Ra berkata: “Saya mendengar bahwa doa itu ditahan diantara langit dan bumi, tidak akan dapat naik, sehingga dibacakan shalawat atas nabi Muhammad Saw”. (Atsar Hasan, Riwayat Tirmidzi)
Saudara-saudara kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia.
Ada sebuah cerita, bahwasanya ulama besar Sufyan ats Tsauri sedang thawaf mengelilingi ka’bah dan melihat seseorang yang setiap kali mengangkat kaki dan menurunkannya senantiasa membaca shalawat atas nabi. Sufyan bertanya: “Sesungguhnya engkau telah telah tinggalkan tasbih dan tahlil, sedang engkau hanya melakukan shalawat atas Nabi. Apakah ada bagimu landasan yang khusus? Orang itu menjawab: “Siapakah engkau? Semoga Allah mengampunimu. Sufyan menjawab: “Saya adalah sufyan ats tsauri”. Orang itu berkata: “seandainya kamu bukanlah orang yang istimewa di masamu ini niscaya saya tidak akan memberitahukan masalah ini dan menunjukkan rahasiaku ini”.
Kemudian orang itu berkata kepada sufyan: “sewaktu saya mengerjakan haji bersama ayahku, dan ketika berada di dekat kepalanya ayahku meninggal dan mukanya tampak hitam, lalu saya mengucapkan “innalillah wa inna ilahi rajiun” dan saya menutup mukanya dengan kain. Kemudian saya tertidur dan bermimpi, dimana saya melihat ada orang yang sangat tampan, sangat bersih dan mengusap muka ayahku, lalu muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih. Saat orang yang tampan itu akan pergi, lantas saya pegang pakaiannya sambil bertanya: “wahai hamba Allah siapakah engkau? Bagaimana lantaran kamu Allah menjadikan muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih di tempat yang istimewa ini?. Orang itu menjawab: “apakah kamu tidak mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah yang membawa al-Quran. Sesungguhnya ayahmu itu termasuk orang yang melampaui batas (banyak dosanya) akan tetapi ia banyak membaca shalawat atasku. Ketika ia berada dalam suasana yang demikian, ia meminta pertolongan kepadaku, maka akupun memberi pertolongan kepadanya, karena aku suka memberi pertolongan kepada orang yang banyak memperbanyak shalawat atasku”. Setelah itu saya terbangun dari tidur, dan saya lihat muka ayahku berubah menjadi putih. (Dari Kitab: Tanbihun Ghofilin, as-Samarqhondi, hal: 261)
Begitu dahsyatnya balasan shawalat terhadap Nabi Saw. sehingga bagi siapapun yang mengucapkannya akan melibatkan Allah, para malaikat dan Nabi Muhammad Saw langsung membalasnya, tidak cuma balasan pahala, imbalan atau keselamatan di akhirat, tetapi juga mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.
Orang yang mendengar shalawat atas nabi, tetapi tidak menjawabnya lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari RahmatNya.
Sabda Nabi:
“Jibril datang kepadaku dan berkata: “wahai Muhammad, barangsiapa yang mendapatkan bulan ramadhan namun ia tidak diampuni dosanya, lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah akan menjauhkan dari RahmatNya. Aku menjawab: “amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang masih bertemu dengan kedua orangtuanya atau salah satu diantaranya kemudian tidak berbuat baik pada orang tuanya, lalu mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku menjawab: “Amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang disebutkan namamu (muhammad) namun ia tidak membacakan shalawat lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku mengucapkan “Amin”. (HR. Ibnu Hibban).
Ucapkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, disaat kita senggang, disaat akan menggubah posisi kegiatan kita, disaat kapanpun, dimanapun selagi kita mampu. Dan bila ada yang mengucapkan shalawat:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد
Maka kita menjawab:
اللهم صلى وسلم وبارك على محمد
Jangan lupakan shalawat, karena bila kita lupa berarti kita telah melupakan seseorang yang telah menunjukkan kita kejalan yang lurus yaitu Nabi Muhammad Saw. bila kita telah melupakan shalawat berarti kita telah melupakan dan keliru dari jalan yang seharusnya kita tempuh menuju sorga.
“barangsiapa yang lupa membaca shawalat atasku, berarti ia telah keliru dari jalan ke sorga” (HR. Ibnu majah).
Kunci Ketenangan
24/11/2011
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7)
Tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita.
Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apa pun di dunia ini, kecuali hasil dari buah pikirannya sendiri.
Terserah kita, mau dibawa ke mana kehidupan
ini.
Mau dibawa sulit, niscaya segalanya akan menjadi sulit. Jika kita memilih jalan ini, maka silahkan, persulit saja pikiran ini.
Maudibawa rumit pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit.
Perumitlah terus pikiran kita bila memang jalan ini yang palingdisukai.
Toh, semua akan tampak hasilnya dan, tidak bisa tidak, hanya kita sendiri yang harus merasakan dan menaggung akibatnya.
Akan tetapi, sekiranya kehidupan yang terasa sempit menghimpit hendak
dibuat menjadi lapang, segala yang tampak rumit berbelit hendaknya
dibuat menjadi sederhana, dan segala yang kelihatannya buram, kelabu,
bahkan pekat gulita, hendaknya dibuat menjadi bening dan terang
benderang, maka cobalah rasakan dampaknya.
Ternyata dunia ini tidak lagi tampak mengkerut, sempit menghimpit, dan
carut marut. Memandang kehidupan ini terasa seperti berdiri di puncak
menara lalu menatap langit biru nan luas membentang bertaburkan
bintang gemintang, dengan semburat cahaya rembulan yang lembut
menebar, menjadikan segalanya tampak lebih indah, lebih lapang, dan
amat mengesankan. Allahu Akbar!
Memang,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun,
tetapi manusia itulah yang berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri”
(QS Yunus [11]:44).
Padahal Dia telah tegas-tegas memberikan jaminan melalui firman-Nya,
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7).
Kendalikan Suasana Hati
Kuncinya ternyata terletak pada keterampilan kita dalam mengendalikan
suasana hati. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang paling efektif
adalah, manakala berhubungan dengan sesama manusia, jangan sekali-kali
kita sibuk mengingat-ingat kata-katanya yang pernah terdengar
menyakitkan. Jangan pula kita sibuk membayangkan raut mukanya yang
sedang marah dan sinis, yang pernah dilakukannya di hari-hari yang
telah lalu.
Begitu hati dan pikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan
seperti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati
ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya
terhadap kita, sekecil apa pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah
tersenyum kepada kita. Kenaglah jabat tangannya yang begitu tulus atau
rangkulannya yang begitu penuh persahabatan. Atau, bukankah tempo hari
ia pernah menawarkan untuk
mengantarkan kita pulang dengan motornya ketika kita tengah berdiri
meninggu bis kota?
Pendek kata, ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang
dulu pernah ia lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori pikiran
kita segala keburukan yang mungkin pernah ia perbuat.
Allah Azza wa Jalla sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati
hamba-hamba-Nya. Kita akan kaget sendiri ketika mendapati hasilnya.
Betapa cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk
mengubah segala sesuatu yang buruk menjadi tampak baik.
Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur,
ilmu, ataupun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru
ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah
sesungguhnya kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.
Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak pernah mau
bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang oleh
gelinjang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi gejolak
amarah. Sekiranya tidak pernah mau mengendalikan hati, akan celakalah
kita dibuatnya karena akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap
orang lain.
Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan
untuk bisa memperhatikan segala gerak-gerik dan perilaku hati ini.
Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita
sadari. Jangan-jangan kita sudah memusnahkan pahala amal-amal yang
pernah dilakukan tanpa kita sadari. Jangan-jangan kita sudah termasuk
orang yang gemar berlaku zalim terhadap orang lain tanpa kita sadari.
Apabila ini terjadi, maka apalagi kekayaan yang bisa menjadi bekal
kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita
perbuat itu-adakah ia tergolong amal salih atau amal salah-justru
tergantung pada kalbu ini?
Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkaramurkaan, berkuah peluh
bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riya, ingin
dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disadari bahwa amalan seperti ini
di sisi Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?
Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam. Didengar oleh
ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat,
menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta pikiran.
Namun, sama sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati
tidak ikhlas. Sekadar ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri
paling mulia, atau bahkan lebih fatal lagi, karena motivasi sekadar
untuk mendapat imbalan.
Berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh jarak beribu
kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan
berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak
disertai niat karena Allah, sekadar ingin dipuji karena mendapat
embel-embel titel haji, maka na’udzubillah, semua ini sama sekali
tidak berharga di sisi Allah.
Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan sedemikian
besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnnya
berpangkal pada kelalaian dan ketidakmampuan mengendalikan suasana
hati. Sebab, sekali seseorang beramal disertai riya, ujub, atau sum’ah
(sekadar mencari popularitas) , maka tidak bisa tidak, pikirannya
hanya akan disibukkan oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar
manusia datang memujinya. Begitu pujian itu tidak datang, sertamerta
hati pun dilanda sengsara. Bila sudah begini, kapankah lagi dapat
diperoleh ketentraman hidup, selain sebaliknya, hari-harinya akan
senantiasa digelayuti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan sengsara?
Niat yang Ikhlas
Oleh karena itu, sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal yang
besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin tampak
kecil dan sepele dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan
memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah yang justru
akan dapat membuahkan ketenangan batin, sehingga insya Allah akan
membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan
mengesankan.
Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan memelihara
keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil
tersebut, suatu saat Allah Azza wa Jalla berkenan mengkaruniakan
kesanggupan untuk mampu ikhlas manakala datang masanya kita harus
mengerjakan amal-amal yang lebih besar.
Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini,
sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang
benar, niscaya akan melahirkan sikap ihsan. Yakni, kita akan selalu
merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-gerik, sehingga dalam
setiap denyut nadi ini, kita akan selalu teringat kepada-Nya.
Inilah suatu kondisi yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan
dan ketentraman.
“Alaa bi dzikrillaahii tathma ‘inul qulub” (QS ar-Ra’d[13]: 28),
demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tentram!
Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa mewaspadai
hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri justru tanpa kita
sadari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak bisa
terkendalikan, sehingga semakin rusaklah nilai amal-amal kita dari
waktu ke waktu. Na’udzubillaah!
Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk membersihkan jasad
lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk “memandikan” hati ini.
Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus
“menyantap” sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita
berdandan untuk merapikan penampilan, kita pun harus sibuk “bersolek”
merapikan hati kita. Dan selain kita rajin becermin untuk memperelok
wajah, kita pun jangan lupa untuk rajin-rajin pula “becermin” untuk
memperelok hati.
Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk senatiasa
menyelisik niat maupun perilaku buruk dan busuk yang, disadari ataupun
tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada
kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya
menipu diri sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan
ketenangan batin. Wallahu a’lam!
( Sumber : Buku Meredam Gelisah Hati, MQS. )
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7)
Tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita.
Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apa pun di dunia ini, kecuali hasil dari buah pikirannya sendiri.
Terserah kita, mau dibawa ke mana kehidupan
ini.
Mau dibawa sulit, niscaya segalanya akan menjadi sulit. Jika kita memilih jalan ini, maka silahkan, persulit saja pikiran ini.
Maudibawa rumit pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit.
Perumitlah terus pikiran kita bila memang jalan ini yang palingdisukai.
Toh, semua akan tampak hasilnya dan, tidak bisa tidak, hanya kita sendiri yang harus merasakan dan menaggung akibatnya.
Akan tetapi, sekiranya kehidupan yang terasa sempit menghimpit hendak
dibuat menjadi lapang, segala yang tampak rumit berbelit hendaknya
dibuat menjadi sederhana, dan segala yang kelihatannya buram, kelabu,
bahkan pekat gulita, hendaknya dibuat menjadi bening dan terang
benderang, maka cobalah rasakan dampaknya.
Ternyata dunia ini tidak lagi tampak mengkerut, sempit menghimpit, dan
carut marut. Memandang kehidupan ini terasa seperti berdiri di puncak
menara lalu menatap langit biru nan luas membentang bertaburkan
bintang gemintang, dengan semburat cahaya rembulan yang lembut
menebar, menjadikan segalanya tampak lebih indah, lebih lapang, dan
amat mengesankan. Allahu Akbar!
Memang,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun,
tetapi manusia itulah yang berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri”
(QS Yunus [11]:44).
Padahal Dia telah tegas-tegas memberikan jaminan melalui firman-Nya,
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7).
Kendalikan Suasana Hati
Kuncinya ternyata terletak pada keterampilan kita dalam mengendalikan
suasana hati. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang paling efektif
adalah, manakala berhubungan dengan sesama manusia, jangan sekali-kali
kita sibuk mengingat-ingat kata-katanya yang pernah terdengar
menyakitkan. Jangan pula kita sibuk membayangkan raut mukanya yang
sedang marah dan sinis, yang pernah dilakukannya di hari-hari yang
telah lalu.
Begitu hati dan pikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan
seperti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati
ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya
terhadap kita, sekecil apa pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah
tersenyum kepada kita. Kenaglah jabat tangannya yang begitu tulus atau
rangkulannya yang begitu penuh persahabatan. Atau, bukankah tempo hari
ia pernah menawarkan untuk
mengantarkan kita pulang dengan motornya ketika kita tengah berdiri
meninggu bis kota?
Pendek kata, ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang
dulu pernah ia lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori pikiran
kita segala keburukan yang mungkin pernah ia perbuat.
Allah Azza wa Jalla sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati
hamba-hamba-Nya. Kita akan kaget sendiri ketika mendapati hasilnya.
Betapa cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk
mengubah segala sesuatu yang buruk menjadi tampak baik.
Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur,
ilmu, ataupun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru
ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah
sesungguhnya kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.
Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak pernah mau
bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang oleh
gelinjang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi gejolak
amarah. Sekiranya tidak pernah mau mengendalikan hati, akan celakalah
kita dibuatnya karena akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap
orang lain.
Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan
untuk bisa memperhatikan segala gerak-gerik dan perilaku hati ini.
Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita
sadari. Jangan-jangan kita sudah memusnahkan pahala amal-amal yang
pernah dilakukan tanpa kita sadari. Jangan-jangan kita sudah termasuk
orang yang gemar berlaku zalim terhadap orang lain tanpa kita sadari.
Apabila ini terjadi, maka apalagi kekayaan yang bisa menjadi bekal
kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita
perbuat itu-adakah ia tergolong amal salih atau amal salah-justru
tergantung pada kalbu ini?
Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkaramurkaan, berkuah peluh
bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riya, ingin
dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disadari bahwa amalan seperti ini
di sisi Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?
Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam. Didengar oleh
ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat,
menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta pikiran.
Namun, sama sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati
tidak ikhlas. Sekadar ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri
paling mulia, atau bahkan lebih fatal lagi, karena motivasi sekadar
untuk mendapat imbalan.
Berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh jarak beribu
kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan
berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak
disertai niat karena Allah, sekadar ingin dipuji karena mendapat
embel-embel titel haji, maka na’udzubillah, semua ini sama sekali
tidak berharga di sisi Allah.
Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan sedemikian
besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnnya
berpangkal pada kelalaian dan ketidakmampuan mengendalikan suasana
hati. Sebab, sekali seseorang beramal disertai riya, ujub, atau sum’ah
(sekadar mencari popularitas) , maka tidak bisa tidak, pikirannya
hanya akan disibukkan oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar
manusia datang memujinya. Begitu pujian itu tidak datang, sertamerta
hati pun dilanda sengsara. Bila sudah begini, kapankah lagi dapat
diperoleh ketentraman hidup, selain sebaliknya, hari-harinya akan
senantiasa digelayuti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan sengsara?
Niat yang Ikhlas
Oleh karena itu, sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal yang
besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin tampak
kecil dan sepele dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan
memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah yang justru
akan dapat membuahkan ketenangan batin, sehingga insya Allah akan
membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan
mengesankan.
Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan memelihara
keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil
tersebut, suatu saat Allah Azza wa Jalla berkenan mengkaruniakan
kesanggupan untuk mampu ikhlas manakala datang masanya kita harus
mengerjakan amal-amal yang lebih besar.
Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini,
sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang
benar, niscaya akan melahirkan sikap ihsan. Yakni, kita akan selalu
merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-gerik, sehingga dalam
setiap denyut nadi ini, kita akan selalu teringat kepada-Nya.
Inilah suatu kondisi yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan
dan ketentraman.
“Alaa bi dzikrillaahii tathma ‘inul qulub” (QS ar-Ra’d[13]: 28),
demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tentram!
Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa mewaspadai
hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri justru tanpa kita
sadari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak bisa
terkendalikan, sehingga semakin rusaklah nilai amal-amal kita dari
waktu ke waktu. Na’udzubillaah!
Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk membersihkan jasad
lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk “memandikan” hati ini.
Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus
“menyantap” sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita
berdandan untuk merapikan penampilan, kita pun harus sibuk “bersolek”
merapikan hati kita. Dan selain kita rajin becermin untuk memperelok
wajah, kita pun jangan lupa untuk rajin-rajin pula “becermin” untuk
memperelok hati.
Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk senatiasa
menyelisik niat maupun perilaku buruk dan busuk yang, disadari ataupun
tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada
kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya
menipu diri sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan
ketenangan batin. Wallahu a’lam!
( Sumber : Buku Meredam Gelisah Hati, MQS. )
Tidak Takut Dosa
23/11/2011
Tidak jauh dari rumah saya, ada s ebuah warung tenda kecil yang berjualan khusus makanan ala china. Seperti dikota – kota lain yang juga lagi menjamur. Yang dijual antara lain nasi goreeng, bakmi, capcay, bihun dan sejenis masakan lainnya. Tempatnya agak masuk kedalam, disebuah lorong kecil, sehingga agak jauh dari keramaian. Tetapi karena memang masakannya enak, maka sungguh ramai para pembeli diwarung itu. Dari sekian banyak pembeli yang saat itu sedang mengantri, salah satunya adalah saya dan adikku yang juga ingin membeli dan ingin merasakan makanan diwarung tersebut.
Ketika kami sedang antri menunggu masakan yang kami pesan, tiba – tiba seorang pembeli wanita yang berdiri disamping kiri saya mengajukan sebuah pertanyaan sambil agak tertawa, yaitu sebuah pertanyaan yang tidak serius, bahkan cenderung bercanda. Yang menurutku sebenarnya pertanyaan itu seharusnya tidak dilontarkan walau hanya untuk bercanda saja. Tapi karna hal itu sudah terjadi dan telah terlanjur diucapkan, maka kami para pembeli mau tidak mau tetap mendengar dan ikut larut dalam pertanyaan tersebut.
Bunyi pertanyaan itu ialah, “ Pak, apa benar sih, masakan bapak ini tidak mengandung babi ??
Diluar dugaan kami, ternyata pemilik warung tersebut merasa tersinggung. Ia menjawab sambil marah, sehingga menjadi tidak enak suasana saat itu. Kami semua yang sedang antre jadi terdiam dan mendengarkan dengan penuh perhatian pada dialog kecil itu.
Bukan suasana tidak enak itu yang membuat saya terperangah dan kaget. Tetapi jawaban pemilik warung tersebut yang sambil menggoreng nasi ia menjawab dengan nada yang cukup tinggi, mungkin dengan maksud agar para pembeli juga bisa ikut mendegarnya.
Kata penjual, “ Mbak, saya dari dulu sudah laris semacam ini, dan tidak ada orang yang pernah bertanya semacam itu. Semua orang tahu kalau masakan saya tidak ada babinya. Saya ini berkata jujur apa adanya mbak. Kalau saya bohong, saya takut jualan saya tidak laku. Saya tidak takut pada dosa, dosa bagi saya urusan nanti mbak. Tapi yang saya takutkan kalau jualan saya saya tidak laku. Itu saja … !?
Sungguh sebuah jawaban yang diluar perkiraan saya. Cukup lama saya terdiam sambil memikirkan jawaban yang diluar dugaan itu. Inilah orang yang ingin berbuat jujur tetapi karena dagangan, bukan panggilan nuraninya, bukan karena takut kepada Allah, dan bukan pula karena kasih sayaang kepada sesamaanya. Melainkan lantaran takut tidak didatangi oleh pembeli. Bahkan yang membuat saya merinding, ia sama sekali tidak takut pada dosa! Dan hal itu disampaikannya dihadapan banyak pembeli dengan nada emosi. Sungguh diluar nalar kita sebagai orang yang selalu ingin berbuat kebajikan.
Tetapi disisi lain, saya juga berpikir jangan – jangan memang sangat banyak orang – orang yang berpendirian seperti demikian. Ataukah karena saya yang jarang bertemu dengan orang – orang yang semacam itu. Sungguh kejadian diatas merupakan salah satu contoh yang tepat sebagai wakil dari orang – orang yang cinta dan berpandangan duniawi. Akhirat tidak Nampak, kebesaran Allah SWT tidak Nampak. Yang membuat ia melakukan sesuatu adalah karena ia ingin memperoleh duniawi. Ia lupa bahwa segala sesuatu termasuk rezeki manusia, Allah-lah yang mengaturnya.
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang DIA kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan didunia, padahal kehidupan dunia itu (Dibanding dengan) kehidupan akherat, hanyalah kesenangan (Yang sedikit).” (QS. Ar-Rad:26)
Jikapun, banyak orang – orang yang berpendirian semacam itu, sungguh betapa banyaknya orang yang akan tertipu oleh kehidupan duniawi yang sangat kecil ini. Tentu ini adalah salah satu pekerjaan syetan yang terkutuk yang selalu memengaruhi dan menggoda manusia dari semua sisi kehidupannya. Mari kita selalu berdoa agar tidak terjerumus dan mengikuti tipu daya syetan. Karna ia adalah musuh yang nyata bagi kita.
“ Hai manusia sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali – kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir:5)
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam – tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu melihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan diakherat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. “ (QS. Al-Hadiid:20)
“ Iblis menjawab:” Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar – benar akan (Menghalangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka yang bersyukur (Taat).” (QS. Al-A’raf:16-17)
Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah diatas, agar bisa menjadi orang yang selalu bersyukur dan bersabar dalam hidup ini, dan menerima semuanya yang berlaku bagi kita dengan hati yang lapang dan ikhlas semata – mata Lillahi ta’Allah. Aamiin.
Tidak jauh dari rumah saya, ada s ebuah warung tenda kecil yang berjualan khusus makanan ala china. Seperti dikota – kota lain yang juga lagi menjamur. Yang dijual antara lain nasi goreeng, bakmi, capcay, bihun dan sejenis masakan lainnya. Tempatnya agak masuk kedalam, disebuah lorong kecil, sehingga agak jauh dari keramaian. Tetapi karena memang masakannya enak, maka sungguh ramai para pembeli diwarung itu. Dari sekian banyak pembeli yang saat itu sedang mengantri, salah satunya adalah saya dan adikku yang juga ingin membeli dan ingin merasakan makanan diwarung tersebut.
Ketika kami sedang antri menunggu masakan yang kami pesan, tiba – tiba seorang pembeli wanita yang berdiri disamping kiri saya mengajukan sebuah pertanyaan sambil agak tertawa, yaitu sebuah pertanyaan yang tidak serius, bahkan cenderung bercanda. Yang menurutku sebenarnya pertanyaan itu seharusnya tidak dilontarkan walau hanya untuk bercanda saja. Tapi karna hal itu sudah terjadi dan telah terlanjur diucapkan, maka kami para pembeli mau tidak mau tetap mendengar dan ikut larut dalam pertanyaan tersebut.
Bunyi pertanyaan itu ialah, “ Pak, apa benar sih, masakan bapak ini tidak mengandung babi ??
Diluar dugaan kami, ternyata pemilik warung tersebut merasa tersinggung. Ia menjawab sambil marah, sehingga menjadi tidak enak suasana saat itu. Kami semua yang sedang antre jadi terdiam dan mendengarkan dengan penuh perhatian pada dialog kecil itu.
Bukan suasana tidak enak itu yang membuat saya terperangah dan kaget. Tetapi jawaban pemilik warung tersebut yang sambil menggoreng nasi ia menjawab dengan nada yang cukup tinggi, mungkin dengan maksud agar para pembeli juga bisa ikut mendegarnya.
Kata penjual, “ Mbak, saya dari dulu sudah laris semacam ini, dan tidak ada orang yang pernah bertanya semacam itu. Semua orang tahu kalau masakan saya tidak ada babinya. Saya ini berkata jujur apa adanya mbak. Kalau saya bohong, saya takut jualan saya tidak laku. Saya tidak takut pada dosa, dosa bagi saya urusan nanti mbak. Tapi yang saya takutkan kalau jualan saya saya tidak laku. Itu saja … !?
Sungguh sebuah jawaban yang diluar perkiraan saya. Cukup lama saya terdiam sambil memikirkan jawaban yang diluar dugaan itu. Inilah orang yang ingin berbuat jujur tetapi karena dagangan, bukan panggilan nuraninya, bukan karena takut kepada Allah, dan bukan pula karena kasih sayaang kepada sesamaanya. Melainkan lantaran takut tidak didatangi oleh pembeli. Bahkan yang membuat saya merinding, ia sama sekali tidak takut pada dosa! Dan hal itu disampaikannya dihadapan banyak pembeli dengan nada emosi. Sungguh diluar nalar kita sebagai orang yang selalu ingin berbuat kebajikan.
Tetapi disisi lain, saya juga berpikir jangan – jangan memang sangat banyak orang – orang yang berpendirian seperti demikian. Ataukah karena saya yang jarang bertemu dengan orang – orang yang semacam itu. Sungguh kejadian diatas merupakan salah satu contoh yang tepat sebagai wakil dari orang – orang yang cinta dan berpandangan duniawi. Akhirat tidak Nampak, kebesaran Allah SWT tidak Nampak. Yang membuat ia melakukan sesuatu adalah karena ia ingin memperoleh duniawi. Ia lupa bahwa segala sesuatu termasuk rezeki manusia, Allah-lah yang mengaturnya.
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang DIA kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan didunia, padahal kehidupan dunia itu (Dibanding dengan) kehidupan akherat, hanyalah kesenangan (Yang sedikit).” (QS. Ar-Rad:26)
Jikapun, banyak orang – orang yang berpendirian semacam itu, sungguh betapa banyaknya orang yang akan tertipu oleh kehidupan duniawi yang sangat kecil ini. Tentu ini adalah salah satu pekerjaan syetan yang terkutuk yang selalu memengaruhi dan menggoda manusia dari semua sisi kehidupannya. Mari kita selalu berdoa agar tidak terjerumus dan mengikuti tipu daya syetan. Karna ia adalah musuh yang nyata bagi kita.
“ Hai manusia sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali – kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir:5)
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam – tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu melihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan diakherat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. “ (QS. Al-Hadiid:20)
“ Iblis menjawab:” Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar – benar akan (Menghalangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka yang bersyukur (Taat).” (QS. Al-A’raf:16-17)
Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah diatas, agar bisa menjadi orang yang selalu bersyukur dan bersabar dalam hidup ini, dan menerima semuanya yang berlaku bagi kita dengan hati yang lapang dan ikhlas semata – mata Lillahi ta’Allah. Aamiin.
Belajar pada Buah Jeruk !
21/11/2011
Berguru pada buah jeruk, Apa yang bisa kita pelajari ? Bukankah jeruk adalah buah yang sudah kita kenal bersama. Buah yang begitu – begitu saja. Tapi, sungguh tiada yang biasa bagi orang – orang yang belajar ilmu hikmah dari Allah. Semua hal akan menjadi luar biasa. Dan bisa mengantarkan kita untuk bertemu dengan –Nya. Dimana saja, dan kapan saja.
Sebelum pergi kerja dipagi hari, kita makan bersama keluarga. Dan boleh jadi buah jeruk berada dimeja makan menemani kita. Dari buah jeruk yang sedang ada dimeja makan itu kita bisa belajar tentang manfaat hidup.
Apakah yang bisa kita petik dari sibuah jeruk ? Ternyata buah jeruk mengajarkan kepada kita tentang baik dan buruk. Manfaat dan mudharat. Bahwa hidup ini mesti memiliki lebih banyak manfaat daripada mudharatnya.
Suatu ketika, saya mengupas buah jeruk keprok yang terkenal segar dan manis. Begitu mudahnya mengupasnya. Apalagi pada buah yang sudah ranum. Saya tidak tahu mengapa buah yang telah ranum itu mudah dikupas.
Siapakah yang memerintahkan agar buah jeruk mudah dikupas? Padahal ketika masih muda, buah itu lebih sulit untuk dikupas. Jikapun bisa, biasanya daging buahnya menjadi rusak. Apakah buah jeruk itu sendiri yang memerintahkan dirinya agar mudah dikupas oleh kita? Ah, rasanya tidak mungkin dan mustahil. Karena tentu, dia tidak ingin dikupas – kupas secara menyakitkan kemudian dimakan oleh kita. Ada sebuah kehendak diluar buah jeruk yang memerintahkan kepada pohon tersebut agar memudahkan buahnya untuk dikupas ketika sudah ranum.
Begitu kulitnya terkelupas, saya melihat daging buahnya yang kuning segar. Betapa akan membangkitkan selera! Saya pisah bagian- bagian buahnya, begitu mudah. Dimakan begitu segar dan nikmat.
Saya kembali berpikir, siapakah yang mendesain daging buah yang demikian indah itu. Ada daging buah yang terbagi kedalam potongan yang lebih kecil dengan dibungkus kulit ari yang tipis tapi liat dan lentur. Arsitekturnya demikian indah dan cermat. Apakah pohon jeruk tersebut demikian pintarnya, sehingga mampu menciptakan desain dengan demikian indahnya. Hebatnya semua jenis jeruk keprok itu memiliki arsitektural yang sama. Berjuta – juta buah jeruk keprok dimuka bumi mempunyai rasa khas yang sama, struktur kulit dan warna yang senada, dan musim panen yang seiring. Yaitu menjelang musim dingin didaerah empat musim. Sedangkan didaerah tropis hamper sepanjang tahun.
Siapakah yang memerintahkan buah jeruk yang kaya vitamin C itu berbuah menjelang musim dingin, dimana tubuh manusia lebih membutuhkan vitamin C? Apakah buah itu sendiri ? Ataukah ada suatu kecerdasan superhebat yang sangat berkuasa dibalik ini semua? Subhnallah.
Semakin dipikir, semakin banyak hikmah yang bisa diambil dari buah jeruk itu. Itu baru menyelami salah satu jenis jeruk yang bernama jeruk keprok saja. Padahal ada banyak jenis – jenis buah jeruk dimuka bumi ini. Ada jeruk nipis, jeruk manis, jeruk bali, jeruk kikit, jeruk sambal, dan lain sebagainya. Yang saya tidak hapal satu persatu. Semuanya memiliki rasa yang khas dan kegunaan yang berbeda – beda.
Ketika sambil termenung – menung mengupas buah jeruk itu, tanpa sengaja air kulitnya muncrat mengenai mataku. Cukup perih juga ternyata. Tapi hanya sebentar, lantas hilang pedihnya, sayapun menjadi tersenyum.
Sungguh, selain manfaat yang demikian banyak dari buah jeruk tersebut, ternyata ada juga sisi negatifnya. Kalau kena mata akan terasa pedih. Tetapi saya kemudian berpikir, jangan – jangan itupun merupakan sebuah manfaat. Hanya saja mungkin saya belum tahu manfaat apa yang tersimpan dibaliknya. Tapi, kalaupun itu sebiah sisi negative dari buah jeruk itu, saya melihat begitu sedikitnya sisi negatifnya. Malahan yang jauh lebih banyak adalah sisi positifnya, memberi manfaat demikian banyak buat kita.
Maka sayapun termenung semakin dalam. Berbagai makhluk yang diciptakan Allah memiliki manfaat yang demikian banyak bagi makhluk yang lainnya. Terutama bagi kita manusia. Tetapi terkadang kita sendiri tidak demikian. Begitu banyak manusia yang tidak memberikan manfaat buat lingkungannya, melainkan malah sebaliknya. Bahkan berbuat berbagai kerusakan yang akhirnya merugikan dirinya sendiri. Na’udzubillahi mindzalik !
Kenapa kita tidak belajar dari buah jeruk? Ia korbankan dirinya untuk kemaslahatan makhluk lainnya. Untuk manfaat yang lebih luas dan lebih besar. Maka, begitu banyak orang mencarinya, merindukannya, dan membutuhkannya. Kehadirannya bukan untuk menyusahkan orang lain, melainkan untuk membahagiakannya.
Bukankah itu yang diajarkan oleh-Nya? Tidaklah Allah mengutus Nabi Muhammad kemuka bumi ini kecuali untuk menjadi Rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al-Anbiyaa’(21):107)
Subhanallah, Semoga kita semua mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi saudara kita yang lain. Insya Allah aamiin.
Berguru pada buah jeruk, Apa yang bisa kita pelajari ? Bukankah jeruk adalah buah yang sudah kita kenal bersama. Buah yang begitu – begitu saja. Tapi, sungguh tiada yang biasa bagi orang – orang yang belajar ilmu hikmah dari Allah. Semua hal akan menjadi luar biasa. Dan bisa mengantarkan kita untuk bertemu dengan –Nya. Dimana saja, dan kapan saja.
Sebelum pergi kerja dipagi hari, kita makan bersama keluarga. Dan boleh jadi buah jeruk berada dimeja makan menemani kita. Dari buah jeruk yang sedang ada dimeja makan itu kita bisa belajar tentang manfaat hidup.
Apakah yang bisa kita petik dari sibuah jeruk ? Ternyata buah jeruk mengajarkan kepada kita tentang baik dan buruk. Manfaat dan mudharat. Bahwa hidup ini mesti memiliki lebih banyak manfaat daripada mudharatnya.
Suatu ketika, saya mengupas buah jeruk keprok yang terkenal segar dan manis. Begitu mudahnya mengupasnya. Apalagi pada buah yang sudah ranum. Saya tidak tahu mengapa buah yang telah ranum itu mudah dikupas.
Siapakah yang memerintahkan agar buah jeruk mudah dikupas? Padahal ketika masih muda, buah itu lebih sulit untuk dikupas. Jikapun bisa, biasanya daging buahnya menjadi rusak. Apakah buah jeruk itu sendiri yang memerintahkan dirinya agar mudah dikupas oleh kita? Ah, rasanya tidak mungkin dan mustahil. Karena tentu, dia tidak ingin dikupas – kupas secara menyakitkan kemudian dimakan oleh kita. Ada sebuah kehendak diluar buah jeruk yang memerintahkan kepada pohon tersebut agar memudahkan buahnya untuk dikupas ketika sudah ranum.
Begitu kulitnya terkelupas, saya melihat daging buahnya yang kuning segar. Betapa akan membangkitkan selera! Saya pisah bagian- bagian buahnya, begitu mudah. Dimakan begitu segar dan nikmat.
Saya kembali berpikir, siapakah yang mendesain daging buah yang demikian indah itu. Ada daging buah yang terbagi kedalam potongan yang lebih kecil dengan dibungkus kulit ari yang tipis tapi liat dan lentur. Arsitekturnya demikian indah dan cermat. Apakah pohon jeruk tersebut demikian pintarnya, sehingga mampu menciptakan desain dengan demikian indahnya. Hebatnya semua jenis jeruk keprok itu memiliki arsitektural yang sama. Berjuta – juta buah jeruk keprok dimuka bumi mempunyai rasa khas yang sama, struktur kulit dan warna yang senada, dan musim panen yang seiring. Yaitu menjelang musim dingin didaerah empat musim. Sedangkan didaerah tropis hamper sepanjang tahun.
Siapakah yang memerintahkan buah jeruk yang kaya vitamin C itu berbuah menjelang musim dingin, dimana tubuh manusia lebih membutuhkan vitamin C? Apakah buah itu sendiri ? Ataukah ada suatu kecerdasan superhebat yang sangat berkuasa dibalik ini semua? Subhnallah.
Semakin dipikir, semakin banyak hikmah yang bisa diambil dari buah jeruk itu. Itu baru menyelami salah satu jenis jeruk yang bernama jeruk keprok saja. Padahal ada banyak jenis – jenis buah jeruk dimuka bumi ini. Ada jeruk nipis, jeruk manis, jeruk bali, jeruk kikit, jeruk sambal, dan lain sebagainya. Yang saya tidak hapal satu persatu. Semuanya memiliki rasa yang khas dan kegunaan yang berbeda – beda.
Ketika sambil termenung – menung mengupas buah jeruk itu, tanpa sengaja air kulitnya muncrat mengenai mataku. Cukup perih juga ternyata. Tapi hanya sebentar, lantas hilang pedihnya, sayapun menjadi tersenyum.
Sungguh, selain manfaat yang demikian banyak dari buah jeruk tersebut, ternyata ada juga sisi negatifnya. Kalau kena mata akan terasa pedih. Tetapi saya kemudian berpikir, jangan – jangan itupun merupakan sebuah manfaat. Hanya saja mungkin saya belum tahu manfaat apa yang tersimpan dibaliknya. Tapi, kalaupun itu sebiah sisi negative dari buah jeruk itu, saya melihat begitu sedikitnya sisi negatifnya. Malahan yang jauh lebih banyak adalah sisi positifnya, memberi manfaat demikian banyak buat kita.
Maka sayapun termenung semakin dalam. Berbagai makhluk yang diciptakan Allah memiliki manfaat yang demikian banyak bagi makhluk yang lainnya. Terutama bagi kita manusia. Tetapi terkadang kita sendiri tidak demikian. Begitu banyak manusia yang tidak memberikan manfaat buat lingkungannya, melainkan malah sebaliknya. Bahkan berbuat berbagai kerusakan yang akhirnya merugikan dirinya sendiri. Na’udzubillahi mindzalik !
Kenapa kita tidak belajar dari buah jeruk? Ia korbankan dirinya untuk kemaslahatan makhluk lainnya. Untuk manfaat yang lebih luas dan lebih besar. Maka, begitu banyak orang mencarinya, merindukannya, dan membutuhkannya. Kehadirannya bukan untuk menyusahkan orang lain, melainkan untuk membahagiakannya.
Bukankah itu yang diajarkan oleh-Nya? Tidaklah Allah mengutus Nabi Muhammad kemuka bumi ini kecuali untuk menjadi Rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al-Anbiyaa’(21):107)
Subhanallah, Semoga kita semua mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi saudara kita yang lain. Insya Allah aamiin.
Jangan Suka Mendendam, karena Kita sendiri yang akan menjadi Korban Pertamanya !
18/11/2011
(Sesungguhnya Allah telah mencukupkan untukmu semua yang terjadi kemarin, dan Dia akan mencukupkan pula untukmu apa saja yang akan terjadi besok hari)
Ada sebagian orang yang sangat murah hati, ia tidak pernah mempersoalkan hak - haknya yang di dzalimi orang lain. Bahkan, kadang kala ia seperti acuh dalam banyak persoalan yang menyangkut kepentingannya.
Singkatnya, Ia tidak pernah berpikir macam - macam dalam segala hal, tidak suka memperuncing perselisihan, tidak pernah ingin mengorek lebih dalam tentang maksud perkataan orang lain, dan tidak mau direpotkan oleh masalah - masalah kecil seperti ini.
Namun, ada pula orang yang bersifat sebaliknya, tidak punya toleransi, selalu menuntut setiap haknya sekalipun tidak seberapa dan sering memaksakan diri untuk mendapatkan hak-haknya, bahkan yang kadangkala bukan haknya sendiri. Dengan kata lain, ia selalu merasa kurang dengan apa yang ada.
Dan biasanya, orang yang pemurah itu hatinya lebih bisa berkenan, pikirannya lebih tenang dan terhindar dari kegelisahan. Selain itu, ia juga lebih bisa dekat dengan hati banyak orang dan mudah mendapatkan simpati mereka. Karena itulah, pintu - pintu kebahagiaan dan kesuksesan pun lebih terbuka bagi mereka daripada bagi orang - orang yang selalu mengobarkan api permusuhan terhadap sesama hamba-Nya. Orang yang seperti ini biasa suka bermanis - manis kata dan sikap dengan tujuan yang buruk, sehingga mereka selalu dihantui oleh kegelisahan.
Dan akibatnya, ia banyak dibenci orang dan pintu kebahagiaan dan keberhasilan pun tertutup untuknya. Diriwayatkan, setiap kali diminta memilih antara dua hal, Rasulullah SAW selalu memilih yang termudah selama hal itu bukan perkara yang mendatangkan dosa. Jika itu dosa, maka Beliau orang yang paling jauh darinya.
Rasulullah SAW bersabda, " Allah menyayangi hamba yang lemah lembut ketika menjual, membeli, dan ketika menegakkan hukum. "
(Dr. ' Aidh Abdullah Al-Qarni)
(Sesungguhnya Allah telah mencukupkan untukmu semua yang terjadi kemarin, dan Dia akan mencukupkan pula untukmu apa saja yang akan terjadi besok hari)
Ada sebagian orang yang sangat murah hati, ia tidak pernah mempersoalkan hak - haknya yang di dzalimi orang lain. Bahkan, kadang kala ia seperti acuh dalam banyak persoalan yang menyangkut kepentingannya.
Singkatnya, Ia tidak pernah berpikir macam - macam dalam segala hal, tidak suka memperuncing perselisihan, tidak pernah ingin mengorek lebih dalam tentang maksud perkataan orang lain, dan tidak mau direpotkan oleh masalah - masalah kecil seperti ini.
Namun, ada pula orang yang bersifat sebaliknya, tidak punya toleransi, selalu menuntut setiap haknya sekalipun tidak seberapa dan sering memaksakan diri untuk mendapatkan hak-haknya, bahkan yang kadangkala bukan haknya sendiri. Dengan kata lain, ia selalu merasa kurang dengan apa yang ada.
Dan biasanya, orang yang pemurah itu hatinya lebih bisa berkenan, pikirannya lebih tenang dan terhindar dari kegelisahan. Selain itu, ia juga lebih bisa dekat dengan hati banyak orang dan mudah mendapatkan simpati mereka. Karena itulah, pintu - pintu kebahagiaan dan kesuksesan pun lebih terbuka bagi mereka daripada bagi orang - orang yang selalu mengobarkan api permusuhan terhadap sesama hamba-Nya. Orang yang seperti ini biasa suka bermanis - manis kata dan sikap dengan tujuan yang buruk, sehingga mereka selalu dihantui oleh kegelisahan.
Dan akibatnya, ia banyak dibenci orang dan pintu kebahagiaan dan keberhasilan pun tertutup untuknya. Diriwayatkan, setiap kali diminta memilih antara dua hal, Rasulullah SAW selalu memilih yang termudah selama hal itu bukan perkara yang mendatangkan dosa. Jika itu dosa, maka Beliau orang yang paling jauh darinya.
Rasulullah SAW bersabda, " Allah menyayangi hamba yang lemah lembut ketika menjual, membeli, dan ketika menegakkan hukum. "
(Dr. ' Aidh Abdullah Al-Qarni)
Dalam Keadaan Apapun, Kita selalu Beruntung!
17/11/2011
(Shalat itu merupakan Penjamin Kelapangan dada dan Pengusir Keresahan)
Hendaklah kita hanya mengharapkan kebaikan dari Allah semata ! Bila kerisauan, kegalauan dan kesedihan datang menghampiri, ketahuilah bahwa sesungguhnya semua itu merupakan penghapus dosa - dosa.
Apabila kita kehilangan salah seorang anak yang kita cintai dan kasihi, ia kelak akan menjadi pemberi syafaat bagimu disisi Allah Yang Maha Esa. Apabila suatu penyakit menimpa tubuhmu, yakinilah bila penyakit tersebut akan mendatangkan pahala dari Allah dan pahala tersebut senantiasa tercatat disisi-Nya.
Singkat kata, setiap rasa lapar ada pahalanya, setiap rasa sakit ada ganjarannya, dan setiap kefakiran ada balasannya dari Allah SWT. Bahkan, semua balasan itu tidak akan ada yang hilang dari sisi-Nya Yang Maha Esa. Allah akan senantiasa menjaganya dan akan memberikan kepada masing - masing pemiliknya di Akherat kelak.
(Dr. ' Aidh Abdullah Al-Qarni)
(Shalat itu merupakan Penjamin Kelapangan dada dan Pengusir Keresahan)
Hendaklah kita hanya mengharapkan kebaikan dari Allah semata ! Bila kerisauan, kegalauan dan kesedihan datang menghampiri, ketahuilah bahwa sesungguhnya semua itu merupakan penghapus dosa - dosa.
Apabila kita kehilangan salah seorang anak yang kita cintai dan kasihi, ia kelak akan menjadi pemberi syafaat bagimu disisi Allah Yang Maha Esa. Apabila suatu penyakit menimpa tubuhmu, yakinilah bila penyakit tersebut akan mendatangkan pahala dari Allah dan pahala tersebut senantiasa tercatat disisi-Nya.
Singkat kata, setiap rasa lapar ada pahalanya, setiap rasa sakit ada ganjarannya, dan setiap kefakiran ada balasannya dari Allah SWT. Bahkan, semua balasan itu tidak akan ada yang hilang dari sisi-Nya Yang Maha Esa. Allah akan senantiasa menjaganya dan akan memberikan kepada masing - masing pemiliknya di Akherat kelak.
(Dr. ' Aidh Abdullah Al-Qarni)
PENGAKUAN JUJUR IBLIS
16/11/2011
Alkisah, Allah telah menyuruh Iblis untuk datang ke rumah Rasulullah agar menjawab segala sesuatu yang ditanyakan Beliau kepadanya.
Pada suatu hari iblis pun datang kepada Rasulullah dengan menyerupai orang tua yang bagus lagi bersih dengan memegang tongkat ditangannya.
Bertanya Rasulullah,” Siapakah engkau ini ?!”
Orang itu menjawab, “ Aku adalah iblis. “
Rasulullah pun bertanya, “ Apa maksud mu datang kemari ?”
Orang tua itu (iblis) menjawab, “ Sungguh Allah telah memerintahkan kepadaku agar datang kerumahmu dan menjawab segala apa yang akan Engkau tanyakan kepadaku. “
Rasulullah lalu bertanya, “ Hai iblis, berapa banyakkah musuhmu dalam ummatku?”
Iblis menjawab, “ Ada 15 orang, yaitu :
1. Engkau sendiri wahai Muhammad.
2. Iman (Pemimpin) yang adil
3. Orang kaya yang tawadhu (Rendah hati)
4. Pedagang yang jujur
5. Orang alim yang mengerjakan shalat dengan khusyuk
6. Orang mukmin yang memberi nasihat
7. Orang mukmin yang saling berkasih saying karena Allah
8. Orang mukmin yang tetap ( Cepat – cepat) bertaubat
9. Orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram
10. Orang mukmin yang selalu dalam keadaan suci
11. Orang mukmin yang selalu bersedekah (Dermawan)
12. Orang mukmin yang baik budi pekertinya
13. Orang mukmin yang bermanfaat untuk orang lain
14. Orang yang hapal Al-Quran serta selalu membacanya
15. Orang yang selalu berdiri mengerjakan sholat diwaktu malam sedang orang lain tengah lelap tertidur.
Kemudian Rasulullah bertanya lagi kepada iblis, “ Berapa banyak temanmu dalam ummatku.”
Iblis menjawab, Ada 10 orang, yaitu:
1. Hakim yang aniaya (Tidak adil)
2. Orang kaya yang sombong
3. Pedagang yang khianat (Tidak jujur)
4. Orang yang pemabuk (Peminum minuman keras)
5. Orang yang memutuskan tali persaudaraan
6. Pemilik harta riba
7. Pemakan harta anak yatim
8. Orang yang selalu lengah dalam shalat atau sering meninggalkan shalat
9. Orang yang enggan memberikan zakat (Kikir)
10. Orang yang panjang angan – angan (Suka menghayal)
Mereka semua ini adalah sahabat dan handai taulan yang akrab dan setia saat menemani aku dalam neraka nanti, “ Sambung iblis.”
Dikutip dari cerita bijak orang – orang shaleh.
PELAJARAN HIDUP yang dapat diambil :
Pilihan hidup telah terpampang jelas dihadapan kita. Kita ingin menjadi teman iblis ataukah akan menjadi teman abadinya. Jika kita memilih menjadi teman iblis, maka nerakalah tempat kembali kita dialam baka. Tetapi jika kita memilih untuk menjadi seteru iblis, maka syurga kelak akan menanti kita. Kini, sepenuhnya tergantung kepada pilihan kita.
Memang, menjadi teman iblis akan menjadikan kehidupan kita didunia penuh dengan kesenangan dan kenikmatan. Tapi sampai kapan, bukankah kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Buat apa kita mengecap nikmat sesaat, tetapi pada akhirnya akan merasakan siksaan sepanjang zaman. Bukankah tindakan yang bodoh jika kita lantas memakan gula sebanyak – banyaknya hanya untuk dapat mengecap rasa manis. Bukankah yang kita dapatkan nanti hanyalah tumbuh suburnya penyakit diabetes dibadan.
Memang menjadi seteru iblis akam menjadikan kehidupan kita didunia laksana hidup dalam penjara, karena segala keinginan kita dibatasi oleh rambu – rambu agama. Tetapi bukankah semua itu tidak akan berlangsung lama. Bukankah kehidupan didunia hanyalah sekejab saja. Bukankah lebih baik kita bersusah – susah untuk sementara, tetapi akhirnya kita bisa merasakan lezatnya nikmat yang tiada akhirnya.
Marilah dengan hati jernih kita melihat siapa diri kita. Sudahkah kita menjadi musuh syetan yang paling nyata. Ataukah kita justru telah menjadi bagian dari kawan setianya. Jika kita mendapati diri telah menjadi teman karibnya, sungguh betapa kita akan celaka dan merugi. Segeralah kita bertaubat kepada-Nya.
Tetapi jika kita mendapati diri kita telah menjadi musuh abadinya, itu adalah pertanda bahwa kita akan meraih kebahagiaan tiada tara. Ingatlah selalu akan firman-Nya, “ Barangsiapa yang mengambil syetan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk – buruknya.” (QS. An-Nisa:38).
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan – setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala – nyala.” (QS. Fathir:6)
“ Setan menjadikan kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:268)
“Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan Surganya orang kafir.” (HR. Muslim)
Semoga bermanfaat !!
Alkisah, Allah telah menyuruh Iblis untuk datang ke rumah Rasulullah agar menjawab segala sesuatu yang ditanyakan Beliau kepadanya.
Pada suatu hari iblis pun datang kepada Rasulullah dengan menyerupai orang tua yang bagus lagi bersih dengan memegang tongkat ditangannya.
Bertanya Rasulullah,” Siapakah engkau ini ?!”
Orang itu menjawab, “ Aku adalah iblis. “
Rasulullah pun bertanya, “ Apa maksud mu datang kemari ?”
Orang tua itu (iblis) menjawab, “ Sungguh Allah telah memerintahkan kepadaku agar datang kerumahmu dan menjawab segala apa yang akan Engkau tanyakan kepadaku. “
Rasulullah lalu bertanya, “ Hai iblis, berapa banyakkah musuhmu dalam ummatku?”
Iblis menjawab, “ Ada 15 orang, yaitu :
1. Engkau sendiri wahai Muhammad.
2. Iman (Pemimpin) yang adil
3. Orang kaya yang tawadhu (Rendah hati)
4. Pedagang yang jujur
5. Orang alim yang mengerjakan shalat dengan khusyuk
6. Orang mukmin yang memberi nasihat
7. Orang mukmin yang saling berkasih saying karena Allah
8. Orang mukmin yang tetap ( Cepat – cepat) bertaubat
9. Orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram
10. Orang mukmin yang selalu dalam keadaan suci
11. Orang mukmin yang selalu bersedekah (Dermawan)
12. Orang mukmin yang baik budi pekertinya
13. Orang mukmin yang bermanfaat untuk orang lain
14. Orang yang hapal Al-Quran serta selalu membacanya
15. Orang yang selalu berdiri mengerjakan sholat diwaktu malam sedang orang lain tengah lelap tertidur.
Kemudian Rasulullah bertanya lagi kepada iblis, “ Berapa banyak temanmu dalam ummatku.”
Iblis menjawab, Ada 10 orang, yaitu:
1. Hakim yang aniaya (Tidak adil)
2. Orang kaya yang sombong
3. Pedagang yang khianat (Tidak jujur)
4. Orang yang pemabuk (Peminum minuman keras)
5. Orang yang memutuskan tali persaudaraan
6. Pemilik harta riba
7. Pemakan harta anak yatim
8. Orang yang selalu lengah dalam shalat atau sering meninggalkan shalat
9. Orang yang enggan memberikan zakat (Kikir)
10. Orang yang panjang angan – angan (Suka menghayal)
Mereka semua ini adalah sahabat dan handai taulan yang akrab dan setia saat menemani aku dalam neraka nanti, “ Sambung iblis.”
Dikutip dari cerita bijak orang – orang shaleh.
PELAJARAN HIDUP yang dapat diambil :
Pilihan hidup telah terpampang jelas dihadapan kita. Kita ingin menjadi teman iblis ataukah akan menjadi teman abadinya. Jika kita memilih menjadi teman iblis, maka nerakalah tempat kembali kita dialam baka. Tetapi jika kita memilih untuk menjadi seteru iblis, maka syurga kelak akan menanti kita. Kini, sepenuhnya tergantung kepada pilihan kita.
Memang, menjadi teman iblis akan menjadikan kehidupan kita didunia penuh dengan kesenangan dan kenikmatan. Tapi sampai kapan, bukankah kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Buat apa kita mengecap nikmat sesaat, tetapi pada akhirnya akan merasakan siksaan sepanjang zaman. Bukankah tindakan yang bodoh jika kita lantas memakan gula sebanyak – banyaknya hanya untuk dapat mengecap rasa manis. Bukankah yang kita dapatkan nanti hanyalah tumbuh suburnya penyakit diabetes dibadan.
Memang menjadi seteru iblis akam menjadikan kehidupan kita didunia laksana hidup dalam penjara, karena segala keinginan kita dibatasi oleh rambu – rambu agama. Tetapi bukankah semua itu tidak akan berlangsung lama. Bukankah kehidupan didunia hanyalah sekejab saja. Bukankah lebih baik kita bersusah – susah untuk sementara, tetapi akhirnya kita bisa merasakan lezatnya nikmat yang tiada akhirnya.
Marilah dengan hati jernih kita melihat siapa diri kita. Sudahkah kita menjadi musuh syetan yang paling nyata. Ataukah kita justru telah menjadi bagian dari kawan setianya. Jika kita mendapati diri telah menjadi teman karibnya, sungguh betapa kita akan celaka dan merugi. Segeralah kita bertaubat kepada-Nya.
Tetapi jika kita mendapati diri kita telah menjadi musuh abadinya, itu adalah pertanda bahwa kita akan meraih kebahagiaan tiada tara. Ingatlah selalu akan firman-Nya, “ Barangsiapa yang mengambil syetan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk – buruknya.” (QS. An-Nisa:38).
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan – setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala – nyala.” (QS. Fathir:6)
“ Setan menjadikan kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:268)
“Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan Surganya orang kafir.” (HR. Muslim)
Semoga bermanfaat !!
Cinta Allah kepada Orang yang Bertobat
15/11/2011
Oleh : Imran Nurtsani Lc
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nuur [24]:31)
Allah memerintahkan bertobat kepada kita dengan kalimat Tûbû sebanyak tujuh kali di dalam Alquran (al Baqarah :54, Huud :3, 52, 61, 90, at Tahrim: 8, dan an Nuur :31), sesungguhnya pengulangan perintah kepada kita untuk bertobat menunjukkan bahwasanya kebanyakan manusia berbuat kesalahan. Manusia di istilahkan para ulama sebagai tempatnya salah dan khilaf, istilah tersebut disandarkan pada sebuah hadis riwayat Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim ).
Akan tetapi Allah adalah Maha Bijaksana dan Maha Adil. Ketika kita melakukan kesalahan, Allah pun memberikan solusi terbaik untuk menebus kesalahan kita, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Setiap anak Adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertobat.” (HR at Tirmidzi).
Dari sini kita seharusnya sadar bahwa Allah itu sangat dekat dengan kita walaupun kita dilumuri dengan berbagai macam dosa. Kita diperintahkan untuk mendekat kepada-Nya dengan mengakui setiap dosa dan kesalahan kita, bukan dengan menjauhi-Nya dengan menambah dosa, sebagaimana ajaran Rasulullah dalam berdoa yang masyhur dengan sayyidul istighfar.
“Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”
[Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau].” (HR Bukhari).
Allah sangat mencinta dan 'memanjakan' orang-orang yang bertobat. “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” At Tahrim [66]: 8).
Itulah kecintaan Allah bagi orang yang bertobat, dimana Allah akan menutupi (menghapus) setiap kesalahan kita dan memasukkan kita kedalam surga-Nya. Wallahu a’lam.
Penulis adalah sahabat Republika di Kairo
Oleh : Imran Nurtsani Lc
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nuur [24]:31)
Allah memerintahkan bertobat kepada kita dengan kalimat Tûbû sebanyak tujuh kali di dalam Alquran (al Baqarah :54, Huud :3, 52, 61, 90, at Tahrim: 8, dan an Nuur :31), sesungguhnya pengulangan perintah kepada kita untuk bertobat menunjukkan bahwasanya kebanyakan manusia berbuat kesalahan. Manusia di istilahkan para ulama sebagai tempatnya salah dan khilaf, istilah tersebut disandarkan pada sebuah hadis riwayat Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim ).
Akan tetapi Allah adalah Maha Bijaksana dan Maha Adil. Ketika kita melakukan kesalahan, Allah pun memberikan solusi terbaik untuk menebus kesalahan kita, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Setiap anak Adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertobat.” (HR at Tirmidzi).
Dari sini kita seharusnya sadar bahwa Allah itu sangat dekat dengan kita walaupun kita dilumuri dengan berbagai macam dosa. Kita diperintahkan untuk mendekat kepada-Nya dengan mengakui setiap dosa dan kesalahan kita, bukan dengan menjauhi-Nya dengan menambah dosa, sebagaimana ajaran Rasulullah dalam berdoa yang masyhur dengan sayyidul istighfar.
“Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”
[Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau].” (HR Bukhari).
Allah sangat mencinta dan 'memanjakan' orang-orang yang bertobat. “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” At Tahrim [66]: 8).
Itulah kecintaan Allah bagi orang yang bertobat, dimana Allah akan menutupi (menghapus) setiap kesalahan kita dan memasukkan kita kedalam surga-Nya. Wallahu a’lam.
Penulis adalah sahabat Republika di Kairo
Hakekat Iman
13/11/2011
Allah Subhannahu wa Ta�ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4)
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 74)
Dalam ayat-ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah ketika namaNya dise-but, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selainNya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepadaNya, tidak pula meminta hajat kecuali ke-padaNya.
Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaanNya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisiNya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunanNya.
Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.
Telah kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun munurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa bertambah, juga bisa berkurang.
Bertambah karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar dalil-dalilnya. Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna Islam dan iman.
Islam Dan Iman
Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membedakan makna Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits Jibril, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa ia berkata,
"Ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada suatu hari keluar berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba datanglah Jibril dan bertanya, "Apakah iman itu?" Beliau menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan engkau beriman dengan hari Kebangkitan." Dia bertanya lagi, "Apakah Islam itu?" Beliau menjawab, "Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepadaNya, engkau mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah." Dia bertanya lagi, "Apakah ihsan itu?" Beliau menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguh-nya Ia melihatmu." Dia bertanya lagi, "Lalu kapankah Kiamat tiba?" Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih mengetahui daripada si penanya. Tetapi saya beritahukan kepadamu beberapa tandanya, yaitu jika wanita budak melahirkan tuannya, jika para penggembala unta hitam telah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Ilmu tentang) hari Kiamat termasuk dalam lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah." Kemudian dia pergi, lalu nabi bersabda, "Kembalikan dia!" Tetapi orang-orang tidak melihat sesuatu. Beliau kemudian bersabda, "Dia ada-lah Jibril, datang kemari untuk mengajari manusia tentang agama-nya." (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril An-Nabi wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50).
Islam
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), Salama-tunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik.
Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.
Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah peng-hambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridha dan taat, dan tidak menggang-gu orang lain, baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah.
Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta men-cintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata ten-tang Islam.
Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam.
Iman
Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin.
Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai Islam.
Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits syu�abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Yang paling tinggi adalah ucapan, �La ilaha illallah� dan yang paling rendah meyingkirkan gangguan dari jalan."
Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar�i tentang pentingnya iman dalam hati.
Jadi syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam (penyerahan diri) kepada Allah.
Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain.
Artinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya...
Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan. Wallahu a'lam!
(RIDWAN)
Allah Subhannahu wa Ta�ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4)
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 74)
Dalam ayat-ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah ketika namaNya dise-but, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selainNya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepadaNya, tidak pula meminta hajat kecuali ke-padaNya.
Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaanNya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisiNya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunanNya.
Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.
Telah kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun munurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa bertambah, juga bisa berkurang.
Bertambah karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar dalil-dalilnya. Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna Islam dan iman.
Islam Dan Iman
Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membedakan makna Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits Jibril, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa ia berkata,
"Ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada suatu hari keluar berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba datanglah Jibril dan bertanya, "Apakah iman itu?" Beliau menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan engkau beriman dengan hari Kebangkitan." Dia bertanya lagi, "Apakah Islam itu?" Beliau menjawab, "Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepadaNya, engkau mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah." Dia bertanya lagi, "Apakah ihsan itu?" Beliau menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguh-nya Ia melihatmu." Dia bertanya lagi, "Lalu kapankah Kiamat tiba?" Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih mengetahui daripada si penanya. Tetapi saya beritahukan kepadamu beberapa tandanya, yaitu jika wanita budak melahirkan tuannya, jika para penggembala unta hitam telah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Ilmu tentang) hari Kiamat termasuk dalam lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah." Kemudian dia pergi, lalu nabi bersabda, "Kembalikan dia!" Tetapi orang-orang tidak melihat sesuatu. Beliau kemudian bersabda, "Dia ada-lah Jibril, datang kemari untuk mengajari manusia tentang agama-nya." (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril An-Nabi wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50).
Islam
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), Salama-tunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik.
Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.
Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah peng-hambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridha dan taat, dan tidak menggang-gu orang lain, baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah.
Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta men-cintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata ten-tang Islam.
Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam.
Iman
Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin.
Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai Islam.
Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits syu�abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Yang paling tinggi adalah ucapan, �La ilaha illallah� dan yang paling rendah meyingkirkan gangguan dari jalan."
Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar�i tentang pentingnya iman dalam hati.
Jadi syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam (penyerahan diri) kepada Allah.
Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain.
Artinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya...
Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan. Wallahu a'lam!
(RIDWAN)
Istri yang Patuh dan Suami yang Ceroboh
13/11/2011
Pada zaman Rasulullah, ada seorang suami yang rupanya karena kesal dan baru saja bertengkar, lantas ia menghardik istrinya sambil keluar dari rumahnya seraya berkata : “ Kamu tidak boleh meninggalkan rumah sebelum aku pulang. “ Lalu, laki – laki itupun berangkat meninggalkan istrinya untuk keluar daerah.
Adapun istrinya karena menaati perintah suami, selama kepergian suaminya ia tidak berani keluar dari rumahnya. Semua keperluan sehari – hari dibelinya dari dalam rumahnya. Untuk kepasar saja, ia terhalang oleh perintah suaminya.
Sudah dua hari laki – laki itu belum pulang. Istri yang patuh itu hanya bisa menunggu dari balik pintu saja. Tiba – tiba ketika hari hamper sore dan perempuan tersebut sedang termangu – mangu mengharapkan kedatangan suaminya. Muncullah bayangan laki – laki dari jauh. Laki – laki itu berjalan dengan cepat dan tampak tergopoh – gopoh. Laki – laki itu menuju ketempat perempuan tadi, dan ternyata laki – laki itu adalah familinya yang tinggal dikampung kelahirannya.
Karena bukan muhrim, meskipun laki – laki itu masih termasuk keluarganya, perempuan tersebut tidak berani membukakan pintu. Pantang bagi seorang istri yang taat, menerima tamu laki – laki sendirian ketika suaminya tidak ada dirumah.
“ Saya lihat engkau tergesa – gesa sekali. Ada kabar apa dari rumah?” Begitu Tanya perempuan tadi setelah menjawab salam laki – laki yang baru datang itu.
“ Bapakmu sakit parah, engkau diminta segera datang karena ada pesan bapak yang akan disampaikannya kepadamu, “ Kata laki – laki tersebut.
“Iii…,” Pekik perempuan itu kaget. Ia bingung bapaknya sakit parah, padahal ia adalah satu-satunya orangtua setelah ibunya meninggal. Agaknya bapaknya ingin bertemu dengan nya sebelum hal – hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun, ia terikat oleh larangan suaminya agar jangan keluar dari rumah. Manakah yang harus ia pentingkan ? Perintah suamikah atau harapan bapaknya ??
Karena ia tidak bisa memutuskan dengan ceroboh, maka ia meminta tolong kepada untusan bapaknya itu. “ Coba kau tanyakan kepada Rasulullah. Bapak sakit parah, sedangkan suami melarangku untuk keluar rumah. Apa perkataan Rasulullah, itulah yang akan saya kerjakan.”
Lalu pergilah utusan tadi menghadap Rasulullah. Setelah diceritakan masalah itu, Rasulullah pun berkata,” Sampaikan kepada perempuan itu agar ia menaati perintah suaminya.”
Kembalilah siutusan kepada perempuan itu untuk menyampaikan amanat Rasulullah. Maka pulanglah utusan tadi kekampung halamannya dengan tangan hampa.
Malam itu istri yang patuh itu tidur dengan gelisah. Terbayang wajah bapaknya yang kurus kering. Terngiang perintah suaminya yang harus ditaati. Tatkala pagi tiba ia segera bangun, dengan harapan besar bahwa suaminya akan datang pagi itu, agar ia bisa berangkat kekampung halamannya untuk menjenguk sang ayah sesudah mendapatkan izin dari suaminya.
Namun, ternyata harapannya sia – sia. Suaminya tak jua kunjung pulang. Bahkan yang muncul kemudian adalah laki – laki utusan bapak yang kemarin, makin pucat saja muka perempuan itu,” Jangan – jangan .”
Betul !! Apa yang dikuatirkannya terjadi. “ Bapakmu meninggal dunia dengan tenang tadi malam,” Demikianlah berita yang didengarnya dari utusan itu. Meneteslah airmata perempuan itu sambil mulutnya menggumam, “ Inna lillahi wainna ilaihi rajiun .. “
“ Dan kalau kau ingin berjumpa, sekaranglah waktunya,” Sambung utusan itu.
“Tapi suamiku belum pulang” Jawab perempuan itu sedih. “ Coba, tolong tanyakan kepada Rasulullah, bagaimana pendapat Beliau. “
Maka pergilah laki – laki itu kepada Rasulullah. Begitu tiba kembali, perempuan itu bertanya buru – buru,”Bagaimana?” Beliau berpesan agar engkau tetap taat kepada perintah suami suami,” Jawab utusan tersebut. Sekali lagi, utusan itupun pulang kekampungnya dengan sia – sia.
Sehabis zuhur, pada waktu istri yang patuh itu tengah berdiri dibalik pintu mengharap – harap kepulangan suaminya, utusan tersebut datang kembali. Dari luar dia berkata,” Bapakmu akan segera dimakamkan. Apakah kamu tidak ingin melihat wajahnya untuk yang terakhir kali ??
Perempuan itu hanya bisa meneteskan airmata sambil menggeleng, “ Pulanglah engkau, kuburkanlah jenazah bapak baik – baik. Aku tidak bisa hadir karena suamiku belum pulang juga.”
Ternyata, hingga pagi esoknya pun, suami perempuan itu belum pulang juga. Baru setelah menjelang sore tampak bayangan tubuh yang dinanti – nanti itu dari kejauhan. Istri yang patuh itu segera bersiap – siap, badan serta rambutnya dirapikan dan masakan buru – buru dipanaskan kembali.
Begitu suaminya masuk, perempuan itu menyambutnya dengan senyum. Dibiarkan sisuami membersihkan badan, beristirahat, dan makan malam. Sesudah itu barulah perempuan mulia itu berkata, “ Bang, bapak saya kemarin meninggal dunia,” Laki – laki itu tampak terkejut sekali. “ Innalillah …., Serunya. “ Kamu sudah melawatkan ?”
Dengan mimic muka yang sedih perempuan itu menggeleng. “ Belum bang, karena engkau berpesan sebelum pergi agar aku tidak keluar rumah sebelum engkau datang,” Jawab istri yang taat itu dengan sabar.
“ Astaghfirullah …, “ Seru sisuami menyesal. Dia merasa bersalah telah menghamburkan larangan dengan gegabah karena menuruti ajakan hawa nafsu. Maka pada saat itu pula ia menghadap Rasulullah untuk menyampaikan penyesalannya.
Rasulullah berkata, “ Kali ini engkau tidak berdosa, karena tidak sengaja dan sudah menyesal. Itu adalah pelajaran bagimu agar dalam keadaan marah sekalipun jangan kau patuhi dorongan hawa nafsu. Sedangkan istrimu, dia betul – betul calon penghuni syurga karena taatnya kepada suami.
Dikutip dari cerita bijak orang – orang sholeh.
PELAJARAN HIDUP yang dapat diambil :
Orang yang hebat bukanlah orang yang mempunyai fisik yang kuat dan tenaga yang hebat. Sesungguhnya orang yang hebat dan kuat adalah orang yang mampu menahan hawa nafsunya saat ia marah. Mengapa ? Karena orang yang mampu menahan hawa nafsunya saat marah berarti ia mempunyai kesabaran yang hebat dan kepribadian yang kuat. Karena bagaimanapun, hawa nafsu akan selalu membawa kepada keburukan. Sehingga orang yang mengerjakan sesuatu atas dorongan hawa nafsu, pasti hasilnya akan selalu buruk.
Bercerminlah dari kisah diatas! Karena didorong oleh nafsu amarah, seorang suami dengan cerobohnya mengeluarkan larangan mutlak kepada istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang. Padahal manusia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ? Lalu apa yang terjadi kemudian ? Sang istri yang taat itu pun tidak bisa keluar rumah untuk menjenguk bapaknya yang sedang sakit keras. Iapun tidak bisa berada disisi sang bapak saat bapaknya itu menghembuskan nafas yang terakhir. Bahkan lebih tragis lagi, ia tidak bisa sekedar memandang wajah bapaknya untuk yang terakhir kali. Sebelum jasad bapaknya ditelan bumi. Semua itu karena ia terikat oleh larangan suaminya yang dikeluarkannya atas dasar nafsu marah.
Kiranya, Maha Benar firman Allah, “ Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi Rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf :53)
“ Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang – orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. “ (QS. Shad:26).
SEMOGA BERMANFAAT !!
Pada zaman Rasulullah, ada seorang suami yang rupanya karena kesal dan baru saja bertengkar, lantas ia menghardik istrinya sambil keluar dari rumahnya seraya berkata : “ Kamu tidak boleh meninggalkan rumah sebelum aku pulang. “ Lalu, laki – laki itupun berangkat meninggalkan istrinya untuk keluar daerah.
Adapun istrinya karena menaati perintah suami, selama kepergian suaminya ia tidak berani keluar dari rumahnya. Semua keperluan sehari – hari dibelinya dari dalam rumahnya. Untuk kepasar saja, ia terhalang oleh perintah suaminya.
Sudah dua hari laki – laki itu belum pulang. Istri yang patuh itu hanya bisa menunggu dari balik pintu saja. Tiba – tiba ketika hari hamper sore dan perempuan tersebut sedang termangu – mangu mengharapkan kedatangan suaminya. Muncullah bayangan laki – laki dari jauh. Laki – laki itu berjalan dengan cepat dan tampak tergopoh – gopoh. Laki – laki itu menuju ketempat perempuan tadi, dan ternyata laki – laki itu adalah familinya yang tinggal dikampung kelahirannya.
Karena bukan muhrim, meskipun laki – laki itu masih termasuk keluarganya, perempuan tersebut tidak berani membukakan pintu. Pantang bagi seorang istri yang taat, menerima tamu laki – laki sendirian ketika suaminya tidak ada dirumah.
“ Saya lihat engkau tergesa – gesa sekali. Ada kabar apa dari rumah?” Begitu Tanya perempuan tadi setelah menjawab salam laki – laki yang baru datang itu.
“ Bapakmu sakit parah, engkau diminta segera datang karena ada pesan bapak yang akan disampaikannya kepadamu, “ Kata laki – laki tersebut.
“Iii…,” Pekik perempuan itu kaget. Ia bingung bapaknya sakit parah, padahal ia adalah satu-satunya orangtua setelah ibunya meninggal. Agaknya bapaknya ingin bertemu dengan nya sebelum hal – hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun, ia terikat oleh larangan suaminya agar jangan keluar dari rumah. Manakah yang harus ia pentingkan ? Perintah suamikah atau harapan bapaknya ??
Karena ia tidak bisa memutuskan dengan ceroboh, maka ia meminta tolong kepada untusan bapaknya itu. “ Coba kau tanyakan kepada Rasulullah. Bapak sakit parah, sedangkan suami melarangku untuk keluar rumah. Apa perkataan Rasulullah, itulah yang akan saya kerjakan.”
Lalu pergilah utusan tadi menghadap Rasulullah. Setelah diceritakan masalah itu, Rasulullah pun berkata,” Sampaikan kepada perempuan itu agar ia menaati perintah suaminya.”
Kembalilah siutusan kepada perempuan itu untuk menyampaikan amanat Rasulullah. Maka pulanglah utusan tadi kekampung halamannya dengan tangan hampa.
Malam itu istri yang patuh itu tidur dengan gelisah. Terbayang wajah bapaknya yang kurus kering. Terngiang perintah suaminya yang harus ditaati. Tatkala pagi tiba ia segera bangun, dengan harapan besar bahwa suaminya akan datang pagi itu, agar ia bisa berangkat kekampung halamannya untuk menjenguk sang ayah sesudah mendapatkan izin dari suaminya.
Namun, ternyata harapannya sia – sia. Suaminya tak jua kunjung pulang. Bahkan yang muncul kemudian adalah laki – laki utusan bapak yang kemarin, makin pucat saja muka perempuan itu,” Jangan – jangan .”
Betul !! Apa yang dikuatirkannya terjadi. “ Bapakmu meninggal dunia dengan tenang tadi malam,” Demikianlah berita yang didengarnya dari utusan itu. Meneteslah airmata perempuan itu sambil mulutnya menggumam, “ Inna lillahi wainna ilaihi rajiun .. “
“ Dan kalau kau ingin berjumpa, sekaranglah waktunya,” Sambung utusan itu.
“Tapi suamiku belum pulang” Jawab perempuan itu sedih. “ Coba, tolong tanyakan kepada Rasulullah, bagaimana pendapat Beliau. “
Maka pergilah laki – laki itu kepada Rasulullah. Begitu tiba kembali, perempuan itu bertanya buru – buru,”Bagaimana?” Beliau berpesan agar engkau tetap taat kepada perintah suami suami,” Jawab utusan tersebut. Sekali lagi, utusan itupun pulang kekampungnya dengan sia – sia.
Sehabis zuhur, pada waktu istri yang patuh itu tengah berdiri dibalik pintu mengharap – harap kepulangan suaminya, utusan tersebut datang kembali. Dari luar dia berkata,” Bapakmu akan segera dimakamkan. Apakah kamu tidak ingin melihat wajahnya untuk yang terakhir kali ??
Perempuan itu hanya bisa meneteskan airmata sambil menggeleng, “ Pulanglah engkau, kuburkanlah jenazah bapak baik – baik. Aku tidak bisa hadir karena suamiku belum pulang juga.”
Ternyata, hingga pagi esoknya pun, suami perempuan itu belum pulang juga. Baru setelah menjelang sore tampak bayangan tubuh yang dinanti – nanti itu dari kejauhan. Istri yang patuh itu segera bersiap – siap, badan serta rambutnya dirapikan dan masakan buru – buru dipanaskan kembali.
Begitu suaminya masuk, perempuan itu menyambutnya dengan senyum. Dibiarkan sisuami membersihkan badan, beristirahat, dan makan malam. Sesudah itu barulah perempuan mulia itu berkata, “ Bang, bapak saya kemarin meninggal dunia,” Laki – laki itu tampak terkejut sekali. “ Innalillah …., Serunya. “ Kamu sudah melawatkan ?”
Dengan mimic muka yang sedih perempuan itu menggeleng. “ Belum bang, karena engkau berpesan sebelum pergi agar aku tidak keluar rumah sebelum engkau datang,” Jawab istri yang taat itu dengan sabar.
“ Astaghfirullah …, “ Seru sisuami menyesal. Dia merasa bersalah telah menghamburkan larangan dengan gegabah karena menuruti ajakan hawa nafsu. Maka pada saat itu pula ia menghadap Rasulullah untuk menyampaikan penyesalannya.
Rasulullah berkata, “ Kali ini engkau tidak berdosa, karena tidak sengaja dan sudah menyesal. Itu adalah pelajaran bagimu agar dalam keadaan marah sekalipun jangan kau patuhi dorongan hawa nafsu. Sedangkan istrimu, dia betul – betul calon penghuni syurga karena taatnya kepada suami.
Dikutip dari cerita bijak orang – orang sholeh.
PELAJARAN HIDUP yang dapat diambil :
Orang yang hebat bukanlah orang yang mempunyai fisik yang kuat dan tenaga yang hebat. Sesungguhnya orang yang hebat dan kuat adalah orang yang mampu menahan hawa nafsunya saat ia marah. Mengapa ? Karena orang yang mampu menahan hawa nafsunya saat marah berarti ia mempunyai kesabaran yang hebat dan kepribadian yang kuat. Karena bagaimanapun, hawa nafsu akan selalu membawa kepada keburukan. Sehingga orang yang mengerjakan sesuatu atas dorongan hawa nafsu, pasti hasilnya akan selalu buruk.
Bercerminlah dari kisah diatas! Karena didorong oleh nafsu amarah, seorang suami dengan cerobohnya mengeluarkan larangan mutlak kepada istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang. Padahal manusia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ? Lalu apa yang terjadi kemudian ? Sang istri yang taat itu pun tidak bisa keluar rumah untuk menjenguk bapaknya yang sedang sakit keras. Iapun tidak bisa berada disisi sang bapak saat bapaknya itu menghembuskan nafas yang terakhir. Bahkan lebih tragis lagi, ia tidak bisa sekedar memandang wajah bapaknya untuk yang terakhir kali. Sebelum jasad bapaknya ditelan bumi. Semua itu karena ia terikat oleh larangan suaminya yang dikeluarkannya atas dasar nafsu marah.
Kiranya, Maha Benar firman Allah, “ Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi Rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf :53)
“ Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang – orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. “ (QS. Shad:26).
SEMOGA BERMANFAAT !!
Bersama Kesulitan ada Kemudahan
13/11/2011
Wahai diri, setelah lapar ada kenyang, setelah haus ada kepuasan, setelah begadang ada tidur pulas, dan setelah sakit ada kesembuhan. Setiap yang hilang pasti ketemu, dalam kesesatan pasti ada petunjuk, dalam kesulitan ada kemudahan, dan setiap kegelapan akan terang – benderang.
“Mudah – mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (Kepada Rasul-Nya) atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. (QS. Al-Maidah:52)
Sampaikanlah kabar gembira kepada malam hari bahwa sang fajar pasti datang mengusirnya dari puncak – puncak gunung, dan dasar – dasar lembah. Kabarkan juga kepada orang yang dilanda kesusahan bahwa pertolongan Allah akan datang secepat kelebatan cahaya dan kedipan mata. Kabarkan juga kepada orang yang ditindas bahwa kelembutan dan dekapan hangat akan segera tiba.
Saat kita melihat hamparan padang sahara yang seolah memanjang tanpa batas, ketahuilah bahwa dibalik kejauhan itu terdapat kebun yang rimbun penuh hijau dedaunan.
Ketika kita melihat seutas tali merenggang kencang, ketahuilah bahwa tali itu akan segera putus. Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.
Kobaran api tidak mampu membakar tubuh Nabi Ibrahim AS. dan itu, karena pertolongan Illahi membuka jendela seraya berkata :“ Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya :69)
Lautan luas tak kuasa menenggelamkan Kalimur Rahman (Nabi Musa AS) itu, tak lain karena suara agung kala itu telah bertitah :” Sekali – kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya, Rabb ku besertaku, kelak DIA akan memberi pentunjuk kepadaku. “ (QS. Asy-Syu’ara:62)
Ketika bersembunyi dari kaum kafir dalam sebuah gua, Nabi Muhammad SAW yang ma’shum mengabarkan kepada Abu Bakar bahwa Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Tinggi ada bersama mereka. Sehingga, rasa aman, tentram dan tenang pun datang menyelimuti Abu Bakar.
Mereka yang terpaku pada waktu yang terbatas dan pada kondisi yang (mungkin) sangat kelam, umumnya hanya akan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan keputusasaan dalam hidup mereka. Itu karena mereka hanya menatap dinding – dinding kamar dan pintu – pintu rumah mereka. Padahal, mereka seharusnya menembuskan pandangan sampai kebelakang tabir dan berpikir lebih jauh tentang hal-hal yang berada diluar pagar rumahnya.
Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik – baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapapun hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahun akan selalu berganti, malam demi malampun datang silih berganti. Meski demikian, yang gaib tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifat-Nya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan.
Laa Tahzan !!
Wahai diri, setelah lapar ada kenyang, setelah haus ada kepuasan, setelah begadang ada tidur pulas, dan setelah sakit ada kesembuhan. Setiap yang hilang pasti ketemu, dalam kesesatan pasti ada petunjuk, dalam kesulitan ada kemudahan, dan setiap kegelapan akan terang – benderang.
“Mudah – mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (Kepada Rasul-Nya) atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. (QS. Al-Maidah:52)
Sampaikanlah kabar gembira kepada malam hari bahwa sang fajar pasti datang mengusirnya dari puncak – puncak gunung, dan dasar – dasar lembah. Kabarkan juga kepada orang yang dilanda kesusahan bahwa pertolongan Allah akan datang secepat kelebatan cahaya dan kedipan mata. Kabarkan juga kepada orang yang ditindas bahwa kelembutan dan dekapan hangat akan segera tiba.
Saat kita melihat hamparan padang sahara yang seolah memanjang tanpa batas, ketahuilah bahwa dibalik kejauhan itu terdapat kebun yang rimbun penuh hijau dedaunan.
Ketika kita melihat seutas tali merenggang kencang, ketahuilah bahwa tali itu akan segera putus. Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.
Kobaran api tidak mampu membakar tubuh Nabi Ibrahim AS. dan itu, karena pertolongan Illahi membuka jendela seraya berkata :“ Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya :69)
Lautan luas tak kuasa menenggelamkan Kalimur Rahman (Nabi Musa AS) itu, tak lain karena suara agung kala itu telah bertitah :” Sekali – kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya, Rabb ku besertaku, kelak DIA akan memberi pentunjuk kepadaku. “ (QS. Asy-Syu’ara:62)
Ketika bersembunyi dari kaum kafir dalam sebuah gua, Nabi Muhammad SAW yang ma’shum mengabarkan kepada Abu Bakar bahwa Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Tinggi ada bersama mereka. Sehingga, rasa aman, tentram dan tenang pun datang menyelimuti Abu Bakar.
Mereka yang terpaku pada waktu yang terbatas dan pada kondisi yang (mungkin) sangat kelam, umumnya hanya akan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan keputusasaan dalam hidup mereka. Itu karena mereka hanya menatap dinding – dinding kamar dan pintu – pintu rumah mereka. Padahal, mereka seharusnya menembuskan pandangan sampai kebelakang tabir dan berpikir lebih jauh tentang hal-hal yang berada diluar pagar rumahnya.
Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik – baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapapun hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahun akan selalu berganti, malam demi malampun datang silih berganti. Meski demikian, yang gaib tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifat-Nya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan.
Laa Tahzan !!
Umar, Burung Pipit, dan Syurga
12/11/2011
Sebelum masuk Islam, Sayidina Umar bin Khattab terkenal dengan pedangnya. Ia adalah orang yang bengis dan menjadi musuh bebuyutan Rasulullah dan Para Sahabat. Karena kebengisannya, ia sampai tega mengubur hidup – hidup anak perempuannya sendiri. Tapi, itu dulu. Setelah Islam menyinari hatinya, ia berubah menjadi sosok yang pengasih dan penyayang, bahkan terhadap seekor burung sekalipun. Sungguhpun begitu, karakter aslinya yang tegas dan berani tidak pernah luntur, terutama dalam menegakkan ajaran Islam.
Setelah Sayidina Umar bin Khattab wafat, masyarakat Madinah bermimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi, mereka bertanya : “ Apa gerangan yang diperbuat Allah kepadamu ? ”. Allah SWT mengampuniku dan tidak menyiksaku, Jawab Umar ! Lalu apa sebabnya Allah mengampunimu. Apa karena sifat kedermawanan atau keadilanmu selama menjadi khalifah. Atau mungkin arena kezuhudanmu ?? Tanya mereka dalam mimpinya.
“ Bukan karena semua itu. Tetapi begini : Katanya, dalam mimpi itu Umar lalu menceritakan kisahnya dengan Malaikat dialam kubur “.
Ketika jazadnya dibaringkan sendirian diliang kubur, datanglah dua Malaikat kepadanya. Wajahnya seram menakutkan sampai sendi – sendi tulangnya terasa gemetar. “ Akalku melayang karena ketakutan. Dengan kasarnya, dua Malaikat itu lalu memegang tubuhku dan mendudukkan aku untuk diinterogasi, “ Cerita Umar dalam mimpi tersebut.
Namun sebelum ditanya, Umar menceritakan bahwa dia mendengar suara tanpa rupa (Datangnya dari Allah SWT). “ Tinggalkan saja hamba – Ku ini, dan jangan kau takut – takuti.” Mengapa Umar harus kami bebaskan dari siksaan ? Tanya Malaikat.
“Aku tak sampai hati menyiksanya. Sesungguhnya Aku berbelas kasih kepadanya sebagaimana ia berbelas kasih terhadap seekor burung pipit yang dia lepaskan waktu didunia. Karena itulah Aku mengasihinya. “ Kata suara itu.
Kasih saying apa yang pernah dilakukan Umar sampai Allah membebaskannya dari siksaan Malaikat dialam kubur, seperti dalam kisah mimpi orang Madinah itu ?
Ternyata adalah karena ia telah mengasihi seekor burung pipit. Alkisah, suatu hari Sayidina Umar berjalan – jalan sepanjang gang – gang dikota Madinah. Mendadak dipergokinya seorang bocah mempermainkan seekor burung pipit ditangannya. Merasa iba dan kasihan, Umar lalu membeli burung itu. Untuk apa ? Apakah untuk dimiliki dan dijadikan hiasan disangkarnya ? Ternyata tidak ! Burung tersebut kemudian dilepas bebas terbang ke angkasa dengan oleh Sayidina Umar.
Sungguh dibalik sikapnya yang tegas, keras dan berani, ternyata Umar adalah seorang yang berhati lembut dan penuh kasih saying.
Dikutip dari kisah – kisah bijak orang – orang Sholeh.
PELAJARAN HIDUP yang bisa diambil :
Sikap lembut dan kasih sayang akan selalu mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian. Tidak hanya bagi pelakunya, terutama adalah untuk sesuatu (orang) yang menerima curahan kasih sayang itu, karena ia merasa diayomi dan dikasihi. Karena itulah, Allah memerintahkan setiap orang beriman untuk senantiasa menebarkan kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada semua makhluk Allah. Allah sendiripun telah mewajibkan atas Diri-Nya sikap kasih sayang. Allah menegaskan : “ Maka katakanlah : Salamun’alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (Yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan diantara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Al-Anam:54)
Ya, kita memang diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa mengasihi sesame, bahkan terhadap semua makhluk Allah, baik tumbuh – tumbuhan maupun binatang. Bukankah banyak sekali kisah yang menjelaskan betapa gara – gara mengasihi ataupun menyakiti hewan, seseorang bisa masuk syurga ataupun masuk kedalam neraka.
Kisah tentang seorang pelacur yahudi yang masuk syurga karena memberi minum anjing yang kehausan, ataupun kisah tentang seorang perempuan yang masuk neraka gara – gara menyiksa kucing (Seperti yang terdapat dalam hadist Nabi riwayat Imam Muslim). Adalah sedikit kisah yang menunjukkan betapa pentingnya menebarkan kasih sayaang kepada sesamaa makhluk Allah.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda : “ Orang – orang yang penuh dengan sikap kasih sayaang pasti akan dikasihi oleh Allah SWT Yang Maha Pengasih.
“Orang-orang yang selalu mengasihi akan dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, lagi Maha Suci, lagi Maha Tinggi. Oleh karena itu, kasihilah oleh kalian mereka yang di bumi, niscaya kalian dikasihi oleh Dzat Yang ada di langit.” [HR. Ahmad]
Wallahu’alam.
Semoga Bermanfaat !!
Sebelum masuk Islam, Sayidina Umar bin Khattab terkenal dengan pedangnya. Ia adalah orang yang bengis dan menjadi musuh bebuyutan Rasulullah dan Para Sahabat. Karena kebengisannya, ia sampai tega mengubur hidup – hidup anak perempuannya sendiri. Tapi, itu dulu. Setelah Islam menyinari hatinya, ia berubah menjadi sosok yang pengasih dan penyayang, bahkan terhadap seekor burung sekalipun. Sungguhpun begitu, karakter aslinya yang tegas dan berani tidak pernah luntur, terutama dalam menegakkan ajaran Islam.
Setelah Sayidina Umar bin Khattab wafat, masyarakat Madinah bermimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi, mereka bertanya : “ Apa gerangan yang diperbuat Allah kepadamu ? ”. Allah SWT mengampuniku dan tidak menyiksaku, Jawab Umar ! Lalu apa sebabnya Allah mengampunimu. Apa karena sifat kedermawanan atau keadilanmu selama menjadi khalifah. Atau mungkin arena kezuhudanmu ?? Tanya mereka dalam mimpinya.
“ Bukan karena semua itu. Tetapi begini : Katanya, dalam mimpi itu Umar lalu menceritakan kisahnya dengan Malaikat dialam kubur “.
Ketika jazadnya dibaringkan sendirian diliang kubur, datanglah dua Malaikat kepadanya. Wajahnya seram menakutkan sampai sendi – sendi tulangnya terasa gemetar. “ Akalku melayang karena ketakutan. Dengan kasarnya, dua Malaikat itu lalu memegang tubuhku dan mendudukkan aku untuk diinterogasi, “ Cerita Umar dalam mimpi tersebut.
Namun sebelum ditanya, Umar menceritakan bahwa dia mendengar suara tanpa rupa (Datangnya dari Allah SWT). “ Tinggalkan saja hamba – Ku ini, dan jangan kau takut – takuti.” Mengapa Umar harus kami bebaskan dari siksaan ? Tanya Malaikat.
“Aku tak sampai hati menyiksanya. Sesungguhnya Aku berbelas kasih kepadanya sebagaimana ia berbelas kasih terhadap seekor burung pipit yang dia lepaskan waktu didunia. Karena itulah Aku mengasihinya. “ Kata suara itu.
Kasih saying apa yang pernah dilakukan Umar sampai Allah membebaskannya dari siksaan Malaikat dialam kubur, seperti dalam kisah mimpi orang Madinah itu ?
Ternyata adalah karena ia telah mengasihi seekor burung pipit. Alkisah, suatu hari Sayidina Umar berjalan – jalan sepanjang gang – gang dikota Madinah. Mendadak dipergokinya seorang bocah mempermainkan seekor burung pipit ditangannya. Merasa iba dan kasihan, Umar lalu membeli burung itu. Untuk apa ? Apakah untuk dimiliki dan dijadikan hiasan disangkarnya ? Ternyata tidak ! Burung tersebut kemudian dilepas bebas terbang ke angkasa dengan oleh Sayidina Umar.
Sungguh dibalik sikapnya yang tegas, keras dan berani, ternyata Umar adalah seorang yang berhati lembut dan penuh kasih saying.
Dikutip dari kisah – kisah bijak orang – orang Sholeh.
PELAJARAN HIDUP yang bisa diambil :
Sikap lembut dan kasih sayang akan selalu mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian. Tidak hanya bagi pelakunya, terutama adalah untuk sesuatu (orang) yang menerima curahan kasih sayang itu, karena ia merasa diayomi dan dikasihi. Karena itulah, Allah memerintahkan setiap orang beriman untuk senantiasa menebarkan kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada semua makhluk Allah. Allah sendiripun telah mewajibkan atas Diri-Nya sikap kasih sayang. Allah menegaskan : “ Maka katakanlah : Salamun’alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (Yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan diantara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Al-Anam:54)
Ya, kita memang diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa mengasihi sesame, bahkan terhadap semua makhluk Allah, baik tumbuh – tumbuhan maupun binatang. Bukankah banyak sekali kisah yang menjelaskan betapa gara – gara mengasihi ataupun menyakiti hewan, seseorang bisa masuk syurga ataupun masuk kedalam neraka.
Kisah tentang seorang pelacur yahudi yang masuk syurga karena memberi minum anjing yang kehausan, ataupun kisah tentang seorang perempuan yang masuk neraka gara – gara menyiksa kucing (Seperti yang terdapat dalam hadist Nabi riwayat Imam Muslim). Adalah sedikit kisah yang menunjukkan betapa pentingnya menebarkan kasih sayaang kepada sesamaa makhluk Allah.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda : “ Orang – orang yang penuh dengan sikap kasih sayaang pasti akan dikasihi oleh Allah SWT Yang Maha Pengasih.
“Orang-orang yang selalu mengasihi akan dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, lagi Maha Suci, lagi Maha Tinggi. Oleh karena itu, kasihilah oleh kalian mereka yang di bumi, niscaya kalian dikasihi oleh Dzat Yang ada di langit.” [HR. Ahmad]
Wallahu’alam.
Semoga Bermanfaat !!
Langganan:
Postingan (Atom)