05/12/2011
Ramadhan telah usai tahun ini. Maka acara halal bihalal pun mulai menjamur. Kegiatan tersebut akan kita jumpai diberbagai tempat. Salah satunya di SD tempat saya bekerja. Ketika para dai atau penceramah hadir memberikan tausyiahnya pada acara halal bihalal tersebut, nasehat yang sering kita dengarkan adalah’ Bulan syawal adalah bulan peningkatan, karena itu dibulan tersebut kita semua telah dilatih untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah. Agar bulan ini, tahun ini dan diwaktu – waktu yang mendatang, insya Allah kita harus bisa menjadi lebih baik dari bulan dan tahun – tahun sebelumnya.
Demikianlah kiranya nasehat dari tausyah yang kita dapatkan dari sang Ustad. Meskipun dengan pilihan kata yang lain, tetapi intinya yang ingin diungkapkan kebanyakan hamper sama. Pertanyaan, sanggupkah kita menjadi lebih baik dari hari kemarin, ataukah malah sebaliknya, kita malah menjadi lebih buruk lagi. Astagfirullah Al Adzim.
Mengingat secara umum, iman dan taqwa masyarakat ataupun kita sendiri belum Nampak berubah menjadi lebih baik. Hal ini terbukti dari munculnya berbagai pemberitaan yang kita saksikan diberbagai media massa. Baik melalui siaran berita, radio, maupun Koran – Koran. Yang menawarkan berbagai pilihan keburukan dan kekerasan yang terjadi disekitar kita.
Betapa kejadian – kejadian yang diberitakan sangat menyayat bahkan merisaukan hati. Mulai dari penjambretan, penipuan, pencurian, pemerkosaan, korupsi yang tiada henti, penggunaan narkoba dan sejenisnya, sampai pada pembunuhan yang sangat memilukan hati bagi siapa saja yang menyaksikannya.
Bulan ramadhan telah berlalu, tetapi mengapa pelatihan tersebut tidak membekas dihati ya ? Kekerasan tetap dapat kita saksikan selalu. Bukankah bulan suci ramadhan ini mengajarkan tentang keindahan jiwa, kehalusan budi pekerti, dan kepekaan hati.
Seharusnya ilmu yang kita dapatkan dari bulan ramadhan adalah kita semua merasa disaksikan oleh Allah SWT. Sehingga kita tidak akan berani makan atau minum disiang hari Meskipun tidak ada orang yang melihatnya. Semua itu karena hati kita mengatakan bahwa kita sedang disaksikan oleh Sang Maha Mengetahui apapun yang ada baik yang tersembunyi maupun yang terlihat dimanapun dan kapanpun kita berada.
Tapi mengapa saat bulan suci ini berlalu pergi, tidak lagi Nampak hati yang merasa disaksikan oleh Sang Pencipta langit dan bumi ? Padahal telah kita pahami bersama bahwa setiap tindakan, ataupun tingkah laku kita, kita akan tetap bertemu dengan-Nya. Artinya tidak ada kesempatan sedikitpun dalam aktifitas hidup yang kita jalani ini yang tidak berjumpa dengan-Nya.
Sebagai Dzat yang Maha Melihat, dan Dzat yang Maha mengetahui. DIA selalu menyaksikan seluruh kegiatan makhluk-Nya, tanpa terkecuali. Subhanallah !
Semoga dengan bertafakur dalam hidup ini akan muncul kesadaran dan keyakinan dalam diri yang penuh dengan hikmah dan pembelajaran. Serta dapat memberikan sebuah kesimpulan bahwa hidup ini harus hati – hati. Karena Allah akan senantiasa bersama kita selalu. Allah meliputi segala sesuatu yang ada.
Saya pernah membaca sebuah buku taujih ruhani, yang pada buku tersebut saya menemukan suatu jawaban, mengapa setelah bulan Ramadhan pergi masih tetap saja perilaku kita belum bisa mencerminkan bahwa kita telah memperoleh suatu pelajaran yang indah dan berarti pada bulan tersebut.
Marilah kita sejenak merenungi sebuah kisah teladan ini. Seorang Ulama, yaitu Al-Junaid al- Bagdadi mempunyai banyak murid. Salah satunya adalah seorang murid yang paling disayanginya. Katakanlah murid tersebut bernama Ahmad. Karena rasa sayangnya terhadap Ahmad, maka sebagian besar murid – murid lainnya merasa iri terhadap Ahmad. Mereka merasa tidak senang dengan perlakuan sang Guru yang arif ini.
Melihat kondisi seperti ini, sang guru ingin menunjukkan alasannya kenapa ia lebih menaruh rasa sayangnya terhadap Ahmad dibanding kepada murid – muridnya yang lain. Meskipun secara umum ia juga sangat sayang kepada semua muridnya.
Suatu hari yang dirasa tepat, dipanggilnya lah semua murid untuk menghadap Sang Guru. Dan Al-Junaid pun memberitahukan pada mereka bahwa hari itu mereka akan mengadakan syukuran.
Maka masing – masing murid diberinya sebilah pisau untuk memotong seekor ayam yang ada dikandang mereka. Syaratnya ketika memotong ayam nanti jangan sampai ada yang melihat pekerjaan mereka tersebut.
Setelah mereka semua menyetujui syarat tersebut, masing – masing muridpun mencari tempat yang tersembunyi. Dan mereka melakukan pekerjaannya memotong ayam yang sudah dibawanya dari kandang.
Selang beberapa waktu kemudian, semua murid telah melakukan tugasnya masing – masing. Dan berkumpul lah mereka semuanya dihadapan Sang Guru. Ternyata setelah lama ditunggu, Ahmad tidak juga segera muncul, sampai beberapa murid sudah merasa bangga bahwa mereka merasa lebih baik dibanding Ahmad yang sampai saat itu belum juga selesai melaksanakan tugasnya.
Bahkan ada beberapa murid yang merasa jengkel dan marah atas keterlambatannya untuk melaksanakan perintah sang guru. Ketika semua sudah merasa gelisah dan jengkel, atas keterlambatannya, akhirnya dari sudut sebuah bangunan, tampaklah Ahmad berjalan gontai dengan wajah pucat menahan tangis. Ia muncul sambil membawa ssebilah pisau dan seekor ayam yang masih hidup.
Ahmad datang bersimpuh dihadapan sang guru sambil menyerahkan sebilah pisau yang masih bersih dan seekor ayam yang masih hidup. Ya, ternyata Ahmad tidak melaksanakan tugas yang telah diamanahkan sang guru kepadanya.
Maka pada saat itu berisiklah para murid, teman – temannya. Dan mereka telah merasa menang dan senang, karena ternyata ahmad yang sangat disayangi oleh sang guru tersebut ternyata dia adalah murid yang tidak patuh atas perintah guru.
Akhirnya, semua murid berdiam diri ingin mendengarkan apa yang terjadi sebenarnya. Suasana pun ketika itu menjadi sunyi ketika sang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ahmad.
Sambil menatap tajam pada Ahmad, Al-Junaid pun berkata dengan tenang, ‘ Apakah sebenarnya yang menyebabkan engkau tidak bisa melakukan perintah gurumu untuk menyembelih ayam, wahai Ahmad ?’
Ahmad menjawab dengan penuh rasa takut, ‘ Maaf guru, saya tidak bisa melakukan perintah guru untuk menyembelih ayam ini ditempat yang tersembunyi.’ Kata sang guru, ‘ Mengapa engkau tidak bisa mencari tempat yang tersembunyi, padahal teman – temanmu yang lain dapat melakukannya.’
Jawab Ahmad, ‘ Maaf guru, saya sudah berusaha mencari tempat yang tersembunyi, tetapi saya tidak dapat menemukannya. Saya merasa Allah selalu melihat perbuatan saya. Saya mencari tetapi tidak ada satupun tempat yang tersembunyi. ‘
Suasana pun berubah menjadi sunyi. Dengan jawaban ini, beberapa murid menitikkan airmata. Al-Junaid lalu menghampiri Ahmad, disuruhnya ia berdiri. Kata sang guru,’ Engkau benar wahai muridku, inilah pelajaran berharga, bagi teman – temanmu, atau bagi siapa saja. Barang siapa yang hatinya beriman, maka ia akan merasa bersama Allah kemana dan dimana saja kita berada.’
Lalu kemudian muri- murid yang lainnya pun menjadi sadar, betapa tinggi nilai iman yang berada dihati Ahmad. Puasa yang sering dijalankannya begitu membekas dihatinya. Sehingga setiap saat dan waktu ia selalu merasa dilihat oleh Allah SWT.
Semoga setelah membaca kisah diatas, kita semua dapat mengambil pelajaran darinya. Sungguh apabila setiap orang dapat berperilaku seperti Ahmad diatas, insya Allah tidak akan kita jumpai kekerasan dan kejahatan yang sering kita saksikan disekitar kita. Sehingga bisa menjadi makmurlah negeri ini, dengan keindahan dan kedamaian yang selalu menghiasi bumi pertiwi ini. Insya Allah Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar