07/12/2011
Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.
Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa tak dinikmati saja,
Sedangkan ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.
Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran lebih utama.
Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.
Jikalau kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.
Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin di kukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakan
Jikalah Kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusungkan dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.
Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.
Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya bahagia.
Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta
(Puisi Awatef Ahmad di Darfour)
Suatu hari, seorang lelaki tengah memecah tanah dengan cangkul. Seorang lelaki lain yang bodoh datang kepadanya dan berteriak, "Hei, mengapa kau merusak tanah itu?" "Tolol!" jawab si pencangkul, "Pergilah kau dan jangan ganggu aku! Mengertikah perbedaan antara penghancuran dan pertumbuhan ? Bagaimana mungkin tanah ini berubah menjadi kebun mawar atau ladang gandum, bila sebelumnya tak kau pecah-pecah dan kau rusak? Bagaimana mungkin tanah ini menjadi petamanan yang penuh dengan dedaunan dan buah-buahan, bila sebelumnya tak kau hancurkan dan kau remukkan? "Sebelum kau pecahkan bisulmu dengan pisau, bagaimana mungkin penyakitmu itu dapat sembuh? Sebelum tabib memulihkan kesehatanmu dengan obatnya yang pahit, bagaimana mungkin penyakitmu dapat hilang? "Ketika seorang penjahit menggunting sepotong kain, sedikit demi sedikit, apakah ada orang yang mendatanginya dan berteriak: Mengapa kau rusak kain indah ini? Apa gunanya serpihan-serpihan kain? Ketika para tukang datang untuk memperbaiki bangunan tua, bukankah mereka memulai pekerjaan mereka dengan menghancurkan bangunan itu terlebih dahulu? "Lihatlah para tukang kayu, pandai besi, atau tukang daging. Kau akan temukan bahwa penghancuran adalah awal dari pembaharuan. Penderitaan adalah awal dari pencerahan. Bila kau tak membiarkan biji-biji gandum itu untuk digiling, dari mana dapat kau peroleh roti untuk makananmu?" rintihanmu. Akulah yang memberi sayap bagi iringan munajatmu."
Seorang koki memasukkan buncis ke dalam kuali yang penuh minyak untuk dimasak. Buncis itu melompat-lompat kepanasan, ia meronta, meloncat ke tepi kuali dan berteriak, "Mengapa kau bakar aku? Tak cukupkah kau telah beli aku? Mengapa kau juga harus menyiksaku?" Koki itu membenamkannya kembali ke dalam kuali dengan sendoknya dan berkata, "Tenanglah, mendidihlah engkau dengan baik! Jangan lompat terlalu jauh dari ia yang menyalakanmu. Aku tak merebusmu karena aku membencimu. Aku memasakmu agar kau menjadi lezat dan penuh cita rasa. Agar kau dapat menjadi makanan dan bersatu dengan kehidupan. Penderitaanmu tak disebabkan karena aku menghinakanmu! Ketika kau segar dan hijau, kau selalu meminum air di kebun. Kau meminum air itu untuk bersiap menghadapi api ini." Kasih sayang Tuhan lebih besar dari penderitaan yang Dia berikan. Kasih sayang-Nya senantiasa lebih besar dari murka-Nya. Kau dididihkan dalam penderitaan dan kesengsaraan, tiada lain agar ego dan eksistensi dirimu lenyap tak berbekas! Kau berubah menjadi makanan, kekuatan, dan fikiran yang luhur. Dahulu kau lemah, kini kau seperkasa singa hutan.”
Suatu hari, Dzunnun Al-Mishri hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar. Binatang itu mendekati dirinya dan segera akan menyengatnya. Dihinggapi rasa cemas, Dzunnun memohon perlindungan kepada Allah swt agar terhindar dari cengkeraman hewan itu. Ketika itu pula, kalajengking itu membelok dan berjalan cepat menyusuri tepian sungai. Dzunnun pun mengikuti di belakangnya. Tidak lama setelah itu, si kalajengking terus berjalan mendatangi pohon yang rindang dan berdaun banyak. Di bawahnya, berbaring seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Si kalajengking datang mendekati pemuda itu. Dzunnun merasa khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda mabuk itu. Dzunnun semakin terkejut ketika melihat di dekat pemuda itu terdapat seekor ular besar yang hendak menyerang pemuda itu pula. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah di luar dugaan Dzunnun. Tiba-tiba kalajengking itu berkelahi melawan ular dan menyengat kepalanya. Ular itu pun tergeletak tak berkutik. Sesudah itu, kalajengking kembali ke sungai meninggalkan pemuda mabuk di bawah pohon. Dzunnun duduk di sisi pemuda itu dan melantunkan syair, Wahai orang yang sedang terlelap, ketahuilah, Yang Maha Agung selalu menjaga dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan. Mengapa si pemilik mata boleh sampai tertidur? Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan Pemuda mabuk itu mendengar syair Dzunnun dan bangun dengan terperanjat kaget. Segera Dzunnun menceritakan kepadanya segala yang telah terjadi. Setelah mendengar penjelasan Dzunnun, pemuda itu sadar. Betapa kasih sayang Allah sangat besar kepada hambanya. Bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah masih memberikan perlindungan dan penjagaan-Nya.
Pada satu saat, Malik bin Dinar pergi berhaji ke Mekkah. Di dalam perjalanan, ia melewati padang ilalang dan hutan belantara. Pada satu tempat, ia tertegun melihat seekor gagak yang terbang membawa sebongkah roti di paruhnya. Malik menyaksikan burung gagak itu dengan rasa curiga. Ia merasa bahwa ada sesuatu di balik terbangnya burung gagak dengan sepotong roti. Karena itu, Malik mengikuti jejak burung itu. Sampailah ia di sebuah gua. Ia mendekat dan masuk mulut gua. Ia memandang sekilas isi gua itu. Ia terkejut, ternyata di dalam gua itu terdapat sesosok tubuh dengan tangan dan yang terikat. Si gagak yang ia ikuti tengah memasukkan roti itu ke mulut orang yang terikat, sedikit demi sedikit. Setelah roti itu habis, gagak terbang kembali ke angkasa. Malik tertegun melihat semua ini dan bertanya kepada laki-laki yang terikat itu, Hai siapakah engkau? Orang itu menjawab, Semula aku akan pergi haji. Di tengah perjalanan, hartaku dirampas para penyamun. Mereka mengikatku dan melemparkanku ke tempat ini. Sudah lima hari aku tidak menemukan makanan tetapi aku masih bersabar dan berdoa. Aku yakin bahwa Dia (Allah) akan mengabulkan doa hamba-Nya yang ditimpa kemalangan. Setelah itu, datang seekor gagak diutus Tuhan. Setiap hari burung itu memberikan makanan dan minuman untukku. Setelah mendengar cerita orang itu, Malik bin Dinar melepaskan ikatannya. Orang itu segera bersujud mensyukuri perlindungan dan penjagaan Tuhan yang tak terputus untuknya. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menuju Baitullah.
Alkisah, di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus meninggalkan rumahnya untuk berkelana mencari wang. Di depan sebuah masjid, ia bertemu seorang muslim dan meminta bantuan. Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu, kata janda itu. Mana buktinya? Lelaki muslim bertanya. Janda itu tidak boleh membuktikan karena ia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki muslim itu tidak menolongnya. Setelah itu, janda miskin bertemu dengan seorang Majusi. Ia pun meminta pertolongannya. Orang Majusi itu membawanya ke rumahnya dan memuliakannya dengan memberikan wang dan pakaian. Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. Semua orang mendatangi Nabi dan Nabi menyambut orang-orang itu dengan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu mendatang Rasulullah saw, Nabi mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga. Rasulullah saw bertanya, Mana buktinya? Lelaki itu tersadar bahwa Rasulullah saw menyindirnya karena ia telah meminta bukti saat diminta pertolongan. Ia menangis. Rasulullah saw lalu menunjukkan sebuah taman yang indah dan gedung yang megah di surga. Lihat ini, kata Rasulullah saw, seharusnya aku berikan semua ini untukmu. Tapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, aku berikan semua ini pada seorang Majusi. Pagi harinya, lelaki itu terbangun. Dia lalu mencari janda miskin dan ternyata dia menemukannya sedang berada di rumah seorang Majusi. Ikutlah kau bersamaku, pinta lelaki itu kepada si janda. Tetapi orang Majusi tidak mau menyerahkannya. Aku akan beri kau ribuan dinar asal kau mau menyerahkannya, lelaki muslim berkata. Orang Majusi tetap tidak mau. Lelaki muslim itu akhirnya jengkel dan berkata, Janda ini adalah orang Islam. Seharusnya yang menolongnya adalah sesama muslim juga! Orang Majusi itu lalu bercerita, Tadi malam aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Beliau berkata bahwa beliau akan memberikan kepadaku surga yang semula akan diberikan kepadamu. Ketahuilah bahwa pagi ini ketika aku terbangun, aku langsung masuk Islam dan menjadi pengikut Rasulullah saw karena aku telah menunjukkan bukti bahwa aku adalah salah seorang pecintanya. Lelaki Majusi itu telah menunjukkan bukti kecintaannya kepada Rasulullah saw dengan memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan.
Raja Harun Al-Rasyid, seorang dari keturunan Bani Abbasiyah, memiliki seorang budak perempuan yang berparas buruk, berkulit hitam, dan tidak enak dipandang mata. Pada suatu hari, Raja menaburkan wang untuk semua budaknya. budak saling berebut dan berlomba untuk mendapatkan wang tersebut kecuali seorang budak perempuan hitam yang buruk rupa itu. Ia tetap diam dan hanya memandang wajah Baginda. Raja merasa amat kehairanan dan bertanya, Mengapa kau diam saja? Ikutlah bersama teman-temanmu memperebutkan wang. Budak itu menjawab, Wahai Baginda khalifah, jika semua budak berlomba untuk mendapatkan wang taburan Baginda, maka yang hamba impikan berbeda dengan mereka. Yang hamba angankan bukan wang taburan itu tapi yang hamba inginkan adalah sang pemilik wang taburan itu. Mendengar jawaban budak itu, Raja Harun tercengang dan merasa takjub. Karena rasa kagumnya, ia jadikan budak itu sebagai permaisurinya. Berita perkawinan seorang raja dengan budaknya tersebar kepada para pejabat lainnya. Mereka semua mencemooh Raja Harun dan mencela Raja yang mempersunting seorang budak hitam. Raja mendengar semua cemoohan ini, ia lalu mengumpulkan semua pejabat itu dan menegur mereka. Kemudian Raja memerintahkan untuk mengumpulkan semua budak di negerinya. Ketika semua budak telah berkumpul di hadapan Raja, Raja memberikan kepada masing-masing budak segelas berlian untuk dihancurkan. Namun, semua budak menolak pemberian itu. Kecuali si budak hitam yang buruk rupa itu. Tanpa ragu, gelas itu diterima dan ia pecahkan. Menyaksikan hal ini, para pejabat itu berkata, Lihatlah budak hitam yang berperilaku sangat menjijikan ini! Raja lalu menoleh ke arah budak hitamnya dan bertanya, Mengapa kau hancurkan gelas itu? Budak hitam menjawab, Aku lakukan hal ini karena perintahmu. Menurut pendapat hamba, jika gelas ini aku pecahkan, berarti aku telah mengurangi perbendaharaan Khalifah. Tapi jika hamba tidak lakukan perintah Tuan, berarti aku telah melanggar titah Khalifah. Bila gelas ini hamba hancurkan, hamba pastilah seorang yang gila. Namun bila gelas ini tidak hamba pecahkan, berarti hamba telah melanggar perintah Khalifah. Bagiku, pilihan yang pertama lebih mulia daripada yang kedua. Mendengar jawaban yang singkat itu, semua pejabat yang hadir di tempat itu tercengang dan mengakui kecerdasan budak hitam itu. Akhirnya mereka menaruh hormat kepadanya dan memahami mengapa sang Khalifah jatuh hati kepadanya.
Pada suatu hari, Hasan Al-Basri pergi mengunjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu salatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan salatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak salat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk salat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan salat dengan benar. Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan salatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan salat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh salat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan salatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya.”
(disadur dari berbagai sumber oleh Salman Nano)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar